Celine menghembuskan napasnya berkali-kali. Dia menatap setumpuk berkas dari Dominic. Lelaki itu menyuruhnya untuk membaca data-data klien yang bekerja sama dengannya. Menghafal dan mengingat mereka, karena tidak menutup kemungkinan, dia yang akan berhadapan dengan para klien itu. Tentu tidak mudah. Celine tidak dapat melakukannya dengan cepat. Dia juga diberi tugas untuk mengetahui informasi umum mengenai perusahaan dan departemen-departemennya. Tak mengira jika Dominic ternyata tidak memberi keringanan di hari pertamanya bekerja.
Pandangan Celine berusaha fokus kembali membaca berkas-berkas di tangannya dengan teliti. Mengenyahkan segala pemikiran buruk tentang Rayyan atau pun atasan barunya. Sesekali, keningnya berkerut dalam dan menggeleng saat dia memikirkan kondisi Rayyan serta anaknya. Hingga Celine yang begitu larut dalam fokusnya, tidak menyadari jika pintu ruangan Dominic sudah terbuka. Menampilkan sosok atasanya dan diam mengamati.
Mulut lelaki itu awalnya t
"Kau tidak takut padaku lagi?"Mata hazel itu menatap wanita di depannya begitu lekat. Mengamati bibir merah yang kini tengah mengunyah makanannya tanpa ragu, tanpa takut atau tanpa tatapan sinis terhadapnya. Sungguh tak disangka, seseorang dapat berubah dalam sekejap karena uang. Tepatnya setelah dia membantu pengobatan suami wanita di depannya. Bibirnya tersungging penuh senyum.Sementara yang diajak bicara tampak mengangkat kepalanya. Matanya bertemu pandang dengan lelaki yang merupakan atasan barunya saat ini. Salah satu alisnya terangkat. Dia sedikit tidak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan untuknya itu. "Kau salah paham. Dari dulu, aku tidak pernah takut padamu."Senyum Dominic semakin melebar. Ketertarikan dia perlihatkan terang-terangan pada wanita bersuami itu. Sikap tegas dan berani yang belum pernah dia lihat sebelumnya dari wanita lain, termasuk tunangannya. "Kau benar, tapi kau terlihat tidak seperti memusuhiku lagi dan mengenai malam
Celine menatap ponselnya yang berbunyi nyaring. Menyita perhatiannya dari sang suami. Dia mau tak mau meletakkan kembali sendok yang kini tengah digunakan untuk menyuapi Rayyan bubur. Mengambil ponsel dan melihat sebuah pesan yang datang dari Dominic. Kedua alisnya mengernyit, Celine bisa melihat sebaris kalimat permintaan untuk datang ke apartemen lelaki itu."Siapa?" tanya Rayyan yang melihat Celine terpaku pada ponselnya. "Bosmu?""Hmm, iya," ucap Celine sedikit gugup. Dia menyelipkan helaian rambutnya di daun telinga."Sekarang? Kamu baru saja pulang. Kenapa bosmu memintamu kembali?"Celine juga penasaran. Dia bingung kenapa Dominic memintanya datang ke apartemen di saat dia baru datang ke rumah sakit dan ingin menghabiskan waktunya untuk menjaga Rayyan, sebelum pulang melihat Arion. Lelaki itu tidak memberitahu apa pun padanya. Celine hanya menduga kalau ini mengenai pekerjaan."Aku tidak tahu, Rayyan. Ini hari pertamaku bekerja, mungkin aku melak
"Apa ini sesuai dengan yang kaumau?" tanya Celine pada Dominic yang duduk di sofa sembari memeriksa kembali beberapa berkas untuk bahan rapat besok. Tentunya, wine menjadi teman dia dalam bekerja. Hingga perhatian Dominic teralihkan pada Celine yang duduk di mejanya dengan laptop miliknya yang menyala.Dominic yang menyadari itu, segera bangkit menghampiri Celine. Menatap bahan presentasi yang kini tengah dikerjakan wanita itu. Ekspresi kusut dan masam terlihat menghiasi wajah cantik Celine. Sudah hampir lima kali Dominic meminta merevisinya. Oh, tentu saja ini bukan bantuan kecil seperti apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Celine dibuat pusing tujuh keliling gara-gara harus mengerjakan semuanya secara mendadak. Meski lelaki itu sudah menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan."Ada yang terlewat," ucap Dominic, yang langsung membuat Celine mendengkus kasar. Menduga jika lelaki itu kembali menyuruhnya merevisi. Namun Dominic yang menyadari ekspresi patah semangat Cel
"Terima kasih atas tumpangannya."Celine melirik ke arah Dominic sebelum kemudian tersenyum simpul. Dia keluar dari mobil. Namun sebelum benar-benar keluar, Dominic menahannya sebentar. Membuat Celine harus kembali bertatapan dengan mata hazel yang menyorot penuh minat ke arahnya."Aku harap kau tidak merasa terbebani dengan pekerjaanmu.""Tentu saja tidak. Aku akan berusaha keras," ucap Celine bagai sebuah janji. Salah satu tangannya yang bebas, terkepal erat. Apa pun yang dipilihnya, tidak boleh ada kata mundur. Celine akan berusaha melakukan apa pun yang dia bisa. Terlepas dari hubungan sesaatnya dulu bersama Dominic, dia akan bersikap profesional mulai saat ini."Baguslah, aku tidak salah memilihmu."Genggaman tangan itu terlepas, membiarkan Celine segera bebas dan turun dari mobil. Dominic yang melihatnya, juga ikut turun dan membawa beberapa paper bag yang berisi kebutuhan wanita itu untuk bekerja. Daerah yang ditinggali oleh Celine cukup sep
"Pak, permisi, saya membawa laporan bulanan yang Anda minta."Suara bernada lemah itu mengalihkan perhatian seorang pria, yang kini tampak sibuk berkutat dengan segala berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja. Kepalanya mengangguk dan tampak tangannya menyuruh sang asisten mendekat."Kau kenapa, Celine?" tanyanya begitu melihat gurat lelah di wajah asistennya.Celine tersenyum lebar. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan memberikan berkas yang tadi diminta oleh Dominic. "Tidak, saya tidak apa-apa, Pak.""Jangan memanggilku Pak. Kita hanya berdua."Tidak ada balasan, Celine hanya menatap Dominic lalu mengangguk pelan. Meski dia sendiri tidak setuju. Khawatir jikalau seandainya ada orang yang melihat mereka begitu akrab. Itu akan membuat kesalahpahaman terjadi."Setelah ini, apa jadwalku?"Celine yang masih berdiri di depan Dominic berusaha mengingat jadwal yang semalam disiapkannya. "Dua jam lagi, Anda memiliki pertemuan dengan Tuan Gi
Celine menghembuskan napas kasar saat melihat suaminya sudah tertidur di ruang rawat. Dia berjalan menjauh dari pintu ruangan tersebut dan menghiraukan beberapa pria yang berjaga. Matanya kemudian menatap ke arah jam di ponselnya. Pukul sepuluh. Dia tidak bisa membiarkan anaknya menunggu terlalu lama."Kamu mau pulang?"Suara sapaan terdengar dan membuat perhatian Celine beralih menatap mertuanya yang duduk di kursi. Tampak Mira menyorot tanpa ekspresi ke arahnya. Celine pikir, wanita itu telah tidur. "Iya, Bu, aku tidak bisa membiarkan Arion sendiri."Ada Marta sebenarnya, namun Celine selalu merasa tidak enak jika harus terus menerus meninggalkan sang anak bersama wanita tua itu. Walau Marta yang menawarkan dirinya sendiri. "Oh, anakmu itu, ya? Ya sudah, pergilah."Mira mengibaskan tangan sembari mengalihkan pandangannya menghindari Celine. Membiarkan rasa bingung hadir pada wanita itu karena tidak mendapat kata-kata tajam. Tidak seperti biasanya."Baik, Bu. Aku
"Dari mana Anda tahu nama saya?"Lelaki yang menyelamatkannya itu menyunggingkan senyum miring. Membuat Celine harus mengernyitkan heran dan perlahan mundur. Pikiran negatif langsung memenuhi isi kepalanya. Dia tidak mengenal lelaki ini, tapi bagaimana bisa lelaki itu mengenalnya?Celine mengalihkan pandangannya ke sekeliling. Dia masih melihat Simon tidak sadarkan diri dan malam yang semakin larut, membuat jalanan sedikit sepi. Hingga Celine tidak punya pilihan lain selain kembali ke rumah sakit. Sayangnya, pikirannya untuk melarikan diri, sudah lebih dulu disadari oleh lelaki itu dan tentu bisa dicegahnya dengan mudah. Tangannya digenggam erat."Kaumau ke mana? Aku belum menjawab pertanyaanmu." Jared menatap lekat wanita di depannya. Dia tidak salah kenal. Matanya bisa melihat dengan sangat jelas jika wanita itu adalah wanita yang dia cari. Asisten baru Dominic. Seperti kata Tiffany, cantik. Kedua tangannya dengan sengaja menarik pinggang ramping itu dan memegangnya
Celine berjalan tertatih menuju lift karyawan. Tersenyum menyapa beberapa orang yang berpapasan dengannya. Kakinya masih sakit karena semalam. Terpaksa, hari ini pun dia mengenakan flatshoes miliknya. Sialnya, karena insiden kemarin, dia kini harus bangun sedikit kesiangan. Beruntungnya Marta menolongnya dengan memijat kakinya yang terluka dan membuatnya sedikit lebih baik.Sayangnya saat Celine hendak masuk ke dalam lift, dia merasakan tangannya tiba-tiba digenggam oleh seseorang. Membuat tubuhnya harus mundur ke belakang dan menabrak sebuah tubuh."Celine, kau terlambat?"Suara yang tidak lagi asing itu, mau tak mau membuat kepalanya mendongak."Do–Pak? Maafkan saya." Celine memegang pergelangan tangan Dominic dengan hati-hati. Bibirnya meringis karena lelaki itu sempat membuatnya kaget sampai tidak sengaja dia menggerakkan kakinya terlalu keras. Refleks yang parah."Aku datang ke rumahmu, tapi kau tidak ada.""Maaf, saya