Lelaki di depannya termenung sesaat. Kemudian keluar pertanyaan penting dari mulutnya, “Lalu bagaimana dengan Tommy? Seharusnya dia juga tidak boleh menghubungimu selama dua bulan ke depan,” selorohnya meminta keadilan.
Gadis di depannya mengangguk. “Aku juga akan memberlakukan hal yang sama untuk Tommy. Dua bulan tanpa telepon, sms, chat WA, email, apalagi ketemuan. Dia pasti tidak keberatan.”
“Bagaimana kau tahu?” tanya Moses penasaran.
“Karena Tommy sering menuruti apa yang kukatakan.”
“Dia takut padamu ya, Jess?” ejek laki-laki itu mencibir. “Tidak seperti aku yang bandel ini.”
&n
Semenjak kepergian kakaknya, Jessica mulai rajin pergi ke supermarket membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti deterjen cair untuk mesin cuci, cairan pembersih lantai, mie instan, dan lain sebagainya. Biasanya Jenny yang menyiapkan semua itu. Jessica tinggal memberikan uang belanja saja. Namun keadaan sudah berubah. Gadis itu sekarang tinggal seorang diri. Jadi dia mulai mandiri memantau dan melengkapi benda-benda yang dibutuhkan sehari-hari.Saat melewati lorong yang berisi aneka pembalut wanita, Jessica tiba-tiba teringat sudah lama tidak datang bulan. Padahal biasanya lancar-lancar saja. Coba nanti kuperiksa kalender di rumah tanggal berapa aku terakhir mens, putusnya dalam hati. Diambilnya sebungkus pembalut yang biasa dipakainya dan dimasukkannya ke dalam troli belanjanya. Dia membelinya untuk berjaga-jaga kalau stoknya di rumah sudah menipis.&nb
Air mata mengalir membasahi pipinya yang mulus. “Jangan berpura-pura baik padaku,” cetusnya tajam. “Kalau kau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku, kau pasti akan menertawakanku!”“Mel, aku berjanji takkan melakukannya,” kata Jessica bersungguh-sungguh. “Ayo kita pergi ke suatu tempat untuk bicara baik-baik. Mobilku akan membuntutimu dari belakang. Percayalah, aku akan membantumu sebisaku.”“Mengapa kau mau melakukannya?” tanya Melani heran. “Bukankah kita bermusuhan?”Lawan bicaranya meringis. “Aku tak pernah memusuhimu. Cuma keadaan yang membuat kita berada pada posisi yang berseberangan. Tapi sekarang Tante Wanda sudah tiada. Buat apa kita tetap berseteru?&
Malam harinya Jessica duduk termangu di atas tempat tidurnya. Jam dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam, namun gadis itu belum merasa mengantuk. Pikirannya kacau. Teringat olehnya betapa Melani berkeluh-kesah tentang nasibnya yang malang.“Aku hamil anak Tommy, Sica…,” aku gadis itu setelah puas menangis dalam pelukan Jessica di kafe.“Sudah kuduga,” sahut Jessica singkat. Namun tak urung dia merasa cemas juga. Bagaimana caranya meminta Tommy bertanggung jawab, ya? pikirnya bingung. Masih segar dalam ingatannya betapa pemuda itu menampar dan mengusir Melani begitu menyadari dirinya telah dijebak untuk berhubungan intim.“Kalau kau berada dalam posisiku, apa yang akan kau lakukan?” tanya gadis m
Jessica lalu menguraikan persyaratan yang dikehendakinya, “Akan kuadopsi anakmu dengan sah secara hukum. Kau tak berhak lagi atas dirinya. Tapi jangan kuatir. Kelak aku pasti akan memberitahunya tentang jati dirinya yang sebenarnya. Sampai waktu itu tiba, tolong jangan dekati dia kecuali atas persetujuanku. Bagaimana?”“Deal,” jawab gadis di depannya setuju. “Tapi apa yang bisa menjadi jaminan bahwa kau akan menepati ucapanmu?”“Jaminan? Apa maksudmu?” tanya Jessica tak mengerti.“Bagaimana kalau setelah aku mempertahankan kandunganku sampai besar ternyata kau berubah pikiran dan tak jadi mengadopsinya?”
Moses senang sekali melihat kemunculan Jessica di rumahnya. Langsung dipeluk dan diciuminya gadis itu dengan penuh perasaan. Jessica diam saja tak bereaksi. Pun ketika pria itu mengandeng tangannya untuk memperlihatkan sesuatu. “Aku punya kejutan untukmu,” katanya penuh rahasia.Diajaknya gadis itu masuk ke dalam kamar utama. Hati Jessica serasa runtuh melihat perubahan pada ruangan tersebut dibandingkan terakhir kali dia melihatnya. Ruangan berukuran empat kali lima meter persegi yang semula berwarna putih polos itu kini dicat biru muda seluruhnya. Dinding bagian atas dihiasi lukisan awan-awan putih yang lembut dan bintang-bintang yang gemerlap. Tampak beberapa malaikat dalam rupa anak-anak kecil bersayap melayang dengan anggunnya. Di bagian langit-langit tampak bulan purnama yang bersinar dengan indahnya.&ldq
Tuhan, tolong bantu aku melupakan Moses, pintanya dalam hati. Aku sudah memilih Tommy dan akan teguh pada pilihanku sampai akhir…. Ketika ciuman itu berakhir, Tommy tersenyum bahagia. Dia dapat merasakan gadis ini telah memilihnya. Diraihnya jari tangan Jessica yang telah mengenakan cincin berlian pemberiannya. Diciuminya jari-jemari lentik itu lalu disentuhkannya ke pipinya sendiri.“Sica, mulai sekarang kita tak terpisahkan lagi, ya,” ucapnya lirih. Gadis di depannya tersenyum dan mengangguk. Dia lalu duduk di pangkuan pemuda itu. Mulai sekarang aku akan mendekatkan diriku padamu, Tom, putusnya dalam hati. Akan kuselami perasaanmu padaku sehingga aku bisa mencintaimu kembali seperti dulu. Akan kupersembahkan hatiku ini hanya untukmu….
“Jadi kita nanti ketemu di mana, Sica? Sekitar jam setengah satu siang, ya?”“Iya. Apa kamu tahu restoran…?” tanya Jessica sembari menyebutkan nama tempat yang dimaksud.“Aku tahu tempat itu. Tapi biasanya ramai kalau jam makan siang,” sahut Melani kuatir. Ini pembicaraan yang penting dan sensitif. Masa enak membahasnya di tempat yang ada banyak orang? pikir gadis itu cemas. Takut juga kalau nanti ada orang yang mengenalnya mendengar tentang kehamilannya. Mau ditaruh di mana mukanya nanti!“Tommy sudah memesan tempat VIP di sana. Jadi jangan kuatir ada yang mendengar pembicaraan kita,” tandas Jessica tegas. Dia mengerti masalah yang akan mereka diskusikan ini sensitif sekali, terutama bagi si ibu
“Dia membenciku,” kata Melani setelah Tommy sudah tak kelihatan. Gadis itu merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun juga kehamilannya ini adalah akibat perbuatannya sendiri. Meskipun ada unsur campur tangan mendiang Wanda, namun kalau dia tidak setuju melakukannya maka ibunda Tommy itu juga tak kuasa memaksanya. “Sudahlah, jangan pedulikan Tommy. Sikapnya memang begitu kalau sedang tak senang hati. Tapi percayalah, dia takkan ingkar janji. Sekarang kita makan, yuk,” ajak Jessica ramah. Diisinya piring kosong Melani dengan nasi, lauk, dan sayuran yang terhidang di meja. “Makan yang banyak ya, Mel. Karena sekarang asupanmu untuk dua orang, kan?” Melani mengangguk. Dia senang diperhatikan seperti ini. “Terima kasih, Sica,” ucapnya tulus. Lalu kedua gadis itu mulai menyantap hidangan dengan lahap.