“Bang, naik motor aja ya ... biar kita bisa datangin satu persatu pengrajin juga toko-toko yang menghasilkan perhiasan,” ujar Kejora membuka pembicaraannya pagi ini.Semenjak semalam mereka tiba di cottage hingga bangun di pagi hari gadis itu seakan menutup rapat mulutnya.Biarpun begitu, ekspresi wajahnya tidak ada yang berubah menjadi sedih maupun memberengut, bahkan senyum kecil tersungging ketika mereka berpapasan di depan kamar mandi.“Kamu enggak takut sinar matahari?” Arjuna bertanya seraya menaikan satu alisnya.“Nope!” Kejora menjawab cepat disertai gelengan kepala.“Selesai sarapan kita pergi,” putus Arjuna yang mendapat anggukan cepat dari Kejora.“Mau kemana?” Kening Arjuna terlipat dalam tatkala Kejora bangkit dari kursinya.“Mau ambil makanan lagi, Kejora harus banyak makan karena seharian kita akan berburu perhiasan,” jawabnya santai kemudian berlalu menuju stand-stand yang tersaji di restoran.Arjuna mendengus geli, semenjak mengenal Kejora—ia memperhatikan jika gadis
Arjuna mendongak dari macbooknya, mengembuskan napas kasar kemudian menyimpan benda itu ke dalam tas.Sejujurnya ia ingin menghabiskan satu hari lagi di pulau yang seperti Surga dunia ini, jauh dari penatnya pekerjaan dan bisingnya suara kendaraan.Namun tadi sang sahabat menghubungi berkali-kali dan mengatakan jika pekerjaan telah menanti.Belum lagi sang sekertaris yang mengirim banyak email mengenai apa lagi jika bukan data-data perkembangan perusahaan.Terpaksa besok pagi mereka harus kembali ke Jerman, Kama sudah meminta sekertarisnya membelikan tiket pesawat untuk dua orang.Tapi yang terpenting perhiasan untuk sang wanita pujaan hati telah ia dapatkan.Bibir Arjuna melengkungkan sebuah senyum, binar di matanya sama berkilauan dengan perhiasan yang baru saja ia beli.Rencananya, ia akan memberikan gelang untuk Elma dan anting untuk sang Mommy.Cincin bertahtakan mutiara paling mahal dengan batang yang terbuat dari emas dua puluh empat karat itu mungkin akan ia simpan sementara w
“Jadi bagaimana tanggapannya setelah kamu memberi perhiasan mutiara itu?” King bertanya kepada Arjuna setelah sang sahabat menceritakan mengenai liburannya ke Lombok hanya untuk membeli oleh-oleh untuk sang pujian hati.Arjuna melewatkan Kejora dalam ceritanya. Ia sulit mengartikan hubungannya dengan Kejora dan juga bukan karakter Arjuna untuk membicarakan atau mengeluhkan seorang wanita.“Dia hanya mengucapkan terimakasih tanpa membukanya karena memang saat itu kita harus bertemu klien,” Arjuna menjawab kemudian menyesap kopinya.Semenjak King mengurus perusahaannya di kota ini, mereka sering kali bertemu baik itu makan siang atau sekedar menikmati kopi sepulang kerja.Banyak yang mereka bicarakan, mulai dari teman semasa sekolah dulu atau terkadang bertukar pikiran membahas bisnis.Mungkin karena bisnis yang mereka geluti berbeda jenis sehingga tidak ada persaingan di antara keduanya.Seperti siang ini, Arjuna menjemput King di kantornya dan memilih sebuah restoran mewah yang berada
“Baaaang,” panggil Kejora lemah.“Apa?” Arjuna beranjak dari kursi, melangkah mendekat ke arah ranjang hidrolik tempat Kejora terbaring.Mencari tau apa Kejora membutuhkan sesuatu.“Ngantuk,” balas Kejora. Tangannya meraih tangan Arjuna kemudian menggenggamnya erat.“Separah apa kaki kamu?” Arjuna duduk di tepi ranjang, tidak membalas genggaman Kejora tapi menempatkan tangannya dan tangan gadis itu di atas paha.“Cuma retak.” Arjuna mengembuskan napas pelan. “Hubungi dulu Kalila, setelah itu tidurlah.” “Abang aja, nih pake hape Kejora ... Kejora ngantuk banget.” Kejora memberikan ponselnya pada Arjuna kemudian merubah posisi tidurnya.Tangan yang tadi menggenggam tangan Arjuna kini beralih memeluk pinggang pria itu.“Kejora!” Arjuna berseru tatkala gadis itu memeluk pinggangnya.“Kejora lagi sakit, Bang ... sebentar aja sampai Kejora bobo,” rengek Kejora dan mana bisa Arjuna menolak.Kening Arjuna berkerut tapi membiarkan Kejora melakukan apa yang diinginkan gadis itu terhadap tubuh
“This way ...,” kata King menunjukan jalan di lorong rumah sakit menuju kamar rawat Kejora.Kalila mengikuti dari belakang kemudian menghentikan langkah karena pria bertubuh tegap dengan otot yang memperolok lengan bajunya itu pun berhenti.“No, this way!” ujarnya lagi memutar tubuh.“Goosshhh!” Kalila mengesah seraya merotasi bola matanya.Malam semakin larut dan lorong rumah sakit itu tampak sepi juga menyeramkan.“Sebenarnya kamu tau jalan enggak sih!” Kalila berseru kesal menghentakan heelsnya mendahului King.Pasalnya dalam perjalanan menuju rumah sakit tadi, King membawanya berputar-putar.Pria itu mengatakan jika belum hapal jalanan di kota sehingga mereka tersasar cukup jauh.Berkali-kali ia meminta King untuk menggunakan aplikasi penunjuk jalan tapi pria itu menolak dengan alasan tidak menyukai nada kaku si wanita dari aplikasi tersebut.Sangat mengada-ngada memang tapi Kalila sendiri tidak berbuat banyak dan memasrahkannya pada King.Lalu sekarang, King juga membawanya berpu
Arjuna menatap sang sahabat penuh curiga, sengaja matanya memicing agar King terintimidasi.“Aku ingin mendapatkan Kalila,” ujar King tanpa berniat menutupi perasaannya.“Bisa dibilang Kalila itu saudara angkatku, King ... kamu cari lah wanita lain.” Arjuna sudah menduga niat King kepada Kalila.“Apa maksudmu, aku ingin memiliki Kalila seutuhnya ... hingga maut memisahkan.” Kalimat gombalan yang sering King ucapkan kepada para gadis membuat Arjuna merotasi bola matanya.King tertawa pelan seraya menggeleng samar. “Aku serius ... dia wanita yang aku kira sebagai karyawanmu dan saat itu memintamu mengajaknya ke night club,” ujar King mengingatkan tapi Arjuna masih tidak percaya jika King akan serius kepada Kalila mengingat sepak terjang sahabatnya dengan banyak wanita.“Dan beberapa bulan berlalu, kamu masih memikirkannya?” “Tepat sekali!” King berseru.“Kamu pikir aku percaya!” ledek Arjuna kemudian.Kali ini King tergelak, menertawakan dirinya sendiri yang terlalu playboy sehingga Ar
“Apa yang kamu lakukan?!” Kalimat itu bukan pertanyaan melainkan seruan pasalnya Kalila sambil melayangkan tatapan tajam kearah King. “Aku?” King malah balik bertanya.“Siapa lagi? Kamu pikir ada siapa lagi di sini selain kamu yang ingin ikut masuk ke dalam rumah?” “Oh ... aku tadi dimintai pesan oleh Kejora untuk menemanimu karena kamu penakut,” balas King santai.Kening Kalila terlipat dalam, ia berpikir kapan Kejora mengatakannya pada King?Seingatnya tidak sedikitpun King tampak berbincang berdua dengan Kejora, bahkan pria itu mendekati Kejora hanya pada saat akan pamit pulang.Dan kenapa juga pria kaya raya yang sialnya sangat tampan ini memaksa ingin mengantarnya pulang sekaligus ingin menemaninya?“Melalui pesan, perlu aku perlihatkan?” King merogoh ponselnya untuk ia berikan kepada Kalila.Di dalam hati King ketar ketir karena tidak satupun pesan yang Kejora kirim selain itu dirinya tidak begitu dekat dengan Kejora sehingga bisa saling mengetahui nomor ponsel masing-masing.
Kalila menapaki anak tangga di kantornya tidak semangat seperti hari-hari yang lalu.Bukan sedang dalam keadaan sedih juga tapi karena sedang menikmati moment yang akan ia rindukan dikantornya ini.Tepat setelah sang Kakak kembar menikah dengan calon istrinya, ia akan hijrah ke Jerman untuk memegang perusahaan milik keluarganya di sana. Setiap hari Kalila memilih menaiki tangga untuk sampai di lantai tujuh di mana ruangannya berada.Apalagi kalau bukan untuk merampingkan tubuhnya, itu kenapa Kalila tidak mengenal kata diet.Dimanapun, Kalila selalu memilih naik dan turun gedung melalui tangga.Tapi sebetulnya bukan hanya moment naik dan turun di tangga gedung ini saja yang akan membuat Kalila rindu nantinya tapi dengan siapa Kalila kerap kali melakukannya.Siapa lagi jika bukan sang sekertaris tampan Elvano, pria itu yang selalu menemani Kalila naik turun tangga jika mereka tidak sengaja bertemu di pagi hari atau selalu keduanya lakukan setiap sore sepulang kerja dan saat di tengah-t