Share

Tamu Tak Diundang

Penulis: Dwina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-07 10:29:59

"Haruskah pernikahan ini kita akhiri saja, Nai?" ulang Kala sekali lagi karena pertanyaan sebelumnya tidak ditanggapi oleh Rinai.

Untuk beberapa saat, tatapan mereka saling bertemu dan Rinai tetap memilih untuk diam. Banyak hal yang kini berlarian di dalam kepalanya dan Rinai berusaha untuk tidak terlihat putus asa saat itu. Rasanya, kisah pilunya terasa lengkap—kehilangan calon bayinya dan sebentar lagi akan kehilangan lelaki yang selalu mengatakan bahwa Rinai adalah dunianya, bahwa Rinai adalah segalanya, dan akan selalu mencintainya hingga menua bersama.

Semuanya omong kosong yang kini berhasil menyunggingkan senyum sinis di wajah Rinai. Dia pun akhirnya berkata, "Jangan minta persetujuanku, sebab kamu tahu sendiri kan kalau ini adalah permintaanku yang selalu nggak bisa kamu kabulkan."

Entah ada gores penyesalan di hatinya atau Kala merasa makin putus asa, lelaki itu justru menekuk kepalanya sedalam mungkin seraya berbisik, "Aku tahu kalau selama ini kamu berusaha mencari cara untuk bercerai."

Rinai mengangguk sembari bergumam pelan. "Hm…"

"Oke, hari ini aku kabulkan permintaanmu. Aku akan ceraikan kamu kalau kamu bisa tepati satu janji ke aku, Nai…"

"Tergantung," sahut Rinai berusaha untuk tetap terlihat tenang. Cukup Rinai yang tahu, kalau hatinya terasa diremas dan itu rasanya cukup ngilu.

"Kamu jauhi papaku, aku nggak mau kamu sakiti mama dengan merebut—"

"Untuk kamu ketahui, bahkan tanpa kamu minta, aku juga nggak mau ketemu papamu lagi."

Kala menghembuskan napas dengan lega dan meraih tangan Rinai, menarik ke arah bibirnya agar bisa dikecup dengan lembut. "Rinai Senjadanjingga… aku ce—" Kalimat Kala terhenti begitu seseorang menginterupsinya.

"Nggak ada yang boleh cerai!" tegas Shakira yang berjalan cepat ke arah ranjang, tempat di mana anak dan menantu tengah duduk. "Kamu nggak boleh ceraikan Rinai," sambungnya masih sama tegasnya.

Setahu Kala, Shakira adalah orang pertama dan nomor satu yang menentang pernikahannya dengan Rinai. Bahkan, berulang kali Shakira memintanya untuk melepaskan sang istri. Tapi ada apa dengan hari ini? Kenapa perempuan paruh baya ini justru melarang keras perceraian ini?

"Tapi, Ma…"

"Mama bilang nggak, ya nggak!" tandas Shakira penuh penekanan lagi, tatapannya mejamam ke arah Kala. "Rinai akan tetap jadi menantu mama, sampai kapan pun."

Refleks, Rinai mengulas senyum tipis di sudut bibirnya. Melirik sekilas ke arah Shakira yang secara bersamaan juga melarikan pandangan kepadanya. Rinai tahu betul, kalau Shakira melakukan itu bukan karena dia benar-benar telah menerima kehadiran Rinai sebagai menantu, bukan juga karena dia telah merestuinya.

Rinai masih tetap berstatus sebagai—menantu tanpa restu—dalam hidup Shakira. Yang wanita itu yakini, bahwa dia akan selamanya membenci Rinai. Tidak peduli sekeras apapun usaha Rinai untuk bisa diterima olehnya.

"Terserah gimana masa lalu Rinai, mama udah nggak peduli lagi. Kehilangan anak kalian kemarin, pasti juga begitu berat bagi Rinai. Jadi tolong, jangan ada perceraian dalam rumah tangga kalian," kata Shakira lagi, menahan rasa jijik ketika harus mengatakan hal tersebut.

Shakira mengatakan hal ini bukan tanpa alasan, tapi Shakira telah terikat perjanjian dengan Rinai beberapa hari lalu.

'Ah, sial… harusnya hari ini adalah hari paling bahagia dalam hidupku, tapi si Jalang ini seolah telah memprediksi semua ini akan terjadi. Tapi nama baikku hal yang lebih penting dari ini.' Shakira berbisik dalam hatinya, di bawah tatapan heran Kala yang masih mengintainya sejak tadi.

"Ma, mama beneran?" tanya Rinai dengan akting yang luar biasa, seakan perempuan itu tengah terharu melihat perubahan sikap mertuanya. "Tapi aku kan cuma wanita jalang yang nggak layak untuk anak mama," tambahnya lagi.

Dengan sangat terpaksa, Shakira menarik tangan Rinai dan menggenggamnya dengan erat. "Mama bakal tutup mata dan telinga tentang masa lalu kamu yang kelam itu. Sekarang kamu menantu mama dan mama janji, akan segera mengakhiri media play antara Kala dan Lisa."

"Tapi aku yang udah nggak bisa mempertahankan pernikahan ini, Ma," sela Kala menyudahi drama antara mertua dan menantu di hadapannya. "Apa yang Rinai lakukan, sudah terlalu menyakitiku dan mungkin juga akan menyakiti mama."

Di tempatnya, Rinai mengusap pipi bagian dalamnya menggunakan ujung lidah. Mengamati hal apalagi yang akan Shakira lakukan untuk menghalangi perceraian ini. Rinai seakan tengah memenangkan sebuah olimpiade—bisa membuat Shakira yang dulu selalu menginginkan perceraian anaknya, kini justru jadi garda terdepan yang menentang hal itu.

"Udah, kamu nggak perlu bantah mama. Di bawah ada Rakhayasa, dia datang untuk ketemu kamu. Kamu tahu kan… kita butuh bantuan dia untuk mempertahankan Stay Entertainment, dia sangat berpengaruh untuk saat ini."

Kala kembali menatap Shakira dengan wajah terkejut yang sangat sulit untuk dia sembunyikan. "Rakhayasa anaknya om Langit?" tanyanya dengan nada gamang, sebelum akhirnya melarikan pandangan ke arah Rinai yang juga sama terkejutnya.

Perempuan paruh baya tersebut mengangguk samar. "Cepat turun ke bawah dan temui Rakha," titah Shakira beranjak meninggalkan anak dan menantunya. "Ingat, nggak ada yang boleh cerai di rumah ini. Kalian harus tetap bersama." Ia kembali mengingatkan sebelum menghilang dari balik pintu.

Setelah hanya tinggal mereka berdua di kamar itu, Kala dan Rinai saling memandang dan itu berlangsung hampir tiga puluh detik lamanya. Pikiran mereka seakan tengah terkoneksi pada kejadian masa lalu yang mungkin… Kala akan kembali mengajak Rinai untuk berdebat kali ini.

"Belum kelar satu, malah muncul yang lain." Kala menggerutu, tapi Rinai bisa mendengarnya dengan jelas. "Kamu nggak sekalian turun buat ketemu Rekayasa itu?" tanyanya ketus, sengaja mengganti nama 'Rakhayasa' menjadi 'Rekayasa', ingin mengolok nama pria yang pernah memeluk Rinai, selain dirinya.

Rinai menggeleng dengan cepat sebagai jawabannya.

"Kenapa? Nggak mau ketemu sama mantan 'friends with benefits' kamu itu?" tanya Kala lagi sedikit mencibir, terlihat jelas kalau saat ini Kala tengah dibakar rasa cemburu yang terlalu besar.

Sekali lagi, Rinai menggelengkan kepalanya. Sulit untuk tidak gugup ketika mendengar nama yang sejak tadi selalu Kala sebut. Bagaimana pun, lelaki itu pernah menemani Rinai saat gundah dan gelisah. Bahkan, pernah menjadi teman tidurnya—saat Rinai merasa lelah untuk menjalani hidup yang berat dan juga rumit.

"Kali aja kamu mau wisata masa lalu bareng si Rakha," ucap Kala sebelum keluar dari kamarnya dan pergi menemui tamu tak diundangnya tersebut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Kecemburuan Dua CEO

    "Kita kan nggak bisa memilih, pada siapa hati ini akan jatuh."Rakha menatap mata Rinai dengan lekat. "Ya, kita nggak pernah bisa memilih tentang jatuh cinta. Tapi kita bisa memutuskan, siapa yang akan menetap dan bertahan di hati kita. Dan aku tahu, aku nggak cukup berarti untukmu kan, Nai?""Hm?""Karena pada akhirnya kamu memilih untuk pergi dan meninggalkanku tanpa penjelasan," jawab Rakha dengan tenang."Untuk kebahagiaan kamu, Kha.""Untuk kebahagiaanmu, bukan aku."Rinai mengulas senyum tipis seraya mengangguk pelan. Seakan tengah mengiyakan pernyataan Rakha barusan. "Kamu harus melepaskan sesuatu agar kamu bisa memulai hal yang baru.""Seperti kamu yang memulai semua dengan Sambara?" tembak Rakha."Mungkin," dusta Rinai yang sebenarnya belum memulai hubungan dengan siapa pun.Mendengar jawaban Rinai, tentu saja itu membuat pikiran Rakha langsung menggila. Ia condongkan wajahnya pada perempuan itu, lebih dekat dan lebih rapat lagi. Rakha tancapkan tatapan matanya, tepat di mani

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Tidak Adil Rasanya, Nai...

    "Nai…" Langkah Sambara terhenti di ambang pintu masuk hotel mewah, tempatnya akan bertemu klien penting hari ini. Tangannya bergerak cepat menahan pergelangan Rinai, lalu tersenyum bimbang ke arah perempuan yang justru mengerutkan keningnya dengan heran. "A—aku boleh minta tolong, nggak?""Hm? Kenapa? Tolong apa?" balas Rinai dengan balik bertanya. "Kamu sakit? Pusingnya kumat? Atau gimana? Diare lagi? Panic attack-nya kumat-kah?" todong Rinai dengan cemas, mengusap-usap lengan dan bahu Sambara dengan khawatir.Di tempatnya, Sambara mengangguk samar. Meminta Rinai menggenggam jemarinya—seperti biasa setiap kali dia panik—hanya saja, kali ini Sambara tidak benar-benar sedang mengalami gejala panic attack seperti biasa.Dengan cemas, Rinai menautkan jemari mereka tanpa ragu sedikitpun. "Tenang, Sam… Ada aku di sini, kamu nggak sendiri kok. Tenang ya, tarik napas dalam dan lepaskan perlahan," ucap Rinai berusaha menenangkan Sambara yang mengikuti ucapan wanita itu tanpa pikir panjang.Beb

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Cintaku Tertinggal di Masa Lalu

    Tiga tahun telah berlalu…"Jangan takut membuka hati hanya karena masa lalumu. Trauma bisa dipulihkan, jadi jangan abaikan orang-orang yang ingin mendekatimu hanya karena ketakutanmu mengulang kisah pahit di masa lalu."Rinai tetap fokus pada layar laptopnya, mengabaikan pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya—bahkan, berada di sisinya puluhan bulan terakhir."Rinai… semua orang ada masanya, setiap masa, pasti ada orangnya. Kamu pernah dengar itu, kan?" bisiknya lagi meksipun dia tahu, Rinai akan tetap mengabaikannya. "Nai, biarkan aku menjadi orang yang akan menghapus jejak-jejak luka di hatimu. Siapa tahu, akulah orang yang dijadikan Tuhan sebagai jawaban dari doa-doa yang selalu kamu minta."Suara tawa Rinai memecahkan keheningan yang sedari tadi berusaha diciptakan olehnya. Beberapa kali pukulan pelan melayang ke lengan lelaki yang ikut terkekeh melihat bagaimana kedua mata Rinai terpicing karena tawanya. Meskipun berulang kali menyatakan cinta, dan berulang kali juga diabaika

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Dia Mati, Tapi Tidak Dengan Traumaku

    "Nai.""Hm?" Rinai bergumam pelan, tanpa menoleh ke arah Rafko yang berdiri tepat di belakangnya.Tampak ragu, tapi akhirnya Rafko menceritakan apa yang baru saja ia temukan di layar gawainya. Sembari mengarahkan portal berita yang sejak tadi ia baca. "Angkasa ditemukan tewas di kamarnya," jelas Rafko.Awalnya Rinai terlihat enggan untuk mengamati layar ponsel yang Rafko sodorkan ke arah matanya, tetapi kalimat sepupunya itu berhasil menyita perhatian Rinai hingga dia bergerak refleks untuk meraih benda pipih itu dan menggulir layarnya.Keningnya mengerut, lantas menggigit ujung bibirnya berulang kali. Jemarinya terus mencari-cari berita yang berkaitan dengan insiden tersebut."Pihak kepolisian sudah menyatakan kalau Angkasa bunuh diri, tapi beberapa rumor aneh juga lagi beredar di Indonesia."Rinai mengangkat wajahnya, menatap Rafko dengan wajah bingung dan penuh tanda tanya.Seolah tahu maksud dari tatapan itu, Rafko pun segera mengatakan, "Ada rumor yang mengatakan kalau Angkasa se

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Menghamili Wanita yang Sama

    "Jawab pertanyaanku, Pa!" desak Kala setelah mendorong ayahnya ke arah balkon kamar pria tersebut. "Apa benar papa telah memerkosa Rinai dan membuatnya hamil?!"Sorot amarah dan kebencian tidak bisa dipungkiri dari tatapan mata Kala saat ini. Ia melotot, seolah akan memakan Angkasa hidup-hidup saat ini juga."Jawab!" hardiknya lagi."Omong kosong macam apa itu, Kal?" Angkasa berusaha untuk membantahnya. "Mana mungkin papa melecehkan istrimu sendiri. Kamu tahu sendiri kan kalau Rinai itu mantan pelacur, jadi—"Kala mencekik leher sang ayah, membuat pria paruh baya tersebut tidak bisa melanjutkan kalimatnya. "Papa melecehkan dia jauuuuh sebelum Rinai menjadi wanita panggilan," tuding Kala kembali berapi-api. "Dan papalah yang membuat Rinai terjerumus dalam dunia gelap itu. Papa yang menghancurkan hidup Rinai, sampai dia putus asa dan akhirnya memilih jalan untuk melacur. Karena papa, semua karena papa!"Mendengar bagaimana lantangnya suara putranya ketika menguak tentang dosa-dosanya, A

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Pelacur Pribadi

    +628137232—Nai, kamu ke mana? Kamu kok nggak ngomong kalau kamu akan pergi?+628137232—Nggak begini caranya Nai… Aku nggak akan cegah kamu untuk meninggalkanku, tapi aku terlalu khawatir tentang keadaanmu. Kabari aku begitu kamu baca pesan ini. Kamu tahu kan, kamu adalah duniaku. Kamu adalah impianku, dan aku menunggumu tak peduli harus menghabiskan jutaan menit untuk bisa memilikimu.Rakha menghela napas panjang setelah mengirimi pesan yang tidak pernah mendapat respons, bahkan setelah sebulan berlalu dan Rakha masih terus melayangkan pesan itu pada Rinai.Lelaki itu mendekatkan gawai ke telinganya, dan tetap sama… Nomor Rinai di luar jangkauan dan bahkan whatsapp-nya pun tidak pernah aktif lagi. Membuat Rakha frustasi berulang kali, setiap hari."Kamu ke mana sih, Nai?" lirih Rakha melirik ke arah jendela ruang kerjanya. Menatap gedung menjulang tinggi yang sejajar dengan tempat duduknya saat ini, namun pikirannya tidak berada di tempat tersebut.Makin frustasi, Rakha mencengkram ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status