Share

Malam Pertama

Cukup sudah kejutan yang diberikan oleh kedua orang tua Cassie, termasuk Bisma. Cassie mungkin akan kena serangan jantung jika terus-menerus seperti ini. 

Ia baru saja mengadakan acara pertunangan, dan kemudian Bisma mengatakan kalau mereka akan menikah dalam dua minggu. Itu sungguh rekor luar biasa. 

“Bagaimana bisa nikah dalam dua minggu? Itu gila, Mas!” omel Cassie yang tidak mendapat respon dari Bisma yang sejak tadi hanya menikmati makanannya. 

“Lebih baik kamu makan dulu, orang lapar biasanya gampang marah.” 

Tenang sekali ... seolah tidak ada beban dalam hidupnya karena harus menikah dengan perempuan yang tidak ia cintai. 

Apa sebenarnya yang ada di kepala lelaki itu? Seharusnya ia berontak dan marah, terlebih dia memiliki kekasih. Bukannya malah tenang dan seakan menikmati semua yang telah diatur oleh kedua orang tua mereka. 

“Lakukan sesuatu, Mas! Memangnya kamu mau kedua orang tua kita mengambil alih otoritas kita?” 

“Otoritas apa? Kamu bicara apa? Mereka punya hak kok, karena sampai kapan pun, saya tetap anak mereka, begitu juga kamu.” 

“Iya, tapi setelah menikah aku seharusnya nurut sama kamu, kan? Dan kamu harusnya tegas.” 

Bisma meletakkan alat makannya di piring, kemudian menautkan kedua jemari tangannya di atas meja dan menajamkan tatapan pada Cassie yang sama sekali tak menyentuh makanannya. 

“Saya rasa saya sudah bersikap tegas dengan patuh pada keputusan orang tua saya. Kamu jangan khawatir, setelah menikah, mereka gak akan lagi mengganggu keputusan saya. Saya kenal mereka dengan baik.” 

Kalimat itu berhasil membungkam kalimat perlawanan yang hendak dilontarkan lagi oleh Cassie, tetapi tak bisa meredakan emosi gadis itu. 

Memang benar, nanti saat sudah menikah, segalanya akan jadi hak penuh mereka berdua, tetapi menikah dalam hitungan hari itu juga tidak masuk akal. 

“Gak masuk akal!” Cassie mengulang isi batinnya. “Menikah dalam hitungan hari tuh hal yang mustahil!” 

Bisma mengunyah makanannya, kemudian merespon tanpa mengangkat wajah dari piringnya. 

“Kamu akan lihat, dalam waktu seminggu bahkan semua akan selesai. Saya sudah menggelontorkan dana yang gak sedikit untuk pernikahan kita, jadi jangan bertingkah!” 

“Iya, dana yang banyak kamu hamburkan untuk menikah lalu cerai, gitu, kan?” cerca Cassie. Ia tak tahan lagi tampak seperti bahan bulan-bulanan lelaki sombong, angkuh, dan sok seperti Bisma. 

“Kamu memang punya banyak uang, Mas, tapi bukan berarti kamu bisa mengatur semua, bahkan mempermainkan pernikahan.” 

“Kamu gak bisa protes karena kamu sudah terlibat. Jangan lupa, kamu juga membubuhkan tanda tangan di sana. Kalau kamu mau protes, kenapa tidak sejak awal, hm? Kalau sekarang kamu protes, sama halnya seperti anak kecil yang tidak terima karena tidak mendapatkan apa yang dia mau.” 

Benar. Apa yang dikatakan oleh Bisma barusan memang benar. Cassie tidak terima karena Bisma bersikap tidak adil terhadapnya. Ia marah ketika Bisma seenaknya mengambil keputusan seolah ia punya kuasa atas Cassie dan pada akhirnya menghancurkan impian Cassie tentang sebuah pernikahan. 

Gadis itu akhirnya bangkit, kemudian mengentakkan kaki meninggalkan restoran tempat mereka menikmati makan siang. 

Ia tak peduli. Paling-paling kalau ada yang tahu akan menganggap kalau pertengkaran ini adalah sindrom pranikah, padahal lebih dari itu. Mereka tidak tahu ada kebobrokan yang harus ditutupi oleh Cassie karena dirinya sudah terikat kontrak. 

Ada misi yang harus ia lakukan agar dirinya tidak menjadi janda di usia muda karena isi kontrak konyol yang bodohnya, sudah terlanjur ia tanda tangani. 

“Jangan biasakan lari dari saya seperti itu, gak sopan!” Bisma tiba-tiba sudah ada di belakang Cassie yang tengah berdiri di halte tepat di depan restoran. Ia lebih baik pulang dengan taksi daripada bersama Bisma. Memandang lelaki itu saja Cassie seperti muak.

Cassie berbalik, menatap wajah rupawan calon suaminya dan mengunci tatapan pada lelaki itu. 

“Apa alasan kamu mempercepat pernikahan kita?” tanya Cassie, jelas ditujukan untuk Bisma. Lelaki itu tidak langsung menjawab. Ia menoleh dan mengedar pandangan ke sekelilingnya. 

“Kita masuk ke mobil dan bicara di dalam. Gak enak kalau di sini nanti didengar banyak orang.” 

Benar juga. Meski keduanya tidak saling mencintai dan menikah hanya demi status dan mengikuti kemauan orang tua, tetapi setidaknya lainnya tidak boleh tahu. Mereka pasti akan bereaksi semaunya. 

Keduanya kemudian masuk dan duduk manis di dalam mobil. Bisma tidak langsung mengemudikan mobilnya, melainkan menjawab pertanyaan dari sang calon istri. 

“Kamu mau tahu alasan saya, kan? Saya kasih tahu, semua saya lakukan karena kedekatan kamu dengan laki-laki itu, yang tentu akan membahayakan rencana ini. Jadi saya usulkan pada kedua orang tua saya untuk memajukan, dan orang tua kamu pun setuju. Jadi, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan, aku juga bisa lebih tenang.” 

What the hell! 

*** 

Dan ... apa yang direncanakan oleh Bisma dan dua keluarga mengenai pernikahan, berjalan dengan tanpa hambatan sedikit pun. Cassie juga tidak melakukan serangan balik demi menggagalkan usaha Bisma. Dua mempelai kini berdiri di atas singgasana setelah Bisma sukses dan lancar mengucap ijab kabul di hadapan wali yang menikahkan mereka yaitu Adam, ayah Cassie. 

Sepanjang acara, Cassie memaksakan diri untuk tersenyum. Terlebih saat ketiga sahabatnya naik ke atas panggung untuk berfoto. 

Bryan memilih untuk berdiri di dekat Cassie, yang mana itu membuat Bisma beberapa kali terus melirik ke arah lelaki itu, memastikan kalau Bryan bisa menjaga tingkah laku. Memang bisa, tetapi kebiasaannya memeluk Cassie tentu saja tidak akan pernah hilang. 

Bagi Bryan, Cassie adalah sahabat sekaligus adik, yang bahkan tanpa ia sadari, ada rasa lain yang tumbuh tetapi diabaikan olehnya. 

Vira dan Bibi tentu saja mengetahui itu, tetapi mereka memilih untuk bungkam. 

Kini, Bisma dan Cassie sudah berada di kamar mereka, di sebuah hotel, di mana pernikahan mereka dihelat. Keduanya berdiri saling berhadapan dengan ranjang mereka berada di tengah. 

Cassie tidak memimpikan malam ini akan jadi malam pertamanya dan Bisma, bahkan tak akan pernah. Ia tahu dan ingat betul apa yang tertulis di dalam surat perjanjian mereka. Namun, bagaimana menyiasati yang semacam ini? Hanya ada satu ranjang, artinya mereka harus tidur di sana dan mungkin di dalam satu selimut.

“Kamu di sofa aku di kasur,” ucap Bisma yang membuat Cassie mengerucutkan bibirnya. 

“Enak aja! Aku kan perempuan, masak kamu suruh tidur di sofa? Di mana-mana tuh laki yang ngalah! Jangan zolim sama perempuan, kamu!” protes Cassie yang tanpa permisi langsung merebahkan diri di atas kasur dan menyelimuti tubuhnya hingga ke dada. 

“Jangan berani nyentuh aku, ya! Ingat, sudah tertulis di surat perjanjian kalau—“ 

“Saya tahu. Justru kamu yang saya peringatkan jangan berani-berani menggoda saya. Kalau sampai terjadi—“ 

Belum sampai menyelesaikan kalimatnya, wajah Cassie sudah berada dekat dengan wajah lelaki yang telah resmi menjadi suaminya itu. 

“Kalau sampai terjadi apa, hm?” Cassie dengan tampang usilnya menggoda Bisma yang galak dan sombong, sekaligus menguji apakah benar kalau dia akan tahan dengan godaan semacam itu. 

Andai terjadi sesuatu di antara mereka malam ini, artinya masa depan Cassie tidak suram. Dengan Bisma menyentuhnya apalagi memulai malam pertama dengannya, artinya satu langkah lebih maju. Namun, tampaknya impian Cassie itu tidak akan terwujud. 

Tangan Bisma kemudian berada di kening Cassie dan mendorong wajah gadis itu menjauh darinya. 

“Jangan godain saya, kalau saya seriusin nanti kamu nangis. Ayo buruan tidur, banyak rencana yang harus dilakukan besok. Ini garis batasnya, jangan dilanggar, kalau sampai kamu melanggar, saya akan kasih hukuman!”

Cassie mencebik menanggapi sikap Bisma yang sok ngatur dan itu artinya telah menolak dirinya matang-matang. Namun, tenang ... Cassie bisa pikirkan rencana lain setelah ini. 

“Kalau kamu yang melanggar?” tanya gadis itu sebagai bentuk tantangan balik atas ultimatum yang disampaikan oleh suaminya. “Biar adil, aku juga bakal kasih hukuman buat kamu!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status