Share

Bab 4 : Namanya Ilyas

"Kenapa, Lastri?!" teriak Mas Bimo sambil menggedor pintu kamar.

Suara ketukan dalam lemari semakin kencang. Aku pun langsung membuka pintu kamar. Mas Bimo masuk dengan heran.

"Kamu kenapa?" tanya Mas Bimo khawatir.

"Ada suara aneh dalam lemari, Mas." jawabku dengan cemas.

Mas Bimo heran lalu berjalan menuju lemari dan langsung membukanya.

"Suara apa? Nggak ada apa-apa kok selain pakaian kita." ucap Mas Bimo dengan heran.

Aku pun memeriksa isi lemari, memang tak ada apa-apa. Aku semakin heran. Apakah itu suara arwah Lastri yang kini mengawang? Ah, mungkin ini pikiranku saja yang terlalu banyak menonton film-film fantasy.

"Kok, nggak ada? Tadi beneran ada suara loh, Mas." ucapku heran.

Mas Bimo menghela napas.

"Yaudah tidur saja. Kamu lagi kecapean aja itu," pinta Mas Bimo padaku.

"Iya, Mas." jawabku.

Mas Bimo pun berjalan keluar kamar. Aku yang masih ketakutan akhirnya memanggilnya.

"Mas." 

Mas Bimo terhenti dan menoleh padaku.

"Kenapa?" tanya Mas Bimo dengan khawatir.

"Mas tidur sama aku aja," pintaku padanya.

Mas Bimo tampak senang.

"Yaudah," jawab Mas Bimo sambil tersenyum senang.

"Tapi jangan sampe kayak tadi pagi ya, Mas?" ucapku mengingatkannya.

Mas Bimo tampak kecewa.

"Iya," jawabnya terlihat kecewa.

Mas Bimo langsung berbaring di atas kasur dan menyelimuti dirinya sendiri. Aku pun tanpa berpikir lagi langsung naik ke atas kasur dan tidur di sebelah Mas Bimo. Aku tahu, Mas Bimo orang baik. Dia sangat sayang dengan istrinya sampai rela menahan birahinya selama enam bulan karena istrinya tidak mau memberi jatah. Tapi aku kasihan dengannya, istrinya sebenarnya sudah selingkuh dengan lelaki brondong. Akhirnya aku tidak ingin berpikir apa-apa lagi. Aku pun terlelap.

***

Pagi sekali aku terbangun. Tubuhku dipeluk erat dari belakang oleh Mas Bimo. Andai aku istri sahnya, sudah kulayani dia untuk memuaskan birahinya. Tapi aku bukan siapa-siapanya, aku hanya jiwa yang terkurung di dalam tubuh istrinya.

Aku pun langsung beranjak dari kasur dan pergi dari kamar itu. Mas Bimo datang sambil membawa handuk, mungkin dia akan kembali bekerja setelah libur seharian kemarin. Aku pun membuatkan sarapan untuknya, membuat nasi goreng karena nasi yang tersisa masih banyak di rice cooker.

Setelah kami usai sarapan, Mas Bimo pamit untuk berangkat kerja. Aku pun mengantarnya sampai keluar. Saat Mas Bimo sudah pergi, aku pun langsung menuju rumahku, mencari cara untuk bisa masuk ke dalam rumah itu. Aku harus menemukan jawaban kenapa aku bisa masuk ke dalam tubuh itu. Tapi karena rumah itu dikunci dan tak ada jalan masuk lagi, aku pun pasrah. Saat aku masuk ke dalam rumah, pintu rumah mendadak terbuka dan kulihat seorang lelaki yang memakai masker itu mengunci pintu rumah dari dalam dan langsung membuka maskernya - menghadap ke arahku. Aku terkejut saat tahu kalau dia lelaki berondong itu.

"Kita kabur dari di sini sayang, sebelum perempuan itu sadar dan polisi tahu kalau kita yang sudah mencelakainya," pinta lelaki berondong itu padaku.

Aku diam, bingung harus berucap apa. Sesaat aku berpikir, aku harus berpura-pura menjadi Lastri sesungguhnya biar aku tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Sayang, semenjak kejadian itu aku jadi pelupa," ucapku terpaksa berbohong.

Lelaki berondong itu heran.

"Pelupa gimana, sayang?"

"Apa karena waktu itu kepalaku terbentur lantai ya? Aku kayak amnesia," jawabku ngasal.

Lelaki berondong itu tampak panik dan memeriksa kepalaku.

"Tapi kamu masih inget aku, kan?" tanyanya memastikan.

"Masih, tapi aku lupa nama kamu siapa?" jawabku.

Lelaki berondong itu semakin panik.

"Waduh. Aku Ilyas, sayang." ucapnya yang masih khawatir terhadapku, lebih tepatnya terhadap tubuh ini.

Sekarang aku tahu nama lelaki berondong itu adalah Ilyas.

"Ayo sayang, kita pergi dari sini, aku takut polisi mengejar kita," pinta Ilyas dengan panik.

"Pergi kemana?" tanyaku heran. 

Aku ingin memastikan di mana tempat tinggalnya berondong ini.

"Di Apartemen baruku, di Jakarta. Di Kalibata," jawabnya.

Sekarang aku tahu, tempat tinggalnya di sana. Aku berpikir, bagaimana caranya untuk memberi alasan kalau aku tidak mau ikut dengannya ke Kalibata.

"Tapi, kamu tenang aja, dia masih koma. Mungkin perempuan itu nggak bakal sadar lagi," ucapku meyakinkannya.

"Kalo dia sadar dan memberitahukan semuanya bagaimana?" tanya Ilyas padaku.

"Biar aku berpikir dulu, jangan sekarang. Pokoknya kamu tenang aja, aku bakal ikut kamu kok," ucapku menenangkannya.

"Yaudah," jawabnya pasrah.

Tak lama kemudian si Ilyas memelukku. Aku pun gugup. Aku ingin melepas pelukan itu, tapi jika itu aku lakukan, dia pasti akan curiga. Akhirnya kubiarkan dia memeluk tubuhku seeratnya. Aroma tubuh lelaki berondong ini benar-benar wangi. Dia sepertinya pandai menjaga kebersihan diri.

"Aku nggak mau kehilangan kamu sayang. Walau selama ini aku udah nyoba menahan cemburuku pada suami kamu, itu bukan masalah, yang buat aku kepikiran banget adalah kalo kita pisah," ucap Ilyas.

Rupanya lelaki berondong yang cukup tampan ini sangat mencintai tubuh ini. Aku tidak tahu bagaimana mereka saling mengenal dan bisa saling jatuh cinta. Apakah setelah Lastri menikah dengan Mas Bimo? Atau Lastri mengenal lelaki berondong ini sebelum Mas Bimo menikah dengan tubuh ini. Entahlah.

Lelaki berondong itu melepas pelukannya lalu dengan cepat menciumku. Astaga, sudah dua lelaki yang menciumku. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang memiliki dua pelanggan. Aku pun membiarkan dia melakukan itu, aku masih takut kalau dia curiga kalau dalam tubuh ini ada jiwa yang bukan seorang perempuan yang dicintainya.

Tak lama kemudian dia berhenti menciumku dan menatap mataku dengan penuh hawa nafsu.

"Kamu nggak ngasih jatah kan ke suami kamu?" tanyanya tegas.

"Nggak," jawabku berpura-pura menjadi Lastri.

Ilyas tersenyum senang. Tak lama kemudian Ilyas mendorongku ke dekat dinding, kemudian dia membalikkan tubuhku hingga wajahku menghadap ke arah dinding. Ilyas memegangiku dari belakang dengan erat. Apa yang akan dia lakukan?

"Jangan sekarang?" pintaku padanya dengan takut.

"Aku lagi pengen, sayang." ucapnya memohon.

Aku takut. Dia mengunci tubuhku dengan kuat. Aku tak bisa mengelak. Dia menciumi leher belakangku sambil membuka gesper di celana levis yang sedang dipakainya.  Ilyas menyingkap dasterku dan melorotkan celana dalamku kebawah. Sepertinya dia ingin memperkosaku  dari belakang. Aku memejamkan mata dan berusaha mendorongnya agar aku bisa kabur dari sana, tapi tubuhnya mengunciku dengan kuat.

"Bentar doang, sayang." pintanya yang tahu sedari tadi tubuhku menolaknya.

"Jangan sekarang, pleas." pintaku sekali lagi.

"Dikit doang kok." Dia tak mau mengalah.

Akhirnya aku punya alasan agar dia berhenti melakukan itu.

"Aku lagi haid," ucapku.

Ilyas berhenti melakukan itu. Dia berhenti memegangiku dengan erat. Aku pun berbalik dan melihat wajah kecewanya. Hingga tak sengaja kulihat yang tak pantas kulihat dari tubuhnya yang keluar dari resteling celananya. Segera aku memalingkan wajahku dari itu.

"Maaf," ucapku yang masih berpura-pura menjadi Lastri.

Tak lama kemudian, Ilyas memegang kedua bahuku dan mendudukkan aku hingga aku terduduk di hadapan sesuatu yang tak pantas aku lihat itu. Aku tau apa yang dia inginkan. Tidak, aku tidak akan melakukan itu.

"Ayo buruan! Bentaran aja! " pintanya.

"Jangan sekarang," pintaku.

Aku bisa saja berlari dari sana, tapi satu hal yang menjadi alasanku adalah aku tak mau dia curiga kalau aku sudah merasuki Lastri dan aku masih ingin tahu semuanya kenapa aku bisa koma.

"Buruan, sayang! Biasanya mau?" teriaknya yang sudah dikuasai oleh hawa nafsunya.

Ilyas pun mendorong kepalaku ke arah yang tak pantas. Aku menutup mataku dan mulutku serapat rapatnya.

Apa yang harus aku lakukan? Mengikuti keinginannya kah? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
wadawww ... serba bingung dua pelanggan yang berbeda. Ilyas , Bimo pilih mana??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status