Share

Bab 4

Seumur-umur Karin tidak pernah tertarik untuk bersaing dengan gadis manapun, karena tanpa bersaing pun hidupnya sudah diperebutkan oleh banyak lelaki hingga membuatnya muak. Namun sepertinya Karin mulai memiliki firasat jika Tanya bisa saja menjadi saingan atau musuhnya. Hal ini dikarenakan entah Katon yang memang memiliki dua calon pengantin, atau Tanya yang sangat mendambakan Katon hingga berbohong menjadi calon pengantinnya.

"Karin!" tegur Dewi, karena Karin dari tadi hanya diam sambil menatap Tanya dengan tatapan kosong.

"Oh iya, kamu kenal Erna? Dia harusnya sih satu angkatan dengan kita karena dibawa kesini dua minggu sebelum aku," Karin mengalihkan topik pembicaraan.

Dewi terdiam sambil mengingat-ingat.

"Erna? Maksudmu Erna yang ditolak calon suaminya?"

"Apa? Dimana dia sekarang?"

"Dia kayaknya di kelas sebelah deh," Tak butuh waktu lama bagi Karin untuk segera berlari menuju kelas sebelah yang dimaksud Dewi.

"Karin!" panggil Dewi, lari tergopoh-gopoh menyusul Karin yang lebih dulu sampai di kelas sebelah.

"Erna!" teriak Karin dengan bola mata memutar sekeliling mencari sosok Erna.

Salah seorang siswi yang duduk di pojok belakang spontan berdiri dan berlari kecil menghampiri Karin. Matanya membelalak tak percaya dengan apa yang ada di depannya sekarang.

"Karin Nevada? Kamu Karin yang seangkatan sama aku? Yang ditaksir Erik?" cecarnya tak percaya.

Karin mengangguk cepat, senang sekali. Tak terasa air matanya menetes dan tanpa ragu memeluk Erna erat. Dia merasa tenang dan aman setelah melihat keadaan Erna yang tetap utuh dan baik-baik saja.

* * *

"Dia menolakku tepat di hari kedatanganku," aku Erna sembari menyeruput jus buah yang ada di depannya.

"Ha? Kok bisa?"

"Ya, dia bilang dia sudah menemukan cintanya yang sama-sama bangsawan iblis. Katanya dia tidak membutuhkan pewaris karena keluarganya tidak kaya."

"Kalau dia tidak membutuhkanmu, kenapa kamu dijemput?"

"Rin, setiap gadis warga Alfansa yang memiliki tato calon pengantin pasti akan dijemput," jelas Erna.

"Terus sekarang kamu gimana? Kamu nggak kembali ke Alfansa?"

Erna menunduk lemas, "Dalam setahun aku harus menemukan calon suami pengganti atau aku harus mati."

Karin menggeleng tak percaya. Matanya berkaca-kaca, merasa sangat kasihan dengan dilema yang dihadapi Erna saat ini. Bagaimana mungkin dia bisa menemukan pengganti hanya dalam setahun?

"Kalau gitu, aku bakal bantu kamu," tawar Karin mantap.

"By the way Rin, siapa calon suamimu?"

Karin terdiam, "Nanti bakal kukasih tahu."

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Kamu nggak kenal."

"Ya nggak apa-apa, Rin. Nggak semua cewek seberuntung Tanya bisa menjadi calon pengantin Katon penguasa negeri ini."

"Ngomong-ngomong, siapa Katon?" tanya Karin mendadak ingin tahu.

"Katon Bagaskara, calon pewaris keluarga Bagaskara yang berkuasa di negeri ini. Beberapa hari lalu asrama dibuat heboh dengan kedatangan Tanya yang mengaku calon pengantin Katon."

"Kamu pernah melihatnya?"

Erna mengangguk dengan mata yang tak lepas dari sepotong pizza di depannya, "Pernah sekali."

"Bagaimana wajahnya?"

"Hmm, yang jelas dia tampan. Namun wajahnya dingin menakutkan. Saat dia datang, semua orang pasti minggir nggak ada yang berani mendekat."

Karin mengangguk dengan banyak pikiran di kepalanya. Dia sangat yakin James bilang jika dia calon pengantin Katon Bagaskara, namun kenapa ada Tanya?

"Er, apakah mungkin seorang iblis punya dua calon pengantin?"

"Nggak mungkin Rin. Mereka hanya bisa menikah sekali. Kalau di tengah pernikahan mereka menyukai orang lain, mereka harus melepaskan yang lama," Erna menjelaskan pada Karin dengan bersemangat.

"Tapi Rin ... "

"Kenapa?"

"Kok aku nggak pernah tahu Katon nyamperin Tanya. Padahal satu sekolah."

"Katon sekolah di sini juga?"

"Iya. Walaupun katanya dia ke sekolah cuman menghabiskan waktu luang, nggak kayak kita yang benar-benar belajar."

"Katon datang!" seru salah seorang siswi yang duduk bergerombol di sebelah tempat duduk Karin dan Erna. Semua orang yang mendengarnya langsung berhamburan pergi meninggalkan kantin untuk menuju tempat dimana Katon berada.

"Rin, Katon datang! Kamu mau lihat dia nggak?"

"Mau!" jawab Karin lantang. Kemudian Erna bergegas mengajak Karin kembali ke gedung kelas, bergabung dengan kerumunan.

Saat mereka sudah berada di kerumunan, ternyata kerumunan orang-orang tersebut berada di depan kelas Karin. Karin dan Erna segera mendekat, dan Karin dapat melihat seorang laki-laki tinggi sedang berada di dalam kelasnya atau lebih tepatnya sedang membungkuk menggeledah laci mejanya.

"Karin, kenapa Katon menggeledah lacimu?" seru salah seorang teman sekelas Karin, yang disambut seruan dari banyak siswa yang berkerumun. Bahkan Erna terlihat sangat kaget hingga tak sadar memundurkan langkahnya menjauhi Karin.

"Jadi kamu Karin Nevada, calon istriku?" ucap suara berat yang tiba-tiba saja sudah di depan Karin. Matanya tajam dan dingin seakan bisa menghunus hati Karin kapanpun.

Semua seketika hening. Kerumunan yang semula berisik seperti perkumpulan lebah menjadi sunyi senyap tak ada yang berani bersuara. Laki-laki itu mendekat dan sedikit membungkuk untuk berhadap-hadapan langsung dengan wajah Karin. Wajah mereka berdua terlampau sangat dekat hingga Karin bisa merasakan hembusan nafasnya yang dingin.

"Selamat datang. Semoga kamu menikmati rumahmu yang baru," ucapnya pelan. "Aku Katon Bagaskara, calon suamimu."

Karin dapat melihat bola mata Katon yang berwarna hitam legam saat mereka berdua berdekatan, namun saat Katon mulai menjauh, mata itu berubah warna kehijauan seperti batu zamrud.

"Aku ingin bicara berdua saja denganmu," ajak Karin. Bukannya merasa takut seperti yang lain, Karin justru merasa sangat kesal saat melihat Katon. Akhirnya Karin melihat wajah orang yang membuat hidupnya selalu apes.

"Tentu saja," Katon memutar tubuh dan mulai berjalan diikuti Karin di belakangnya.

Tanpa diminta kerumunan para siswa segera memberi jalan kepada Katon dan Karin. Dan salah satu orang di tengah kerumunan itu adalah Tanya, yang menatap Karin dengan tatapan tak percaya.

* * *

"Ada apa?" tanya Katon setelah mereka berdua saja di atas atap sekolah yang kosong.

"Kenapa kau memilihku?"

"Hanya itu yang ingin kau tanyakan?" ejek Katon.

"Ya."

"Karena kau memang yang terpilih."

"Pasti ada alasan."

Katon tersenyum simpul. Dia berjalan mendekati Karin lalu mendorong tubuh gadis itu ke dinding. Katon menggapai pipi kiri Karin, mengusapnya dengan lembut.

"Harusnya kau senang aku sudah memilihmu."

"Aku lebih memilih jadi warga Alfansa."

"Oh ya? Jadi kau ingin pergi dari sini?" Katon menggenggam wajah Karin dengan kedua telapak tangannya. Bola matanya berubah hitam legam.

"Aku masih bisa melepaskanmu kalau kau mau. Tapi konsekuensinya kau harus mati jika tak mendapatkan penggantiku," bisik Katon tepat di telinga Karin. "Bagaimana? Kau bersedia?"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status