Share

7. Menata Hati

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2024-10-02 01:49:57

"Nggak bakalan ilang juga kalau lo tinggal ngedip, Dai," kata Choki, teman satu kelas Badai dan Sasa yang menjadi akrab dengan Badai karena satu kamar saat menginap di Bali.

"Sialan," sungut Badai bak terpergok tengah mengagumi keindahan tubuh Sasa.

"Saingan lo ketua HIMA, Men," ucap Choki.

"Kalau cuma Diaz gue nggak peduli," gumam Badai songong. "Nggak penting juga mikirin mereka."

"Lo bilang nggak penting tapi mata lo sampe mau copot ngeliatin dia mulu."

"Sok tau," sahut Badai tersenyum miring. "Gue ngeliatin presentasinya Pak Solihin," ujarnya mencari alasan.

"Ya, ya, ya, serah lo deh," ujar Choki tak mau terlalu peduli juga dengan masalah pribadi Badai.

Kebekuan panjang yang tercipta antara Badai dan Sasa sejauh ini sebenarnya menyiksa mereka masing-masing. Badai tidak memiliki keberanian untuk datang ke rumah Sasa karena Damar memang mencegahnya. Sementara Sasa baru hari ini berangkat ke kampus dan mereka bertemu mata, tapi tak saling bicara.

"Langsung pulang Sa? Kita ada janjian ngumpul ngerjain laporan KKL kan?" tahan Nana pada Sasa yang sudah membawa tasnya.

"Di mana?" tanya Sasa malas.

"Di koridor dekanat aja sih."

"Aku makan dulu bentar ya, tadi nggak sempet sarapan. Nggak pa-pa kan?"

"Nggak pa-pa. Ketemu di dekanat ya," pesan Nana lalu melambai, membiarkan Sasa berlalu keluar dari kelas.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Badai bergegas membuntuti Sasa. Meski ia sudah pasti tak memiliki bekal penjelasan apapun untuk Sasa nanti, ada baiknya ia menemui gadis ceria itu dulu agar tidak seperti orang asing begini.

Hanya melihat Sasa dari kejauhan, Badai memilih tidak mendekat. Terlihat Sasa tampak memesan soto ayam dan es teh. Dan hujan turun, menambah sendu dan kelabu situasi yang tengah terjadi. Dengan sabar dan isi hati yang sudah tak menentu, Badai setia menunggu Sasa selesai.

"Pake hujan segala, nambah sedih aja," kata Sasa ketika akhirnya ia selesai dengan sarapannya yang sedikit terlambat dan bersiap menyusul Nana.

"Udah masuk kuliah?" tegur Diaz mendekat, di saat yang tidak tepat.

"Mas," sapa Sasa sekenanya.

"Aku mau minta maaf, jadi jangan kabur dulu," tahan Diaz agar Sasa tidak menghindarinya.

"Aku nggak akan kabur kok," sangkal Sasa. "Ada ngumpul ngerjain laporan di dekanat, takut ditunggu," ujarnya.

"Ah, iya. Aku minta maaf untuk yang kemaren itu. Maaf untuk udah maksa kamu dan menekan kamu buat memahami perasaanku. Kuharap kamu nggak ngejauhin aku karena itu," ungkap Diaz serius.

"Iya Mas," Sasa tersenyum. "Nggak pa-pa, dan tenang aja, aku bisa bedain mana yang pribadi mana yang umum. Aku nggak bakal ngejauhin kamu," katanya. "Aku musti ke dekanat dulu, duluan ya Mas," pamitnya setengah berlari menembus deras hujan, meninggalkan Diaz yang sebenarnya masih ingin mengobrol.

Seraya berjingkat-jingkat mencari emperan teduh yang bisa dilaluinya untuk mencapai dekanat, pikiran Sasa berselancar. Diaz cukup tampan dan supel, apa yang salah dengan lelaki ini? Jika dibanding Badai, Diaz tidak kalah tampan dan kepribadian Diaz lebih hangat ketimbang Badai. Namun, kenapa hatinya justru memilih jatuh pada Badai?

"Badai," desis Sasa tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah-tengah taman.

Sebuah payung dibawa Badai untuk melindungi Sasa dari air hujan. Ia pikir inilah saat yang tepat untuk bertemu dan mengobrol, berharap Sasa mau bicara dengannya.

"Mohon ijin, kamu baru sembuh, jangan malah ujan-ujanan," kata Badai tersenyum sangat tampan.

"Ujan lebih pengertian sama aku, dia tau gimana sakit dan sendunya hatiku saat ini. Beda sama badai yang dateng cuma buat bikin hancur semuanya," sindir Sasa telak.

"Sa," Badai menghalangi langkah Sasa.

"Did I know you?"

"Sa, aku perlu berbuat gimana biar kamu paham situasi yang harus kuhadapin?" bujuk Badai kalut.

"Enyah dari hidupku!" hardik Sasa kejam. "Semua tentang perjodohan kita udah dibatalin, jadi kamu nggak perlu nanya kamu musti ngapain!"

"Itu nggak ngehapus kewajibanku buat ngelindungin kamu karena aku punya dua misi yang berbeda!"

"Oh ya?" Sasa menantang, "do whatever you want!"

"Fine!" sambar Badai, "kamu minta aku ngelakuin apa aja yang kupengin kan? Tetep ada di deketku biar kamu selalu ada dalam jangkauan perlindungan ISF!" ujarnya mendikte Sasa.

"Kamu nggak bisa begitu ke aku!" tolak Sasa.

"Bisa! Mau jadi calon suami atau enggak, aku yang bakalan numbalin nyawaku buat jaga kamu. Apa yang bisa kamu lakuin kalau selain kujaminin nyawa, kamu juga bakalan dapet hati dan hidupku?"

Sasa tercekat, tak bisa lagi melawan ucapan Badai yang tegas dan intimidatif itu. Bibirnya bergerak-gerak tak tentu, ia merangkai kata untuk membalas Badai tapi semua terasa tertahan di tenggorokan.

"Brengsek!" serang Sasa memukul dada Badai lagi seperti saat mereka bertemu resmi dulu, lantas berlari meninggalkan Badai begitu saja.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Malaikat Pelindung   119. End Game

    Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak

  • Jodoh Malaikat Pelindung   118. Yang Terpilih (21+)

    Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas

  • Jodoh Malaikat Pelindung   116. Memulai Bulan Madu

    "Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala

  • Jodoh Malaikat Pelindung   115. Hari Bahagia Untuk Sasa

    Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik

  • Jodoh Malaikat Pelindung   114. Resepsi Impian

    Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   113. Pasangan Serasi

    Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status