Share

Chapter 6

Menatap cermin tengah mengeringkan rambutnya yang basah. Leoni sibuk dengan dirinya sendiri. Sementara dari balik cermin di hadapanya, bisa ia lihat Tavel yang juga tengah bersiap sembari di bantu oleh seorang pelayan. Leoni tak mempedulikannya sama sekali.

Ia telah siap dengan stelan kerjanya yang rapi. Kemeja berwarna peach berpadu dengan rok slim fit berwarna hitam. Cantik amat menawan pesona wanita dua puluh tujuh tahun itu.

Setelah siap dengan semua urusannya di dalam kamar, Leoni melenggangkan kakinya pergi. Ia tolak tangan Tavel yang mencoba meraihnya dengan acuh tak acuh pun terus melenggang pergi. Pria yang terang-terangan ditolak itu hanya menyunggingkan senyumannya tipis.

"Morning, My sweetheart." Sang ibu mertua—Deliana Darby—menyambutnya dengan hangat.

Lantas, Leoni peluk tubuh Deliana yang duduk di kursi meja makan dengan hangat, pun ia kecup singkap pipi kiri ibu mertuanya. "Morning, Mom." Ia melakukan hal yang sama untuk menyapa sang ayah mertua—Peto Miller. "Morning, Dad."

"Morning, My darling," balas Peto balik mengecup pipi kanan Leoni amat hangat.

Xander telah berada di sanasejak tadi. Ia tatapi terus tingkah manis kakak iparnya itu. Saat Leoni meliriknya dan pandangan mereka bertemu, pria ini mengangkat sebelah alisnya menggoda.

'Bagaimana denganku?' Xander berbicara tanpa suara. Kontan mendapatkan jelingan mata dari Leoni.

Duduk di dirinya pada kursi samping Xander. Sialannya. Kenapa harus di samping pria yang amat sangat ingin ia hindari.

Dari arah samping terdengar suara roda berputar. Tavel hadir masuk ke dalam ruang makan dibantu oleh pelayan yang senantiasa mendorong kursi rodanya. Tidak ada satupun dari mereka yang berani bertanya kenapa Leoni tidak datang bersama suaminya, dan mereka malah datang secara terpisah.

"Kenapa bukan kau yang mendorongnya, kakak ipar?" Kecuali yang satu ini. Berani-beraninya ia bertanya, menekankan nada bicara pada dua kata terakhir.

Menggerakan netranya ke samping, diikuti oleh wajah cantiknya yang menoleh. Ia ulas senyum tipisnya seramah mungkin untuk adik ipar gilanya itu. "Suamiku berkata ia akan terlambat ke meja makan karena kepalanya yang sakit," dalih Leoni, lalu ia memandang ke arah Tavel Moore yang mendekat ke arahnya. "Bagaimana pusingmu? Apakah sudah reda?"

"Sudah lebih baik, tidak perlu khawatir," balas Tavel. Ia elus lembut pipi Leoni pun menatapnya dengan sayu redup.

Sementara Leoni hanya bisa terseyum menahan kekesalan hatinya karena tingkah dua saudara keparat itu. Benar-benar menyebalkan. Tidak ada satupun yang waras di antara mereka. Bermain wanita pun gila selangkangan. MUngkinkah ini sebuah bakat yang diwariskan.

Sesaat, Leoni menatap Peto dengan penuh selidik. Hingga pria paruh baya namun tetap gagah nan modis itu berdeham samar merasakan aura tidak nyaman dari tegangan kuat tatapan menantunya.

"Mari kita mulai sarapannya." Deliana meminta para pelayan yang berdiri di belakang meja makan untuk menyajikan makanan.

Para pelayan mulai menyajikan makanan ke dalam piring masing-masing tuannya. Sementara mereka melakukan tugas dengan cekatan, di bawah meja kaki seseorang terus saja bergerak untuk menganggu.

Leoni menyilangkan kaki kananya untuk bertumpu pada kaki kiri agar kaki sialan Xander berhenti mengelusnya di bawah sana. Gila sungguh gila tingkat keberanian keparat yang satu ini. Di dalam ruang makan serta seluruh anggota keluarga berada di sana, ia tetap berani melakukan hal-hal aneh pada Leoni.

"Seharusnya kau tidak kabur tadi malam," bisik Xander amat pelan di samping wajah Leoni, hingga hanya Leoni yang bisa mendengar bisikannya. "Kenapa kau lari sementara tubuhmu telah bergetar menikmatinya?"

Dia menghentakan alat makanya ke atas meja dengan sengaja. Membuat bunyi nyaring serta seluruh atensi mengarah padanya.

"Ah~ Maafkan aku. Aku baru ingat memiliki janji temu penting hari ini. Aku akan pergi lebih dulu," pamitnya seraya beranjak.

Kaki jenjangnya melenggang dengan cepat meninggalkan ruang makan. Dirinya pergi sebelum mendapatkan jawaban apapun dari orang-orang di asana.

Dia masuk ke dalam mobilnya yang telah terparkir di halaman depan mansion. Duduk menyender seraya mengurut pangkal hidungnya yang pening.

Gila sungguh gila. Ia memejamkan matanya lantas kembali teringat kejadian tadi malam di mana dirinya bertemu Xander di ujung lorong lalu tiba-tiba pria itu menariknya masuk ke dalam kamar.

Jemari-jemari pria itu yang lancang menelusup ke dalam baju tidurnya yang tipis. berbisik pun terus menggoda Leoni dengan tidak tahu malu.

"Benar-benar membuat hari-hariku sial," umpatnya.

Menghidupkan mesin mobilnya yang garang, dengan cekatan ia membelokan stir melaju keluar dari area mansion mewah tersebut. Melaju dengan kecepatan rata-rata. Mobil mahal berwaran putih itu terhenti tepat di depan sebuah gedung apartement.

Seorang wanita cantik nan seksi masuk ke dalam mobil. Duduk di samping Leoni yang mengemudi. Kizzie Foster menatap sahabatnya dengan kerutan halus pada dahi.

"Pagi-pagi sekali kau membangunkanku, Honey. Ada apa? Kenapa kau telah rapi dengan pakaian kerjamu? Bukankah seharusnya kau masih tidur nyenyak di atas ranjang setelah lelah melakukan malam pertama dengan suamimu."

"Persetan dengan malam pertama," tukas Leoni. Pandanganya tetap tertuju pada jalanan dan fokus mengemudi. "Berada di sana hanya membuatku gila."

"Why? Di kelilingi oleh pria tampan keluarga Miller adalah dambaan setiap wanita." Kizzie mengulum senyumannya.

Leoni berdecak samar. "Wanita gila yang haus akan belaian di selangkangannya tentu saja menginginkan itu. Tidak denganku."

"Kau benar-benar tidak tertarik dengan salah satu dari mereka?"

"Sama sekali tidak," tandas Leoni.

Mobil mewah itu tepat terhenti di depan sebuah toko yang memiliki nama brand terkenal. Dua wanita cantik turun dari mobil pun sama-sama melenggang masuk ke dalam.

"Apa yang harus kubeli untuk menghabiskan uangnya," gumam Leoni, menilik ke dalam toko dengan barang-barang wanita seperti tas, sepatu, serta aksesoris lainnya.

Ia akan menghabiskan uang hasil debatnya bersama Xander tadi malam. Di mana Xander yang terus menggoda serta mendesaknya menggunakan malam pertama mereka. Menghasut Leoni untuk melakukannya lagi. Damn!

Mengatakan dengan lantang jika kejadian malam pertama itu terjadi sebab Leoni telah membeli jasa Xander menggunakan uangnya. Tidak ragu ia memberikan sebuah cek kosong untuk Xander tulis sendiri nominal yang dia inginkan. Namun, pria itu berakhir dengan menyobek lembaran cek kosong itu tadi malam, dan berbalik memberikan Leoni kartu debitnya karena ingin membayar jasa Leoni.

Pria gila. Leoni tidak habis pikir dengan dua kejadian yang terjadi di malam pertama pernikahannya. Terang-terangan digoda oleh dua pria hidung belang yang bersaudara. Sama-sama aneh, menyebalkan, serta vulgar.

"Kurasa aku akan gila," adunya pada Kizzie.

Kizzie berdecak seraya menggeleng melihat tingkah sahabatnya. "Kau memang sudah gila. Leoni."

******

Bersambung ....

Jangan lupa untuk memberikan ulasan kalian untuk terus menyemangati Author yaaa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status