“Tidak lagi, Sayang,” jawab suaminya sambil tersenyum. “Di Jakarta Moses merintis pekerjaannya dari awal sebagai agen properti. Setiap hari dihabiskannya dengan bekerja, nge-gym, dan bermain dengan anaknya. William namanya. Sekarang sudah berumur enam belas tahun dan mau masuk SMA. Anak itu sering bertanya kapan papanya menikah lagi. Mamanya sendiri sudah lama membentuk keluarga baru. Tapi Moses cuma ketawa dan bilang sudah tidak tertarik pada wanita.”
“Homo, kali!”kata sang istri cuek.
“Hush! Nggak boleh sembarangan ngomong,”kata Tommy sembari mengelus-elus pipinya yang tadi ditampar Jessica. Sang istri jadi panik. “Masih sakit, ya?” tanyanya kuatir. “Sebentar kuambilkan waslap dan es batu buat kompres.”
&n
Tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Seorang remaja laki-laki yang parasnya mirip dirinya muncul sambil membawa tas ransel di punggung. Dia adalah William, putra semata wayangnya. Ini hari Jumat, waktunya remaja itu menginap di apartemen ayah tercinta.Pemuda kelas tiga SMP itu sudah biasa naik ojek ataupun taksi online sendiri untuk menuju kediaman Moses. Terkadang ibu kandung atau ayah sambungnya yang mengantarnya dengan mobil sampai ke depan pintu lobi.“Hai, Pa,” sapa William ramah. “Lagi mikirin apa? Kok kelihatannya serius gitu? Kita nanti malam jadi makan di resto all you can eat yang baru buka itu, nggak?” cecarnya bertubi-tubi.Sang ayah mendesah panjang. Dia menatap buah hatinya dengan perasaan sayang. “Duduklah dulu, Nak. Ada hal penting yang mau Papa bicarakan,” ucapnya dengan ekspresi serius.“Heh? What’s wrong?&
Dia menawari Moses untuk menginap di rumahnya daripada menghabiskan uang bermalam di hotel. Rumah laki-laki itu masih disewa orang dan baru satu bulan lagi selesai masa sewanya.Moses menerima tawaran itu. Dia tidur di kamar tamu lantai bawah. Kehadirannya membuat Nathanael agak terhibur. Pria itu sering menemaninya bermain dan bercanda sehingga tak bersedih terus-menerus akibat kehilangan ayah kandungnya.Satu minggu telah berlalu. Jenazah Tommy telah dimakamkan di pemakaman umum Surabaya Timur. Jessica agak bingung menghadapi Moses sekarang. Seminggu terakhir ini dia memperlakukan Moses layaknya sahabat lama yang datang berkunjung dan berbelasungkawa atas kepergian suaminya.Sekarang segala urusan mengenai Tommy sudah selesai. Wanita itu menjadi bimbang. Tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap pria
Karena tak tahan menghadapi kebawelan putranya yang ingin segera bertemu dengan Moses, Jessica terpaksa menelepon pria itu. Jantungnya berdegup kencang ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya menyapa ramah, “Halo, Jess.”“Ehm…, ini Nathan mau ngomong,” jawabnya cepat-cepat. Disodorkannya ponselnya pada sang anak yang menerimanya dengan wajah berseri-seri.“Halo, Om Moses?” sapa bocah itu ceria. “Om sekarang berada di mana? Nathan kangen pengen ketemu.”Jessica menyibukkan diri dengan mengetik di laptop. Tak diacuhkannya anaknya yang asyik ngobrol di telepon dengan om-nya tercinta. Tak lama kemudian Nathanael mengembalikan ponselnya.&nb
“Lukisannya sebenarnya sudah agak pudar dan plafond ada yang bocor. Maklum sudah hampir delapan tahun tidak pernah dipugar sama sekali. Akhirnya kuminta temanku untuk merenovasi ulang tanpa mengubah tata letak rumah ini. Lukisan itu benar-benar baru, Jess. Aku kan masih menyimpan foto lamanya. Tapi kuminta warnanya lebih menyolok dibandingkan dulu. Terus….” “Ditambahi pelangi,” sela lawan bicaranya menimpali. “Betul,” kata sang tuan rumah membenarkan. “Aku yang memintanya.” “Buat apa? Malah kelihatan rame. Norak,” komentar Jessica menusuk hati. Moses melongo mendengarnya. “Jadi kamu nggak suka? Ya udah, nanti biar kucari orang lain saja yang suka.”
Jessica sudah menunggu setengah jam di teras rumah yang dipasarkannya. Pagar rumah dibiarkannya terbuka lebar untuk menyambut Moses, rekannya sesama agen properti tetapi beda kantor, yang akan datang bersama klien-kliennya.Katanya mereka adalah sepasang calon suami istri muda yang sedang mencari-cari rumah untuk ditempati setelah menikah.Semua pintu di dalam rumah itu sudah dibuka lebar-lebar supaya udara segar bisa keluar-masuk dengan bebas. Pengalaman gadis itu selama lima tahun bekerja sebagai agen properti profesional mengajarkan kepadanya untuk datang setidaknya tiga puluh menit sebelum klien tiba sehingga bisa membenahi keadaan propertinya terlebih dahulu agar lebih sedap dipandang dan memikat hati calon pembeli ataupun penyewa.Gadis cantik berambut pendek sebahu dan dicat warna coklat itu meraih ponsel di dalam tas kerjanya. Ia lalu menelepon Moses.Terdengar nada sambung selama dua kali yang kemudian berg
Keesokan paginya Jessica terkejut sekali melihat Tommy sudah berdiri di depan pagar rumahnya. Tamu tak diundang itu pun tak kalah kagetnya melihat sang nona rumah muncul dengan penampilan formal seperti siap untuk berangkat kerja. “Halo, Sica…,” sapa Tommy dengan suara parau. Dia masih memakai pakaian yang sama dengan kemarin siang sewaktu melihat-lihat rumah yang dipasarkan Jessica. Rambutnya agak awut-awutan. Sepertinya dia belum mandi sejak kemarin bertemu denganku, batin gadis itu keheranan. Dibukanya gembok pagar dengan kunci yang dipegangnya. Tercium bau alkohol yang menyengat dari tubuh Tommy yang berdiri tepat di depannya. “Maaf, Pak. Tolong jangan berdiri di sini. Mobil saya tidak bisa keluar. Saya harus segera pergi bekerja.” “Sica, bisakah kita bicara sebentar? Please….” “Anda salah alamat. Rumah saya ini tidak dijual. Silakan pergi mencari Pak Moses untuk mencarikan rumah dijual yang sesuai dengan keinginan Anda.” “Sica, tolong jangan begini. Aku tahu telah bersalah m
Dalam perjalanan menuju ke kantornya, Jessica terkenang akan peristiwa tujuh tahun lalu yang sangat menyakitkan hatinya. Waktu itu dia pergi mencari Tommy di rumahnya yang megah. Sudah tiga hari kekasihnya itu tak dapat dihubunginya, yaitu semenjak ayah Jessica divonis bersalah oleh pengadilan karena telah menggelapkan uang perusahaan tempatnya bekerja untuk berjudi. Orang tuanya itu memperoleh hukuman sepuluh tahun penjara. “Mau apa kamu datang kemari?” tanya Wanda, ibu kandung Tommy, sewot melihat kedatangan Jessica. Perempuan cantik berusia hampir lima puluh tahun namun masih tampak awet muda itu memandang gadis itu dengan tatapan tidak suka. Sungguh jauh berbeda dengan sikapnya dahulu yang selalu ramah setiap kali Jessica datang ke rumahnya. Maklum, putra tunggalnya telah berpacaran dengan gadis itu selama lima tahun. Hubungan keduanya direstui oleh Wanda karena melihat kepribadian kekasih a
Laki-laki bermata tajam dan berhidung mancung itu mengangguk. “Rumah itu memang paling cocok dihuni pasangan suami-istri muda sih, menurutku. Lingkungannya tenang, fasilitasnya lengkap, dan bangunannya sudah siap huni tanpa perlu renovasi lagi.”“Terima kasih atas pujiannya,” seloroh Jessica berkomentar.“Sama-sama, Cantik.”Mereka lalu berkonsentrasi menghabiskan makanan masing-masing. Beberapa menit kemudian, keduanya berpisah di halaman depan rumah makan itu untuk kembali beraktivitas. “Bye, Cantik. Besok kita makan siang bareng lagi, ya,” ujar Moses berpamitan.“Nggak janji. Hahaha…,” timpal Jessica cuek. Pemuda yang selalu sabar menghadapiya itu h