"Kamu yakin mereka akan melakukan transaksi di sini?"Mata elangnya menyorot tajam ke arah ruang gelap. Bola mata hitam kecokelatan beredar ke seluruh lapang, di mana banyak pohon pinus menjulang tinggi. Telinga dan matanya bak burung hantu yang sedang mengidentifikasi mangsa. Meski gelap, namun semua terasa jelas. Tajam bak pedang yang siap menghunus, membabat habis musuhnya. "Menurut informasi yang aku dapat, mereka akan mengadakan transaksi di sini.""Di hutan pinus ini?" "Ya."Deru napas mereka terdengar sangat halus, mungkin karena sudah terbiasa dan mahir dalam menyelinap hingga keduanya pandai memperhalus suara napas mereka hingga tak mampu terdeteksi oleh musuh. Bahkan suara obrolan mereka pun sangat lirih, semut saja hampir tidak bisa mendengar."Tuan." Sembari mencekal lengan Astin.Astin mengarahkan mata elangnya pada tangan Marlin di lengannya, lalu beralih pada wajah khawatir Marlin. Dari sorot mata mengisyaratkan agar Marlin tidak perlu khawatir."Hati-hati!" lirih Ma
"Terima kasih."Dalam kelebat cepat, Astin masih sempat mengucapkan terima kasih atas penyelamatan Marlin untuknya sehingga lolos dari sabetan musuh.Dengan cepat Astin telah berdiri dengan aksinya yang memukau. Marlin berdiri tepat di belakangnya. Mereka saling beradu punggung dengan sikap siap menyerang dan menangkis semua kemungkinan yang akan terjadi."Tuan, jangan pergi jauh dariku!" Marlin berharap Astin tidak menjauh agar dia bisa tetap melindunginya. Karena bagaimanapun kondisi tubuh Astin belum optimal."Aku tidak butuh ocehanmu! Musuh kita tidak sedikit," balas Astin dengan penekanan agar pria itu tidak terlalu khawatir padanya. "Lukamu belum sembuh," balas Marlin di antara kesibukannya menangkis dan menyerang musuh."Jangan banyak bicara!" ucap Astin kesal sembari menangkis sebuah serangan yang hampir saja menghantam kepalanya.Menurutnya, ocehan Marlin membuat kosentrasinya sedikit buyar. Dia juga yakin Marlin tidak terlalu fokus pada musuh karena mengkhawatirkan diriny
"Sial! Malam ini aku gagal," ucap Astin dengan nada kecewa dan marah.Mereka berhasil lolos setelah Marlin memaksa dan menyeretnya pergi karena melihat bayangan beberapa orang datang ke arah mereka."Maafkan aku." Marlin masih merasa kegagalan ini adalah ulah bodohnya. Astin menegakkan wajah menatap pria yang terlihat kacau dan lelah. Perlahan mendekat dan menepuk pundak Marlin dengan cukup keras, lalu tersenyum di antara napas terengah dan cepat."Ini pilihan yang tepat," ucapnya tidak menyalahkan Marlin."Tapi kita gagal. Kita tidak bisa mendapatkan informasi tentang ketua mereka. Kita juga tidak berhasil membawa salah satu dari mereka untuk kita siksa. Crico juga tidak mendapatkan makanan gratis hari ini." Marlin menatap mata Astin dengan rasa bersalah."No. Siapa bilang kita tidak mendapatkan apa-apa? Kita dapat ini." Astin mengangkat koper hitam yang berhasil dia bawa lari."Wow! Kau mendapatkannya?" Mata Marlin terbelalak senang."Ya, biarpun kita tidak mendatangkan mainan untu
"Untuk apa kita di sini? Membuang waktu saja," gerutu Astin.Astin merasa Marlin telah membuang waktunya malam ini. Marlin memaksanya pergi ke cafe tanpa alasan yang jelas. Padahal kehidupan cafe bukanlah suasana yang disenangi. Sangat jarang Astin datang dan nongkrong di cafe, apalagi tidak ada tujuan yang jelas."Sesekali hibur dirimu!" ucap Marlin sembari menyodorkan cangkir berisi kopi pada Astin."Aku tidak butuh hiburan semacam ini, Marlin. Hanya mengotori mataku saja."Marlin tersenyum mendengar jawaban Astin."Bagaimana kalau salah satu orang yang kamu cari ada di sini?" Tubuh Marlin condong mendekati Astin.Mata Astin membulat tajam menatap Marlin.Marlin sendiri tersenyum tipis melihat Asin tidak dapat berkata-kata lagi dan tidak lagi menyalahkan dirinya. Keduanya kembali menikmati minuman yang telah mereka pesan."Lihat!" ucap Marlin menunjuk ke arah kanan menggunakan sorot mata.Astin langsung menoleh mengikuti arah pandang Marlin."Bukankah kamu ingin tau tentang wanita m
"Lepaskan wanita itu, Tuan!"Bukan hanya perhatian Alard yang berpindah dan kaget mendengar perintah itu, Karely yang sedang berusaha melepaskan diri pun ikut mengarahkan mata pada pemilik suara. Dia tidak menyangka ada pengunjung cafe yang berani ikut campur dan beurusan dengan Alard, makanya Karely terkejut.Alard menyeringai sombong dan angkuh."Mau jadi pahlawan untuk wanita ini?" Alard meremehkan.Astin tertawa kecil. Meski Alard memasang wajah galak, bengis dan bossy, juga beberapa pria siap dengan tinju mengepal, Asin tetap berdiri dengan tenang. Sedangkan Marlin tetap duduk dengan tenang memperhatikan. Meski begitu, dia juga telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi bila keselamatan Astin terancam."Bukan pahlawan, Tuan. Mana berani aku melawan Anda?" Astin berlagak bodoh dan polos berjalan mendekati Alard."Tuan, orang seperti Anda memperlakukan wanita dengan kasar, rasanya hanya akan merusak reputasi Anda saja," ucap Astin menepuk pundak Alard, tapi ekor matany
"Bagaimana pria itu? Apa sudah kamu bereskan?""Sesuai dengan perintahmu," jawab Marlin menyambut kedatangan Astin di markas mereka.Setelah semalam terjadi keributan di cafe dan Astin membiarkan Karely pergi begitu saja, baru siang ini dia datang mengunjungi markas. Bahkan dalam kepalanya tidak ada lagi nama Karely. Dia tidak lagi memikirkan untuk mengenal wanita itu."Tuan."Semua orang membungkuk saat Astin berjalan memasuki rumah besar dikelilingi tembok tinggi setelah seseorang membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Pintu pagarnya pun terbuat dari bahan yang tangguh dan tertutup rapat dengan penjagaan ketat. "Apa dia sudah buka mulut?" tanyanya sembari terus berjalan."Sepertinya pria ini memilih mati.""Kita lihat, setelah bertemu denganku, apakah dia masih tutup mulut," ucapnya dengan seringai kejam"Sepertinya orang ini hanya tikus kecil saja," ucap Marlin terus berjalan beriringan dengan Astin.Astin menghentikan langkah, lalu membagi pandang pada beberapa pria di belakang
"Ada apa ke sini?" "Apa aku tidak boleh datang menemuimu?" Nancy menanggapi dengan santai, lalu merebahkan diri di atas sofa.Respon Astin dingin saat Nancy datang ke rumah menemuinya tanpa dia undang. Padahal rencananya hari ini dia ingin istirahat. Bukan hanya istirahat dari pengejar tikus-tikus pengganggu saja, melainkan istirahat juga dari aktifitas pekerjaan kantornya.Astin hanya melihatnya menggunakan ekor mata. Dia masih tetap duduk malas bergeming."Aku sedang turun jaga, makanya aku ke sini," jawab Nancy melakukan hal yang sama, menjawab dengan malas dan santai."Kenapa tidak istirahat? Bukankah pekerjaan sebagai dokter bedah cukup melelahkan?" Kali ini mata dan pandangan Astin penuh ke arah Nancy.Terdengar tawa kecil dari bibir mungil Nancy. Wanita cantik itu berprofesi sebagai dokter bedah di sebuah rumah sakit yang cukup besar di kota. Saat waktu senggang atau setelah selesai dengan tugasnya, Nancy akan lebih banyak menghabiskan waktu di marka
"Marlin, kamu yakin mereka akan melakukan transaksi di tempat seramai ini?" Astin mengedarkan pandang ke sekitar.Dia merasa tidak yakin ada transaksi gelap dalam keramaian, di sekitar pasar swalayan. Terlebih saat itu adalah siang hari, di mana banyak orang melakukan aktifitas.Mendengar pertanyaan Astin dan juga melihat keramaian tempat itu, tiba-tiba Marlin pun merasa tidak yakin. Hanya saja info yang dia dapat tidak akan salah."Aku rasa ada tempat rahasia yang mereka gunakan untuk melakukan transaksi itu. Mungkin juga mereka memilih tempat ramai untuk meminimalisir kecurigaan polisi," ucap Marlin sembari terus mengedarkan pandang juga."Tapi sejak tadi kita berada di sini, aku tidak melihat ada gerak-gerik mencurigakan di antara pengunjung pasar."Sudah hampir satu jam mereka menunggu sembari menikmati secangkir kopi di sebuah kedai. Keduanya terus waspada. Mata mereka terus mengawasi, tidak pernah berhenti mencari pergerakan mencurigakan di sekitar.Bar