Pria paruh baya yang masih memiliki tubuh tegap dan ketampanan yang belum memudar itu melirik arloji di pergelangan tangannya.
berwajah masam, lidahnya pun berdecak kesal.
Dua puluh menit berlalu dan si bungsu belum juga tiba di restoran yang telah mereka janjikan.
Narendra nama pria itu bersama Aura sang istri baru saja tiba di Bandara dan bergegas menuju restoran bahkan koper mereka masih berada di dalam mobil.
Dua bulan lalu si bungsu menghubunginya dan menceritakan jika dirinya sedang dirundung resah, gundah dan gulana yang disebabkan oleh seorang lelaki.
Rendra tidak tau seperti apa laki-laki yang bisa membuat seorang Kejora galau karena bahkan anak presiden di Negaranya pernah menyatakan cinta dan gadis itu menolak mentah-mentah.
Belum lagi ketika pertukaran pelajar di Negara tetangga sewaktu SMA, Kejora pernah dikejar-kejar cinta anak Sultan dari Negara kecil dengan kekayaannya yang melimpah.
Sempat menjalin kasih selama enam bulan bersama anak Sultan tersebut sampai akhirnya dengan tegas Kejora menolak lamaran sang anak Sultan yang terkenal sangat tampan dan juga memiliki banyak prestasi dalam bidang pendidikan dan olah raga hanya karena lelaki itu terlalu posesif menyukainya.
Setiap satu jam sekali Kejora mendapatkan chat dari sang kekasih hingga membuatnya sesak nafas.
Belum lagi sekembalinya ke Indonesia, Kejora seperti merasa diikuti dan diawasi yang tidak lain oleh orang-orang suruhan anak Sultan tersebut.
Dan kali ini Kejora mengatakan bahwa ia menyukai seorang lelaki dan lelaki itu tidak merespon.
Awalnya Rendra menganggap bila rasa itu hanya rasa biasa yang akan hilang seiring berjalannya waktu tapi dua bulan sudah si anak bungsu merengek setiap hari menceritakan kegelisahannya hingga membuat Rendra khawatir.
Maka Rendra menyempatkan waktunya membawa Aura-sang istri pergi ke Jerman untuk mengunjungi Kejora.
Rendra menghembuskan nafas kasar, istrinya juga yang sedari tadi pergi ke toilet masih belum kembali.
Apa istrinya sedang mengadakan arisan di dalam sana sehingga lupa bila suaminya sudah menunggu lama di meja dengan dua kursi kosong tersisa.
Sementara di rest room dua wanita cantik di awal umur empat puluhan memakai pakaian berkelas yang sedang trend pada jamannya, sibuk merapihkan riasan.
Keduanya tidak menyadari bila mereka saling mengenal namun terlalu lama tidak berjumpa hingga lupa akan wajah satu sama lain.
“Oops ..., yaaa basah!” Aura berseru ketika memutar kran terlalu kencang sehingga blouse berwarna navy yang dikenakannya terciprat air.
Mendengar kalimat bahasa Indonesia keluar dari bibir wanita di sebelahnya membuat Alisha-si wanita satunya yang sudah berpuluh tahun lamanya tidak mengunjungi Indonesia merasakan rindu yang mulai mendera hati.
Mengambil tissue yang tergantung di dinding, Alisha memberikannya kepada Aura yang masih belum ia kenali kemudian berkata, “Coba keringkan dengan tissue ini ... tissue ini memiliki daya serap yang kuat.”
“Terimakasih,” kata Aura kemudian menyaut tissue di tangan Alisha lalu tersenyum menatapnya.
Alisha juga balas menatap Aura dan seperti ada yang memberi komando, senyum mereka pudar seiring dengan genangan buliran bening yang telah berkumpul di pelupuk mata.
Keduanya masih saling menatap cukup lama, hingga Alisha yang membuka suaranya terlebih dahulu.
“A ... Aura?”
Suara serak, Alisha keluarkan. Tenggorokannya tercekat akibat dada yang terasa sesak oleh ledakan emosi.
Aura mengangguk kemudian lolos satu tetes buliran kristal dari sudut matanya.
“Kak Alisha,” balasnya yang langsung mendapat pelukan dari Alisha.
Keduanya saling memeluk sambil berderai air mata, seolah melepas rindu yang puluhan tahun membelenggu mereka.
Tanpa kedua wanita cantik itu ketahui, ternyata di area restoran pun kegaduhan sempat terjadi.
Awalnya Rendra tidak menyadari tapi ketika ia terlalu lama menunggu sang istri yang berada di toilet, membuat matanya memindai sekeliling dan jatuh pada pria yang sedang memainkan ponsel di sebelah mejanya.
“Ben?” panggil Rendra, seketika Ben menoleh.
“Tuan Narendra?” Ben menyapa balik, keningnya berkerut seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Apa kau tau, orang tuaku mencarimu dan Alisha kesana kemari hingga Ibuku sempat sakit beberapa lama karena merindukan anak angkatnya!” sentak Rendra membuat pengunjung yang berada di sekitarnya menoleh.
“Woow, wooow, tenanglah dulu Tuan Narendra ... untuk itu aku minta maaf—“
“Abang?”
Suara yang sudah lama sekali tidak Rendra dengar menyela kalimat Ben sekaligus membuatnya menoleh.
Rendra melihat Alisha sedang menggandeng tangan istrinya.
“Tadi kita ketemu di restroom,” Aura berujar, menjawab pertanyaan yang belum sempat Rendra lontarkan.
Ben-suami dari Alisha, meminta pelayan menyatukan meja mereka agar sang istri bisa melepas rindu dengan keluarga angkatnya.
Alisha menjelaskan semuanya pada Rendra kenapa dirinya memilih menghilang, juga tentang kehidupannya bersama Ben selama ini.
Keempat orang yang sudah berumur itu terlibat perbincangan serius, ada tangis juga tawa menyertai hingga akhirnya seorang pria muda tampan menghampiri.
“Mom ... Dad,” sapa pria muda itu lalu memberikan kecupan di pipi kiri dan kanan Alisha.
“Ini anak kami satu-satunya, Arjuna Bernard Folke ... Folke adalah nama gadis Ibuku, setelah Ayahku mencoret namaku dari hak waris karena menikahi Alisha maka aku mengganti nama belakangku dan seharusnya kalian tidak memanggilku dengan sebutan Ben lagi,” tutur Ben menjelaskan.
“Tapi aku suka memanggilmu dengan nama itu,” ujar Rendra menolak keinginan Ben sambil tertawa.
“Juna, kenalin ini keluarga angkat Mom sewaktu di Indonesia ...,” Alisha memperkenalkan Aura dan Rendra.
“Hallo Om ... Tante,” sapa Arjuna menggunakan bahasa Indonesia.
Tentu saja Arjuna sangat fasih bahasa Indonesia karena Alisha selalu menggunakan bahasa Indonesia setiap kali berbicara dengan anak semata wayangnya.
“Hallo sayang, ya ampun kamu ganteng banget!” puji Aura menghasilkan sikutan di lengannya dari sang suami.
Rendra tidak pernah berhenti posesif meski umurnya sudah tidak lagi muda dan usia pernikahan mereka yang telah menginjak puluhan tahun.
Baru saja Arjuna akan duduk, terdengar suara cempreng dari belakangnya membuat tubuh lelaki itu menegang.
“Ayaaaaah ... Bundaaaa ....,” teriak Kejora sambil berlari memburu kedua orang tuanya yang telah beberapa bulan tidak berjumpa.
Kejora memeluk erat Rendra dan Aura, tidak lupa memberikan banyak kecupan di wajah mereka berdua.
Gadis itu belum menyadari jika ada tiga orang lain di meja itu yang menatapnya dengan tatapan berbeda.
“Sayang, kenalin ini Tante Alisha yang sering Oma Rena ceritain ... Ini Om Ben suaminya dan Ini Arjuna an—“ ucapan Aura terjeda.
“My Arjunaaaaa,” teriak Kejora menyela, berhamburan memeluk Arjuna dari belakang membuat kedua orang tuanya juga orang tua Arjuna tercengang.
Arjuna bergerak gelisah, sesekali menghela pelan tangan Kejora yang sedang berusaha memeluknya, agar kedua orang tua sang gadis tidak tersinggung.
“Ayah ... Bunda, ini cowok yang ngancurin mood Kejora dua bulan ini, dia enggak telepon Kejora padahal Kejora udah nabrak mobilnya waktu di kampus ... tiap hari Kejora tungguin ... Ayah, Bunda ... kawinin Kejora sama Bang Juna ya!” celoteh Kejora membuat Rendra dan Aura saling melempar tatap dengan mata dan mulut yang terbuka lebar.
Bagaikan de javu, kisah lama mungkin akan terulang kembali.
“Morning my handsome Daddy,” sambut Angel yang sudah duduk di meja makan.“Selamat pagi Putri Daddy yang paling cantik,” balas King menggunakan bahasa Indonesia agar anak-anaknya tidak melupakan tanah kelahiran sang MommyKing mengecup kepala Angel yang berumur empat tahun lalu mengusap kepala El dan Ev secara bergantian. Ia pun duduk di singgasananya, kursi yang berada di ujung meja.“Siap untuk ke sekolah?” King bertanya kepada tiga anaknya. Mereka sangat lucu memakai pakaian sekolah dengan jas dan dasi untuk anak laki-laki sementara anak perempuan menggunakan blazer dan syal.Kalila yang selalu cantik meski di rumah saja datang menghampiri diikuti para pelayan yang membawa menu sarapan pagi.“Hari ini Daddy yang akan mengantar kalian,” ujar Kalila sambil membenarkan dasi yang melingkar di leher King.“Oke Mom,” balas El dan Ev kompak.Kalila mengisi piring kosong ketiga anaknya dengan menu sarapan pagi yang telah ia buat, tidak lupa ia juga melayani sang suami tercinta lengkap den
Saat ini perusahaan yang dibangun Arjuna dengan kerja kerasnya sedang berada di puncak kejayaan.Pria itu juga menikah dengan gadis yang sangat dicintainya. Sudah dikaruniai seorang Putri cantik yang empat bulan lalu lahir dengan cara normal.Arjuna menyaksikan sendiri buah cintanya bersama Kejora lahir ke dunia.Semua itu menjadikan Arjuna sebagai pria paling berbahagia, hidupnya terasa sempurna.Lelah akibat seharian bekerja, sirna seketika saat melihat Kejora sedang bermain bersama Princes di atas ranjang mereka.“Papa pulang!” Kejora berseru bahagia membuat Princess menoleh.Senyum Arjuna melebar, akhirnya ia bisa melihat Princes secara langsung setelah seharian bekerja dan hanya mendapat kabar dari sang istri yang mengirimkan banyak foto sang Princes.Kini galeri hingga walpaper di alat komunikasi canggih itu penuh berisikan foto-foto Princes.“Papa ganti baju dulu ya.” Arjuna harus membersihkan diri dan mengganti pakaian sebelum memeluk Princes.Jarang-jarang Arjuna mandi di ma
Kebahagiaan karena kelahiran anggota keluarga baru hanya bertahan sementara karena saat ini di ruang tunggu rumah sakit sudah berkumpul kembali orang-orang yang menyayangi Kalila termasuk kedua mertuanya.Mereka semua berharap banyak dan tidak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan Kalila dan sang janin.King tidak sempat membawa Kalila ke Hamburg, kondisi Kalila yang lemah karena pendarahan hebat membuatnya memasrahkan keselamatan sang istri beserta calon anaknya pada Dokter terbaik di rumah sakit itu.Tadi Dokter mengatakan jika janin yang baru menginjak tiga puluh minggu itu harus dikeluarkan.Tubuh King melemas setelah mendengarnya terlebih ia merasa tidak berguna duduk di sini sementara sang istri sedang bertaruh nyawa di atas meja operasi.“Kalila dan bayimu akan selamat,” ujar Arjuna menenangkan.“Kembalilah ke kamar dan temani Kejora, dia lebih membutuhkanmu.” King merasa tidak enak hati karena Arjuna harus menemaninya, sahabatnya itu meninggalkan Kejora di kamar rawat.“Betu
Satu yang ingin Elma lakukan setelah keluar dari rumah sakit jiwa yaitu menghancurkan hidup Arjuna.Ia telah mendengar dari para sahabatnya jika Arjuna telah menikah dengan Kejora dan hidup bahagia.Dengan sengaja Arjuna menyingkirkannya, memasukan dirinya ke rumah sakit jiwa hanya untuk bersama Kejora.Dendamnya bertahun-tahun ia pendam dan harus segera terbalaskan, hidupnya tidak akan tenang sebelum melihat Arjuna dan Kejora menderita.Kebetulan sekali saat Elma keluar dari rumah sakit jiwa, ia mendengar bila Kejora sedang hamil besar dan tidak lama lagi akan melakukan persalinan.Elma menahan dirinya untuk melampiaskan dendam hingga hari itu tiba.Ia telah mengatur sebuah rencana untuk membalaskan dendamnya dan di sini lah ia sekarang.Di rumah sakit dimana Kejora melakukan persalinan, langkah Elma begitu mantap menuju ruang bayi.“Permisi, boleh saya tau yang mana bayi dari Tuan Folke?” Elma bertanya pada salah satu suster penjaga.Ekspresi wajah sang suster berubah antisipasi. “S
“Sayang?” Arjuna sontak menegakan tubuhnya, pria itu terkejut karena tidak menemukan sang istri di atas ranjang mereka.“Kejora? Sayaaang?” Arjuna melompat dari atas ranjang menuju kamar mandi namun sang istri tercinta yang beberapa minggu ini sedang merajuk, tidak ia temukan juga.Arjuna mengusap wajahnya kasar, khawatir Kejora minggat karena masalah Elma belum juga usai meski segala kalimat janji untuk tidak meninggalkan Kejora telah Arjuna lontarkan.Salah siapa pernah meninggalkan Kejora dan memilih Elma? Kejora jadi tidak mempercayai ucapan Arjuna lagi meski terkadang jika mood Kejora sedang baik—perempuan itu akan bersikap manis terutama ketika jadwal mereka bercinta.Tidak sengaja Arjuna menoleh ke jendela dan mendapati sang istri berada di halamanan depan sedang melakukan peragangan menggunakan stelan olah raga untuk Ibu hamil lengkap dengan sepatu.“Sayaaaang?” panggil Arjuna setelah membuka jendela dengan tergesa-gesa.Kejora mendongak, menghalau pandangannya dari sinar mat
“Gadismu sudah tidur ... dia menyenangkan,” ujar Celena saat keluar kamar.Ditutupnya pintu dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan Kejora yang baru saja terlelap setelah menangis dan mencurahkan kembali isi hati kepada Celana setibanya mereka di Griya Tawang karena Marvin harus kembali ke kantor.“Dia menyukaimu,” balas Marvin, berdiri tepat di depan Celena dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana.Pakaiannya sudah lusuh selusuh raut wajahnya yang tampak lelah.Sebelum kembali ke kantor, Marvin membawa Kejora dan Celeneake Griya Tawang lalu meninggalkan mereka berdua di sana.Ia tidak mengira jika Celena mau menemani Kejora hingga dirinya pulang bekerja.“Aku pulang,” kata Celena dengan senyum manis.Langkahnya tertahan saat hendak melewati Marvin, pria itu mencengkram tangannya.“Terimakasih Celena,” ucap Marvin sambil menatap dalam bola mata hazel milik Celena.“Kamu ingat namaku?” Celena tampak terkejut.“Tentu ... baru siang tadi kamu memuaskanku.” Ekspresi menyebalk