Rasa kecewa masih bercokol dalam dadanya. Entah ke berapa kali Celine harus menyesali apa yang terjadi. Dia tidak bisa makan dengan tenang. Dia juga takut untuk keluar dan bertemu dengan orang jahat, namun di sisi lain, Celine juga takut dengan kedatangan Dominic. Hingga makan siang berlalu, dia hanya bisa duduk di kursi balkon dan melihat pemandangan pantai. Tangannya menggenggam ponsel miliknya dengan erat.
Di kursi itu, Celine memeluk dirinya dan menatap ke bawah. Tinggi, jika dia melompat, dirinya akan mati saat itu juga. Celine merasa dia benar-benar lelah dan ingin menyerah. Dia takut masalahnya akan kembali menghantamnya seiiring waktu. Namun, bayangan Arion justru muncul dan mengganggunya. Anaknya yang masih kecil, membuat Celine harus berpikir ribuan kali untuk mengakhiri hidupnya.
Dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa menyerah begitu saja. Sembari menggenggam erat ponselnya, Celine terdiam dan meneteskan air mata. Dia berharap matahari cepat tenggelam a
Perjalanan bisnis berakhir kacau. Mungkin sukses untuk beberapa karyawan lain, tapi tidak dengan Celine dan Dominic. Perang dingin kembali dimulai setelah lelaki itu menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekannya. Tak sepatah kata pun Celine mau bicara dari semenjak mereka membereskan barang-barang di resort, hingga pergi menuju bandar udara internasional Velana. Begitu pula ketika pesawat sudah lepas landas.Pengalaman yang buruk. Terburuk dan rasanya, Celine tidak mau pergi bersama dengan lelaki itu lagi. Sialnya, kini dia harus tetap berada dekat dengan Dominic. Duduk berdampingan dengan orang yang paling memuakkan."Celine, setelah ini, kumpulkan semua laporan perjalanan. Saat kita masuk, aku akan melakukan evaluasi.""Iya, Pak," jawab Celine tanpa semangat dan tanpa menatap ke arah Dominic. Pandangannya justru lurus ke depan. Dia hanya memiliki waktu hari ini dan besok untuk mempersiapkan bahan rapat, belum lagi jadwal pertemuan Dominic yang diurus ole
"Kenapa kamu mau membawa Rayyan pulang, huh? Dia masih belum sembuh!"Suara Mira terdengar keras di ruangan begitu Celine mengatakan maksudnya untuk membawa pulang Rayyan. Terlihat ketidaksetujuan dari mertuanya, yang awalnya Celine kira mertuanya akan mendukung. Dia sebenarnya kasihan melihat ibu mertuanya yang selalu menemani Rayyan di sini, sementara dia di rumah harus menjaga Arion, karena sangat tidak mungkin untuk membawa anak kecil menginap di rumah sakit. Celine hanya bermaksud untuk meringankan tugas mertuanya, sekaligus dia bisa menjaga suami dan anaknya bersamaan. Selama Rayyan di rumah sakit, mereka jadi jarang bertemu. Apalagi saat dia bekerja di perusahaan Dominic, semua waktunya semakin habis. "Tapi, Bu, dengan Rayyan di rumah, aku bisa menja—""Tidak! Rayyan harus di sini. Siapa yang akan mengobatinya jika dia pulang? Kamu sadar, uang pengobatan Rayyan tidak murah dan ada orang yang mau menanggungnya, tapi kamu malah menolak! Kamu pikir, kamu punya ua
Celine mendongak. Menatap rumah besar di hadapannya dengan gugup. Dia memandang pintu itu ragu-ragu. Security penjaga gerbang sudah mengizinkannya untuk masuk, akan tetapi Celine justru tertahan di sana selama lima menit. Sampai tangannya perlahan terulur menyentuh bel dan menekannya dua kali. Berharap ada orang yang segera membukakan pintu.Lima menit dia harus menunggu hingga akhirnya pintu terbuka. Sayangnya rasa gugupnya berganti dengan ekspresi terkejut tatkala matanya menemukan sosok yang paling dia hindari. Dominic. Lelaki itu yang membukakan pintu untuknya. Tersenyum lebar seolah kehadirannya memang dinanti."Akhirnya tiba juga, aku sudah menunggu."Mata Celine bergetar. Dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghiraukan perkataan Dominic seraya memalingkan muka. "Mana anakku?""Al? Dia sedang main bersama Nora di dalam. Kaumau melihat?" tawar Dominic dengan santai. Lelaki itu tidak bertindak aneh dan bahkan sangat amat santai seolah tidak memiliki r
"Kau berlibur, tapi tidak memgajakku? Bagaimana bisa kaumelakukan ini?"Dominic menatap malas wanita yang tidak lain adalah tunangannya. Niatnya yang ingin makan di restoran, harus membuatnya berpapasan dengan wanita yang dia hindari. Hingga mereka harus berakhir dalam satu meja yang sama."Aku pergi untuk pekerjaan, bukan liburan. Jangan bertanya hal yang tidak penting," ucap Dominic tanpa mengalihkan pandangannya dari piring di depannya. Dia terlalu malas untuk menatap wanita yang posesif ini."Kau pergi dengan asisten barumu itu?""Itu bukan urusanmu."Sikap tak acuh Dominic dan sorot enggan di mata lelaki itu, membuat Tiffany harus mengepalkan tangannya dan berusaha menahan diri untuk tidak mengumpat. Dilihat dari mana pun, dia melihat jelas jika ada sesuatu di antara tunangannya itu. Tidak seperti dugaan Jared yang menyebutkan kalau Dominic tidak akan tertarik dengan barang bekas. "Dominic, Ayahku memintamu datang malam ini. Dia menanyakan kapan kau aka
Satu hal yang paling Celine sesali adalah dirinya yang mendatangi apartemen Dominic tanpa berpikir dua kali. Masih dengan napas tersengal-sengal, dia menatap pintu apartemen di depannya. Lantai dan nomor apartemen yang masih dia ingat dengan jelas. Sayangnya, di sana dia dibuat ragu oleh apa yang akan terjadi nantinya. Celine takut Dominic akan berbuat macam-macam terhadapnya, tapi membayangkan pakaian dalamnya menjadi objek fantasi seksual lelaki bejat itu, membuat Celine tidak terima.Alhasil, dengan mengumpulkan segala keberanian, dia membunyikan bel. Suasana lorong di sekitarnya tampak sepi. Mungkin karena lantai di mana Dominic berada saat ini, sangat jarang dihuni. Hanya dengan melihat apartemen Dominic saja, Celine tahu kalau fasilitas yang dipakai benar-benar mampu mengorek kocek sangat besar.Di sisi lain, Dominic yang sedang asyik membaui benda milik Celine, tersentak saat mendengar suara bel berbunyi. Dia mengangkat alisnya dan menduga siapa yang datan
Celine membelalakkan matanya saat mendengar perkataan lelaki itu. Dia secara spontan menendang tubuh Dominic dengan sangat keras dan bangkit dari ranjang untuk melarikan diri. Tentu karena dirinya tidak mau berakhir menjadi wanita simpanan. Sayangnya, tendangannya tidak terlalu memberi efek berarti dan membuat Dominic bisa dengan cepat bangkit kembali. Lelaki itu dengan mudah meraih pergelangan tangan Celine dan menariknya ketika hampir mencapai pintu."Setelah menampar, menendang dan membuatku marah, kauingin melarikan diri?"Celine mengetatkan rahangnya. Dia memberontak, sialnya Dominic telah mengunci lengannya dari belakang hingga sulit baginya melepaskan diri. "Lepaskan, Sialan! Ah—"Ucapan Celine terpotong saat tubuhnya tanpa diduga diangkat oleh Dominic dari belakang. Dia yang belum sempat berontak, sudah di lempar kembali ke ranjang dengan tubuh Dominic yang mengurungnya. Mata hazel itu tampak menyala-nyala karena emosi. Celine sedikit takut melihat
Celine membuka pintu rumah dengan perasaan gelisah. Keringat tampak keluar dari wajahnya. Sesekali, dia mengusap lehernya. Koper miliknya diseret pelan dan hati-hati. Ruang tengah itu sudah kosong. Tidak ada sang suami atau anaknya. Tentu saja, malam ini sudah cukup larut. Celine baru kembali setelah tidur dengan Dominic. Dia datang seperti hanya untuk memuaskan hasrat lelaki itu.Senyum kecut muncul di bibirnya, Celine menyesali apa yang terjadi. Dia menutup pintu dengan pelan dan menghembuskan napas berkali-kali. Saat ini dirinya tidak bisa untuk tenang. Sikap Dominic telah mengingatkannya pada kejadian di masa lampau. Seseorang yang membuat masa depannya hancur. Kedua tangannya mengepal erat, Celine benci mengingat kebodohannya dulu.Sambil memijat pelipisnya pelan, Celine membuka pintu kamar dengan hati-hati. Matanya menemukan sang suami berbaring membelakangi. Celine mengira jika Rayyan sedang tidur, akan tetapi dugaannya salah ketika lelaki itu berbalik dan men
Sepanjang hari, Celine tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Dia rasanya ingin pergi menemui sang suami dibanding duduk dan berkutat dengan laptop. Rasa lelah menderanya. Apalagi setelah malam kemarin yang masih lekat dalam ingatannya. Celine yang menahan kesal dan mengutuk dirinya, tanpa sadar menekan terlalu keras bolpoin miliknya hingga goresan pena terlihat di atas kertas yang merupakan berkas penting. Proposal kerjasama yang harus dia berikan pada Dominic, kini telah rusak. Celine harusnya memberikan itu, tapi karena atasannya tidak ada, dia belum berani masuk ke dalam. Sialnya, dia tidak sadar dengan apa yang terjadi. Hingga selang lima menit kemudian, pintu terbuka, Dominic sudah tiba dengan jas yang tadinya terkancing rapi, kini terbuka dan memperlihatkan kemeja putihnya. Celine yang menyadari kehadiran lelaki itu sontak berdiri dengan refleks. Tindakannya yang terkejut, menyenggol dan membuat segelas kopi di samping kirinya jatuh. Untung tidak ada berkas yang terkena