Rinai Senjadanjingga yang memiliki masa lalu yang pahit dan rumit, dinikahi oleh Kalantara, pria yang pada akhirnya justru membawa Rinai ke dalam masalah besar dan juga kesengsaraan. Sebagai menantu yang tidak pernah diinginkan oleh mertuanya, Rinai sampai berada di titik terlemah dalam hidupnya. Namun, perlakuan itu justru membuat Rinai lebih sering terlibat interaksi dengan Rakhayasa Langit, pria tenang tapi selalu bisa menghangatkan Rinai. Apakah Rinai bisa bertahan sebagai istri dan menantu dari pemilik Stay Entertainment, atau justru berpaling pada perhatian dan kasih sayang Rakhayasa?
View MoreRinai masih merasa terpukul atas berita pertunangan suaminya sendiri dengan wanita lain yang terus saja berseliweran di media sosial beberapa jam yang lalu. Berita itu pun langsung ramai diperbincangkan, dan lagi-lagi… Rinai terseret dalam rumor itu, makin menyudutkan posisinya.
Dia berniat untuk menghubungi sang suami—Kalantara, tepat saat pintu kamarnya diketuk berulang kali dari arah luar. Sontak, Rinai beranjak dari ranjang dan segera membukanya."Selamat malam menantu papa," sapa pria paruh baya yang langsung tersenyum lebar saat pintu kamar dibuka oleh menantunya. "Kok kaget?" tanyanya saat melihat perubahan drastis di wajah Rinai.Rinai tidak bisa untuk tidak terkejut saat melihat pria yang telah merenggut kesucian serta merusak masa mudanya berdiri santai di ambang pintu, ayah mertuanya tersebut tersenyum penuh gairah dengan tampang tak berdosanya di sana. Ingatan Rinai seakan ditarik paksa pada kejadian beberapa tahun lalu, saat Angkasa mengurungnya di ruang kokpit dan menggagahi Rinai di atas ketidakbersayaannya kala itu.Ratap tangis dan kepiluan Rinai saat itu pun kembali terbayang di pelupuk matanya. Apalagi saat kini, Angkasa melangkah pelan ke arahnya dengan tatapan mesum, persis seperti dulu. Membuat Rinai merasakan pahit di tenggorokannya ketika menelan cairan salivanya sendiri."Hei, kenapa buru-buru mau tutup pintunya sih, Menantu?" goda Angkasa sambil mengulum senyumnya. Satu tangannya terulur untuk memberi dorongan pada pintu agar Rinai tidak berhasil menghalanginya untuk masuk. "Tenang, mama kamu nggak ada kok. Kala juga malam ini datang ke acara Star Award untuk menemani tunangannya," cerita Angkasa sedikit menyeringai. Lebih tepatnya ingin mengolok kecemasan yang terlihat jelas di wajah Rinai.Dada perempuan itu langsung bergemuruh hebat. Keringat dingin mulai membasahi pori-porinya. Rinai mulai panik dan menggeleng samar saat Angkasa mulai mengurai jarak di antara mereka. Perasaannya makin tak karuan, terlebih saat tatapan mata keduanya saling bertemu—ada kilat gairah di bola mata Angkasa saat ini."Hanya ada kamu dan saya," imbuh Angkasa setengah berbisik."Stop, Capt!" pinta Rinai dengan tegas. Setidaknya, Rinai tengah berjuang untuk tidak terlihat menciut di hadapan ayah mertua, sekaligus seniornya saat bekerja sebagai pramugari—jauh sebelum akhirnya Rinai dikenal sebagai kupu-kupu malam.Alih-alih berhenti, Angkasa justru terlihat makin bergairah. Perlahan, Angkasa terlihat mulai membuka satu per satu kancing kemejanya. Sambil terus menatap ke arah leher dan belahan dada Rinai yang membuatnya makin menggila karenanya."Ayo, kita wisata masa lalu dulu," kekeh Angkasa saat Rinai terus menggeleng, seiring langkah kakinya yang bergerak mundur. "Dulu juga kamu minta saya untuk berhenti, tapi pada akhirnya—saya berhasil mendapatkan apa yang saya inginkan. Begitu pun dengan hari ini," bisiknya."Sa—saya menantu Anda, Capt!" Rinai sedikit tergagap. "Istri dari anak Anda sendiri. Anda udah nggak waras, ya?""Dia yang merebut kamu dari saya, Rinai…" Angkasa menggeram pelan saat melempar kemejanya ke lantai. "Harusnya kalian nggak perlu saling kenal. Toh juga dulu saya mau tanggung jawab, walaupun hanya sebagai istri kedua—setidaknya kamu dapat hidup yang layak.""Ck!" desis Rinai. "Saya lebih baik jadi wanita malam, ketimbang harus menjadi istri kedua untuk pria sepantaran ayah saya seperti Anda."Angkasa kembali tergelak. "Rinai, Rinai, Rinai…" Tangannya berusaha meraih pinggul perempuan tersebut dan menahannya dengan erat. "I got everything you need. Kamu mau uang? Kamu mau hidup serba mewah? Kamu mau perhatian? Mau cinta? Kamu tinggal ngomong, kamu mau apa…""Dari dulu … yang kurang dari Anda itu hanya moral!" ketus Rinai."Bahkan, saya bisa mencintai kamu lebih dari pria mana pun di dunia ini. Apalagi kalau mau kamu bandingkan sama Kala, dia itu cuma laki-laki bau kencur yang nggak bisa memperlakukan wanita secantik kamu dengan baik."Rinai mendengus kesal. Tetap berusaha menahan keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh ke atas ranjang, apalagi saat merasakan tangan Angkasa mulai mendorongnya dengan perlahan."Saya tahu, menjadi istri Kala adalah sebuah penyesalan dalam hidupmu.""Nggak," bantah Rinai dengan cepat, seiring gerak tangannya yang berusaha melindungi belahan dadanya yang sedari tadi menjadi perhatian Angkasa. "Penyesalan saya justru kenapa saya harus ketemu Anda tiga tahun yang lalu. Kenapa saya harus terjebak di ruang kokpit dan kenapa saya nggak berhasil kabur dan gagal menyelamatkan diri!" hardik Rinai dengan suara bergetar di ujung kalimatnya.Entah dapat kekuatan dari mana, Rinai berhasil mendorong Angkasa hingga pria paruh baya tersebut terpental ke lantai."Anda hancurkan hidup saya… Anda buat semua mimpi saya berantakan… Anda hajar mental saya habis-habisan… Terus sekarang Anda mau apalagi? Anda belum puas?!" sembur Rinai seraya duduk di samping Angkasa yang tengah berusaha untuk bangkit dari posisinya. "Kalau ada yang tanya—kenapa saya memilih untuk jadi pelacur, maka jawabannya Anda-lah alasannya!"Angkasa menelan cairan salivanya dengan perlahan, menatap manik mata Rinai yang tertutup cairan bening yang menggenang di sana.Dia pun berkomentar dengan datar, "Saya ajak kamu tinggal bareng, bukan suruh kamu melacur. Kamu aja yang memilih jalan itu.""Anda tahu, dulu… saya butuh pekerjaan itu, saya butuh uang untuk biaya pengobatan ibu saya. Tapi dengan mudahnya, Anda menghancurkan semuanya—termasuk mental saya…""Saya beri kamu tawaran yang luar biasa waktu itu, saya harap kamu nggak lupa, Rinai…"Rinai tertunduk. "Nama baik saya kelewat hancur, tatapan semua kru, sindiran mereka setiap kali kami berpapasan, belum lagi tekanan dari perusahaan—sumpah, itu membuat saya ingin bunuh diri berulang kali."Angkasa bisa mendengar dengan jelas bagaimana bergetarnya suara Rinai saat ini. Tapi dia pun tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Rinai dan mengakui, "Karena saya jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali kita bertemu, Rinai…""Rinai! Angkasa! Apa-apaan kalian?!"Angkasa terperanjat kaget. Begitu juga dengan Rinai yang langsung bangkit dari duduknya, Rinai menggeleng samar saat tatapannya bertemu dengan sorot tajam milik Shakira.PLAK!Satu tamparan kuat menyentuh pipi Rinai dengan sangat tidak ramah. Pipinya memanas dan rasanya menjalar sampai ke puncak ubun-ubunnya."Sekali pelacur akan tetap jadi pelacur!" teriak Shakira seraya mendorong tubuh Rinai hingga terpental ke meja rias di belakangnya. "Berani-beraninya kamu goda suami saya… berani-beraninya kamu berniat memberikan tubuhmu ke suami saya. Dasar wanita Jalang!" maki Shakira, tak peduli dengan ringis kesakitan di wajah Rinai."Rinai nggak salah kok, Ma…""Ya nggak salah di matamu!" balas Shakira beralih menatap Angkasa. "Bisa-bisanya kamu buka baju dan celana di kamar pelacur ini. Kayak nggak ada perempuan lain yang bisa kamu tiduri, Mas!""Kamu salah paham, aku dan Rinai…""Salah paham?" tanya Shakira menelik Angkasa dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Bajumu berserakan di lantai, celanamu di depan pintu begitu, dan kamu peluk si Jalang ini… kamu masih berani bela diri, Mas?""Tapi—""Sejak perempuan ini masuk ke kehidupan kita … nggak ada lagi kedamaian dan juga kebahagiaan di rumah ini." Lantas, Shakira kembali beralih ke arah Rinai, menyeret perempuan itu keluar dari kamar tersebut. "Wanita murahan sepertimu nggak perlu lagi ada di rumah ini. Setelah kamu beri pengaruh buruk sama anak saya, sekarang kamu malah ingin merayu suami saya. Sumpah, kamu sampah paling kotor yang pernah saya temukan!" makinya.Rinai tersenyum kecil di sudut bibirnya. "Suami Anda justru lebih sampah lagi," komentarnya seraya melirik sinis ke arah Angkasa. "Coba tanya sama pria brengsek ini, udah berapa orang perempuan yang berhasil dia hancurkan hidupnya. Tanya sama dia, udah berapa kaki yang pernah dia buka dengan paksa untuk memuaskan hasratnya. Tanya dia…"PLAK!Shakira semakin tersulut emosi, entah berapa kali tamparan yang kini dia layangkan ke wajah Rinai. Memukulnya dengan brutal tanpa ampun.Shakira menulikan telinganya dari isak tangis serta rintihan kesakitan dari meluncur dari bibir Rinai. Bahkan, Shakira tidak menghiraukan lagi kondisi Rinai yang berlumur darah."Kamu pantas mati, Jalang!" teriak Shakira. "Berani-beraninya kamu panggil suami saya 'si Brengsek'. Pelacur sepertimu nggak pantas buat hidup tenang.""Mama! Udah! Hentikan!" teriak Angkasa."Emang udah paling bener aku pisahkan Kala dari dia!""Kita kan nggak bisa memilih, pada siapa hati ini akan jatuh."Rakha menatap mata Rinai dengan lekat. "Ya, kita nggak pernah bisa memilih tentang jatuh cinta. Tapi kita bisa memutuskan, siapa yang akan menetap dan bertahan di hati kita. Dan aku tahu, aku nggak cukup berarti untukmu kan, Nai?""Hm?""Karena pada akhirnya kamu memilih untuk pergi dan meninggalkanku tanpa penjelasan," jawab Rakha dengan tenang."Untuk kebahagiaan kamu, Kha.""Untuk kebahagiaanmu, bukan aku."Rinai mengulas senyum tipis seraya mengangguk pelan. Seakan tengah mengiyakan pernyataan Rakha barusan. "Kamu harus melepaskan sesuatu agar kamu bisa memulai hal yang baru.""Seperti kamu yang memulai semua dengan Sambara?" tembak Rakha."Mungkin," dusta Rinai yang sebenarnya belum memulai hubungan dengan siapa pun.Mendengar jawaban Rinai, tentu saja itu membuat pikiran Rakha langsung menggila. Ia condongkan wajahnya pada perempuan itu, lebih dekat dan lebih rapat lagi. Rakha tancapkan tatapan matanya, tepat di mani
"Nai…" Langkah Sambara terhenti di ambang pintu masuk hotel mewah, tempatnya akan bertemu klien penting hari ini. Tangannya bergerak cepat menahan pergelangan Rinai, lalu tersenyum bimbang ke arah perempuan yang justru mengerutkan keningnya dengan heran. "A—aku boleh minta tolong, nggak?""Hm? Kenapa? Tolong apa?" balas Rinai dengan balik bertanya. "Kamu sakit? Pusingnya kumat? Atau gimana? Diare lagi? Panic attack-nya kumat-kah?" todong Rinai dengan cemas, mengusap-usap lengan dan bahu Sambara dengan khawatir.Di tempatnya, Sambara mengangguk samar. Meminta Rinai menggenggam jemarinya—seperti biasa setiap kali dia panik—hanya saja, kali ini Sambara tidak benar-benar sedang mengalami gejala panic attack seperti biasa.Dengan cemas, Rinai menautkan jemari mereka tanpa ragu sedikitpun. "Tenang, Sam… Ada aku di sini, kamu nggak sendiri kok. Tenang ya, tarik napas dalam dan lepaskan perlahan," ucap Rinai berusaha menenangkan Sambara yang mengikuti ucapan wanita itu tanpa pikir panjang.Beb
Tiga tahun telah berlalu…"Jangan takut membuka hati hanya karena masa lalumu. Trauma bisa dipulihkan, jadi jangan abaikan orang-orang yang ingin mendekatimu hanya karena ketakutanmu mengulang kisah pahit di masa lalu."Rinai tetap fokus pada layar laptopnya, mengabaikan pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya—bahkan, berada di sisinya puluhan bulan terakhir."Rinai… semua orang ada masanya, setiap masa, pasti ada orangnya. Kamu pernah dengar itu, kan?" bisiknya lagi meksipun dia tahu, Rinai akan tetap mengabaikannya. "Nai, biarkan aku menjadi orang yang akan menghapus jejak-jejak luka di hatimu. Siapa tahu, akulah orang yang dijadikan Tuhan sebagai jawaban dari doa-doa yang selalu kamu minta."Suara tawa Rinai memecahkan keheningan yang sedari tadi berusaha diciptakan olehnya. Beberapa kali pukulan pelan melayang ke lengan lelaki yang ikut terkekeh melihat bagaimana kedua mata Rinai terpicing karena tawanya. Meskipun berulang kali menyatakan cinta, dan berulang kali juga diabaika
"Nai.""Hm?" Rinai bergumam pelan, tanpa menoleh ke arah Rafko yang berdiri tepat di belakangnya.Tampak ragu, tapi akhirnya Rafko menceritakan apa yang baru saja ia temukan di layar gawainya. Sembari mengarahkan portal berita yang sejak tadi ia baca. "Angkasa ditemukan tewas di kamarnya," jelas Rafko.Awalnya Rinai terlihat enggan untuk mengamati layar ponsel yang Rafko sodorkan ke arah matanya, tetapi kalimat sepupunya itu berhasil menyita perhatian Rinai hingga dia bergerak refleks untuk meraih benda pipih itu dan menggulir layarnya.Keningnya mengerut, lantas menggigit ujung bibirnya berulang kali. Jemarinya terus mencari-cari berita yang berkaitan dengan insiden tersebut."Pihak kepolisian sudah menyatakan kalau Angkasa bunuh diri, tapi beberapa rumor aneh juga lagi beredar di Indonesia."Rinai mengangkat wajahnya, menatap Rafko dengan wajah bingung dan penuh tanda tanya.Seolah tahu maksud dari tatapan itu, Rafko pun segera mengatakan, "Ada rumor yang mengatakan kalau Angkasa se
"Jawab pertanyaanku, Pa!" desak Kala setelah mendorong ayahnya ke arah balkon kamar pria tersebut. "Apa benar papa telah memerkosa Rinai dan membuatnya hamil?!"Sorot amarah dan kebencian tidak bisa dipungkiri dari tatapan mata Kala saat ini. Ia melotot, seolah akan memakan Angkasa hidup-hidup saat ini juga."Jawab!" hardiknya lagi."Omong kosong macam apa itu, Kal?" Angkasa berusaha untuk membantahnya. "Mana mungkin papa melecehkan istrimu sendiri. Kamu tahu sendiri kan kalau Rinai itu mantan pelacur, jadi—"Kala mencekik leher sang ayah, membuat pria paruh baya tersebut tidak bisa melanjutkan kalimatnya. "Papa melecehkan dia jauuuuh sebelum Rinai menjadi wanita panggilan," tuding Kala kembali berapi-api. "Dan papalah yang membuat Rinai terjerumus dalam dunia gelap itu. Papa yang menghancurkan hidup Rinai, sampai dia putus asa dan akhirnya memilih jalan untuk melacur. Karena papa, semua karena papa!"Mendengar bagaimana lantangnya suara putranya ketika menguak tentang dosa-dosanya, A
+628137232—Nai, kamu ke mana? Kamu kok nggak ngomong kalau kamu akan pergi?+628137232—Nggak begini caranya Nai… Aku nggak akan cegah kamu untuk meninggalkanku, tapi aku terlalu khawatir tentang keadaanmu. Kabari aku begitu kamu baca pesan ini. Kamu tahu kan, kamu adalah duniaku. Kamu adalah impianku, dan aku menunggumu tak peduli harus menghabiskan jutaan menit untuk bisa memilikimu.Rakha menghela napas panjang setelah mengirimi pesan yang tidak pernah mendapat respons, bahkan setelah sebulan berlalu dan Rakha masih terus melayangkan pesan itu pada Rinai.Lelaki itu mendekatkan gawai ke telinganya, dan tetap sama… Nomor Rinai di luar jangkauan dan bahkan whatsapp-nya pun tidak pernah aktif lagi. Membuat Rakha frustasi berulang kali, setiap hari."Kamu ke mana sih, Nai?" lirih Rakha melirik ke arah jendela ruang kerjanya. Menatap gedung menjulang tinggi yang sejajar dengan tempat duduknya saat ini, namun pikirannya tidak berada di tempat tersebut.Makin frustasi, Rakha mencengkram ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments