Share

Bab 3

Elsa berkali-kali menganga saat dia teringat ucapan Bondan tadi. Dia dan Karin tidak berhasil bertemu si anjing, namun pertemuan tak terduga dengan Bondan membuat Elsa mempunyai fakta baru bahwa Karin akan segera menikah. Entah menikah dengan siapa, namun mendengarnya saja sudah membuat Elsa menduga yang tidak-tidak.

"Rin, jangan bilang lo calon pengantin bangsawan iblis?!" Elsa segera menutup mulutnya saat dia tersadar jika suaranya kelewat keras.

Karin yang semula diam saja dengan segala kehebohan yang ditimbulkan Elsa, akhirnya jengkel juga. Dia melirik Elsa dengan tatapan kesal. Tidak seharusnya Elsa mempercayai ucapan pria brengsek seperti Bondan. Bisa saja dia hanya berniat menakut-nakuti Karin. Namun Elsa sepertinya lebih senang dengan dugaannya tentang Karin adalah calon pengantin bangsawan iblis.

"Kalo dipikir-pikir lagi, kenapa dia harus ngomong gitu? Lo kenapa nggak nanya siapa yang dia maksud dengan Tuan?" kelakar Elsa masih berusaha merangkai segala kemungkinan.

"Nggak penting, El."

"Jangan-jangan si anjing itu suruhan Tuan?"

"Maksud lo?"

"Bisa aja anjing itu diminta buat jagain lo. Kan lo calon pengantin yang berharga."

Karin menggeleng kuat, "Gue nggak mungkin calon pengantin iblis."

"Rin!" Elsa berseru, menghentikan laju kaki Karin. Dia berdiri di depan Karin, memegang bahu sahabatnya itu dengan kedua tangan.

"Kalo bener lo calon pengantin bangsawan iblis, lo dalam bahaya. Lo masih ingat Erna kan? Dia nggak pernah kembali sejak saat itu."

"El, gue nggak mungkin calon pengantin mereka. Apa yang mereka inginkan dari orang kayak gue? Mereka kaya, berkuasa dan hidup abadi. Pasti mereka cari cewek kayak Erna yang cantik dan unggul dalam segala hal, nggak kayak gue," Penjelasan Karin cukup masuk akal bagi Elsa. Sebagai teman yang sudah sejak balita berteman dengan Karin, Elsa tentu sangat tahu kondisi keluarga Karin yang hanya mengandalkan toko kecil milik Albert. Setelah sang ayah meninggal, Karin harus menghidupi dirinya serta ibunya yang seakan sudah tak memiliki semangat hidup.

* * *

Erik sengaja berjalan mesra dengan kekasihnya melewati depan kelas Karin pagi ini. Namun seperti biasa Karin tampak tak minat karena memang dia tidak memiliki perasaan apapun terhadap Erik.

Brak!

Erik yang tampak sangat kesal tiba-tiba saja menggebrak meja Karin, tak peduli dengan tatapan sinis dari teman-teman sekelas Karin yang kaget. Melihat ekspresi datar Karin membuat Erik tak peduli dan berlari cepat meninggalkan pacarnya untuk menghampiri Karin.

"Rin! Sebenarnya mau lo apa sih?!" maki Erik. Sebagai lelaki paling hits dan tampan di sekolah, tak ada yang berani mengusik Erik saat dia berurusan dengan para wanita.

"Maksud lo?"

"Lo sengaja mainin gue kan? Lo tahu gue suka sama lo, jadi lo bikin gue malu dengan nolak gue kan?"

"Rik, gue kan udah bilang ... "

"Bilang sama gue siapa yang lo sukai? SIAPA KARIN?!"

"KARIN GAWAT!!" Elsa berteriak sangat keras di depan pintu kelas. Seluruh siswa yang ada di kelas langsung memusatkan perhatian padanya.

Elsa berlari tergopoh-gopoh menghampiri Karin. Saat dia melihat Erik, dia mengumpat kasar.

"Brengsek! Berani-beraninya lo ngejar Karin!" umpat Elsa marah. Karin mengelus bahu Elsa, menyuruhnya sabar.

"Ada apa El?"

"Rin, gawat!"

"Gawat kenapa?"

"Mereka ... Para pria berjas hitam yang menjemput Erna, hari ini mereka mau jemput lo!"

Semua tak percaya. Bahkan Erik yang beberapa belas menit lalu masih sangat terobsesi dengan Karin, tiba-tiba nyalinya menciut. Dia sangat tahu yang dimaksud Elsa. Para pria itu adalah anak buah para bangsawan iblis yang diperintahkan menjemput calon pengantin mereka.

"Karin Nevada ... " panggil salah satu pria berjas hitam yang entah sejak kapan sudah ada di depan kelas. Dia tampak tua, dengan rambut yang telah memutih namun raut wajahnya tampak sangat bijaksana. Dia tersenyum ke arah Karin. Dua orang pria berjas hitam lainnya berdiri di kiri kanan pria tua itu. Dia melangkah maju mendekati Karin yang masih tertegun, berusaha mencerna semuanya.

"Akhirnya kita bertemu lagi. Kamu sudah tumbuh besar sekarang," ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu siapa?" tanya Karin.

Pria tua itu mengulurkan tangannya, "Perkenalkan aku James, aku tangan kanan Tuan Katon."

"Siapa Tuan Katon?" Karin masih enggan untuk berjabat tangan. Masih ada banyak tanya di pikirannya.

James tersenyum bergantian, tak hanya pada Karin namun juga pada Elsa dan Erik yang berdiri di samping Karin.

"Calon suamimu, Tuan Katon Bagaskara," jawab James masih dengan wajah penuh senyuman.

"Katon Bagaskara?" gumam Elsa lirih.

"Hari ini adalah harinya, Karin. Kami akan mengantarmu pulang untuk berpamitan pada ibumu," ucap James. "Ngomong-ngomong, aku turut berduka atas kematian ayahmu."

"Tunggu! Jadi... Jadi ini hari terakhirku bersama Karin?" Elsa yang sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi langsung mencengkeram erat tangan Karin.

"Itulah takdir Karin, Nona ... Elsa."

"Kalian nggak akan menyakitinya kan?"

"Bagaimana mungkin kami menyakiti istri Tuan kami?"

"Karin, kamu nggak akan pergi kan?" Elsa mulai histeris.

"Nggak, aku nggak akan kemana-mana."

"Pilihanmu hanya menikah dengan Tuan Katon," timpal James saat mendengar jawaban Karin.

"Tapi aku punya hak untuk menolak," tegas Karin. James yang tak menyangka dengan reaksi Karin mengisyaratkan dua anak buahnya untuk segera membawa Karin pergi.

"Rin, Karin!!" panggil Elsa dengan isak tangis yang tak terbendung. Erik sekuat tenaga mencegah Elsa berlari mengejar Karin yang makin lama makin hilang.

* * *

"Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak kukenal," tegas Karin saat mereka sudah di dalam rumah Karin.

Laksita yang mendengar keramaian dari dalam kamarnya spontan membuka pintu. Betapa terkejutnya dia saat melihat James. Dia berlari menabrak tubuh James, berteriak histeris penuh kemarahan.

"Jangan bawa anakku! Dia satu-satunya harta berhargaku!"

"Karin tak punya pilihan, Laksita. Tuan Katon sudah memilihnya sejak dalam kandunganmu."

"Apa? Apa maksudnya?"

"Sepertinya orang tuamu tak pernah memberitahu soal ini ya Karin?" tebak James.

Karin menggeleng.

"Tuan Katon, ahli waris keluarga bangsawan Bagaskara telah memilih calon pengantinnya sejak melihat Laksita mengandungmu," terang James. "Tidak ada pilihan lain selain mengikuti perintah, bukankah sebagai warga Alfansa kamu tahu akan hal ini?"

"Kenapa Katon memilihku?"

James terdiam sejenak, "Hanya Tuan Katon yang tahu alasannya."

"Tapi aku tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian."

"Kamu harus ikut kami."

"Tidak. Aku tidak akan meninggalkan ibuku."

"Atau ibumu mati?" James berjalan mendekati Karin yang tampak kaget setelah mendengar pertanyaan James.

"Kamu tahu kenapa ayahmu mati?" ucap James pelan. "Karena menjaga calon pengantin Tuan Katon adalah tugas yang berat. Waktu itu aku sudah menawari Albert untuk menjemputmu lebih awal, namun dia menolak. Semua pria secara alami akan tertarik padamu hingga kehilangan akal sehatnya, termasuk membunuh ayahmu. Jika kamu tetap egois ingin bersama ibumu, apa kamu ingin dia berakhir tragis seperti ayahmu?"

"Tapi selama ini aku selalu aman berkat perlindungan ayahku."

"Berkat Tuan Katon," sela James cepat.

"Sekarang pilihan ada di tanganmu, Karin. Kamu memilih segera pergi bersama kami untuk membuat hidup ibumu aman atau membiarkannya mati demi menjagamu?"

Karin terdiam. Dia tahu hidupnya tak pernah tenang setelah para pria mulai memperebutkannya. Namun dia tidak pernah menyangka jika itu semua ada hubungannya dengan dia sebagai calon pengantin Katon Bagaskara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status