Hmm ...Zeze bisa menyembuhkan dirinya sendiri tapi merahasiakannya dari Pierre. Btw ada yang tau daun meniran. Freyaa kali ini makin buka-bukaan nih sebut bahan/tanaman yang bisa mendetoks racun haha. Ohya, saya ganti nama pena di sini ya, jadi pakai Freyaa. Lucy sudah tak ada lagi :) Well, thank you and i love you all
Begitu tiba di kediaman dari gedung serba guna, lepas memberikan hukuman untuk Hera dan Jason, Luca langsung pergi ke ruangan kamarnya, dimana Michele sedang menyusui Damon, putra mereka yang terlahir darurat namun selamat juga sangat sehat. "Jangan berbaring miring, nanti jahitannya Simon dalam dadamu bisa terbuka. Dia akan sedih kalau kau cidera lagi." Michele menegur Luca yang berbaring miring di samping tubuh putra mereka yang sedang menyusu. Luca langsung memberikan kecupan ke wajah chubby dan manis Michele, "Jangan kuatir, aku baik-baik aja." bisiknya lembut sambil merapatkan dada ke tubuh Damon yang fokus minum dari puncak buah dada Michele. "Maafkan aku ...karena diriku, kalian berdua hampir celaka." Sebelah tangan Michele yang sejak tadi membelai tangan Damon, kini mengusap wajah mendung Luca, "Sudah takdirnya lahir lebih cepat. Mungkin ia tak sabar ingin bertemu Lula." "Apakah pasangan itu sudah mendapatkan hukumannya?" lanjut Michele bertanya tentang Hera dan Jason. "
Luca yang sedang mendelik sinis pada Effren, tiba-tiba bibirnya berdesis dan sebelah tangan refleks menyentuh area dadanya."Kau kenapa? Apakah ngilu? Jangan terlalu emosi, oke?" Effren gegas meletakkan mangkuk bubur ke atas meja, kemudian meraba leher samping dan kening adik lelakinya itu dengan wajah panik. "A-aku ga apa-pa. Kau pulang aja." Luca menjawab terbata dengan kedua kelopak mata terpejam yang sebenarnya sudut matanya terus terbuka memperhatikan Effren. "Aku tak akan pulang. Aku telpon Mc Z dulu agar dia kemari." Effren mengeluarkan ponselnya dan tepat sebelum ia menekan nama Zetha di panggilan, Luca sudah merebutnya cepat dari tangan saudaranya itu. "Kau bohong padaku, kau tidak sakit?!" Effren langsung bertanya cepat setelah menyadari gerakan gesit Luca. Bonnie yang menjaga Hera dan Jason di aula, menggosok ujung hidungnya karena merasa lucu melihat Effren dan Luca masih saja saling usil, meskipun sekarang tingkah kedua orang itu jauh lebih menggemaskan dari sebelumnya
Tony berhasil kembali ke jalur balapan dan memenangkan balap liar di pinggiran kota Sorrento tersebut, diiringi oleh Owen beserta pasukannya yang terus mengawal. "Perempuan itu tewas dan aku mengambil kepalanya sebagai tanda untuk menagih janjimu!" Tony berbicara di panggilan telpon dimana Jessica menghubunginya lebih dulu setelah mengetahui kemenangannya. "Oke. Bawakan padaku besok. Lokasinya akan ku beritahu!" sahut Jessica yang terdengar ceria di nada bicaranya. Benar saja, Jessica berulang kali mengepalkan tangannya yang teracung tinggi, menyatakan selamat untuk dirinya sendiri karena Tony berhasil menyingkirkan Zeze. Sementara di tempat Tony berada, Owen menyeringai masam mendengar ucapan Tony di telpon yang menyebutkan Zeze telah tewas, gegas ia mendorong tubuh pria sanderaan mereka itu masuk ke dalam mobil yang kemudian dibawa ke suatu tempat. "Minta ponselnya, Owen." suara Luca mengalun pelan pada alat komunikasi di telinga Owen. Luca masih belum bisa mendapatkan posisi J
Zeze terkejut mendengar pemberitahuan Luca mengenai Felix butuh bantuan. Zeze sangat tahu kemampuan beladiri dan bertarung Pamannya, sangat tidak mudah dikalahkan. Gadis itu sudah lebih dulu bangun dan meloncat kemudian menghilang dari pandangan Simon. Felix adalah mantan prajurit Dubai sekaligus tangan kanan Ibrahim dahulunya. Tetapi kini, Felix terjungkal berkali-kali dan terkapar membatukkan darah segar keluar dari rongga mulutnya. Pria berpakaian hitam dengan tubuh lebih besar juga lebih tinggi dari Felix, kembali melangkah cepat hendak menghantam punggung Felix yang sedang tertelungkup terbatuk-batuk darah. "Hiyaaaaa ...!!" Zeze sudah berlari berkelebat dan 'Bugh ....' lutut Zeze langsung menyundul tubuh bagian depan prajurit yang mendekati Felix. Sang pria terkejut, langkah kakinya mundur beberapa kali, tetapi sama sekali tidak terjatuh. Sorot mata sang prajurit terlihat bersinar terang dibalik kacamata, begitu mengenali Zeze di depannya, target yang harus dilenyapkan!Zeze b
"Paman titip Nicca ya. Ini jarum kesukaanmu." Felix mengeluarkan sekotak jarum dari kantung celananya untuk diberikan pada Freyaa.Freyaa mengulum bibirnya sendiri, menatap kotak jarum, lalu memandang penuh harap ke netra Felix, "Eyaa boleh ikut dengan paman?" Felix berjongkok dan tersenyum lembut, ia memang sangat tak pandai membujuk wanita apalagi anak-anak. Namun justru sikapnya yang tak bisa membujuk tersebut terlihat jauh lebih jujur di mata Freyaa pun Veronica. Felix membelai pipi montok Freyaa yang sejak dari kediaman mereka di Palermo, tak ingin terpisah jauh darinya, "Paman Luca-mu mengirimkan titik koordinat Zee dan sepertinya saudarimu sedang dikepung musuh. Paman harus segera pergi untuk membantunya." Felix berhenti sejenak, menatap netra Freyaa yang bergerak-gerak memandangnya. "Setelah urusan Zee dan Simon selesai, paman janji akan membawanya pulang padamu. Oke?""Hansel dan Quince pergi ke Amalfi, jadi tak ada yang menjaga Nicca di dalam kamar. Kau mau 'kan bantu pama
Sejak Luca siuman, Effren tak berhenti-henti keluar masuk kamar adik lelakinya itu. Ada saja yang ia bawa sebagai alibi agar tak diusir oleh Luca. "Kenapa kau kemari lagi? Kau belum tidur atau mau tidur di kamarku?!" dengkus Luca sinis tanpa melihat kedatangan Effren yang membawa nampan berisi makanan untuknya. "Mc Z bilang, kau sudah boleh makan pangsit. Anjo tadi membuatnya." sahut Effren tak peduli sesinis apapun Luca, tetap berkata santai. Luca menoleh, memajukan bibirnya dan mengulum kekesalan, "Letakkan aja di situ. Nanti ku makan." ucap Luca sembari memberi kode ke arah nakas. Hanya ada mereka berdua di dalam kamar. Michele dan Lucy yang sebelumnya menemani Luca, telah pria itu suruh istirahat karena mereka akan sering terjaga menyusui bayi tanpa kenal waktu dan jam. Effren menarik kursi ke sebelah ranjang hidroulik tempat Luca berbaring, "Buka mulutmu, aku suapi. cepatlah ...aaaakkk ..." "Stop, Effren! Dari sekian banyak pelayan di kediaman ini, kenapa harus kau yang meny