Home / Romansa / Jodoh Malaikat Pelindung / 6. Sedingin Tatapan

Share

6. Sedingin Tatapan

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2024-10-02 01:42:10

Praktis, setelah pertemuan mengejutkan dua hari sebelumnya dengan Badai yang berseragam sangat tampan, Sasa mendiamkan Damar dan Ran. Tidak ada satupun orang di dalam rumah yang diajaknya bicara. Ia marah sekali, tapi tak tega jika harus mengomeli sang Ayah di situasi yang tidak menguntungkan seperti ini.

"Kamu udah sehat Sa? Nggak mau istirahat barang sehari atau dua hari lagi?" tanya Ran saat melihat anak gadisnya keluar kamar sudah dengan setelan siap berangkat kuliahnya.

"Iya," jawab Sasa singkat.

"Masih ngambek sama Ayah?" tanya Damar yang juga sedang menikmati sarapannya.

"Masih," sahut Sasa lagi, cuek sekali.

"Alpha itu pasukan khusus Sa, unit intelejen yang sistem kerjanya adalah klandestin, Sasa tau itu kan?" tanya Damar.

"Bunda," Sasa justru berpaling pada Ran. "Aku nggak sarapan," pamitnya melengos.

"Sakura Kadita Rumi!!" seru Damar keras-keras.

Mau tidak mau, Sasa menghentikan langkahnya. Tak menoleh, ia mematung, menunggu kalimat Damar selanjutnya.

"Alpha sengaja Ayah tugaskan untuk jagain kamu karena latar belakang kampus yang kamu pilih itu masuk dalam level berbahaya. Bisa kamu pahami kekhawatiran Ayah?" gumam Damar berusaha berbicara tenang.

"Dan nyembunyiin identitasnya dariku, iya Yah? Kalau Ayah nggak minta aku buat nikah sama dia, bakalan beda ceritanya! Ini Ayah ngejodohin aku sama dia, selama ini aku ditipu sama semua orang dan aku nggak tau?" jerit Sasa tak terkendali. "Ini soal perasaan asal Ayah tau! Tanya ke Bunda, sakit nggak rasanya dibohongin kayak gitu? Dan apa? Ayah nggak minta maaf sama sekali ke aku! Bunda juga!"

Hening. Ran memilih untuk tidak ikut campur dan membiarkan Damar berhadapan langsung dengan sang putri kesayangan.

"Ayah minta maaf, iya Ayah tau sampai di sini semua yang tau soal misi Alpha ikut bertanggungjawab," kata Damar. "Tapi kalau kamu marah begini dan ngediemin Ayah sama Bunda, masalah nggak akan selesai. Kamu juga nggak mau bicara sama Alpha lagi, apa kalian nggak pengin ngobrol berdua?"

"Nggak perlu. Batalin perjodohan kami, Yah," kata Sasa tegas. "Badai punya pacar dan perjodohan ini cuma nyakitin satu sama lain!" pintanya tanpa pikir panjang.

"Oke," Damar langsung setuju. "Perjodohan kalian nggak perlu dilanjutin," sebutnya mengejutkan.

Sasa mengangguk lemah, "Aku berangkat. Assalamualaikum," pamitnya bergegas pergi, memesan taksi online melalui aplikasi.

Begitu ia naik ke dalam taksi yang tanpa pengawalan itu, tangis Sasa pecah. Ia gamang, bingung, kecewa dan marah bukan hanya pada semua orang, tapi juga pada dirinya sendiri. Kenapa di saat sang Ayah setuju untuk membatalkan perjodohan, ia justru merasa tak rela dan menyesal sudah asal berbicara dan meminta?

"Udah baekan kamu, Sa?" tegur Nana, sahabat sekaligus teman satu kelas Sasa, ia menyambut senang saat sang putri jenderal masuk ke dalam kelas.

Sasa hanya mengangguk ringan, senyum tipis ia kembangkan. Matanya mengitar dan ia menemukan sosok Badai tengah duduk di pojok ruangan dengan tatapan yang juga mengarah teduh padanya. Seketika Sasa mencari fokus lain, pura-pura meneliti kursi kosong yang bisa ia tempati.

"Beneran kecapean ya?" gumam Nana, "Mas Diaz nyariin kamu tuh," ujarnya.

"Terus kamu jawab gimana?" tanya Sasa tertarik.

"Aku bilang jujur kalau kamu sakit dan perlu istirahat. Dan dia nggak nanya lagi. Sa, beneran dia nembak kamu? Kok aku denger rumor gitu ya dari geng si Dira."

"Nggak tau lah Na," Sasa mengedikkan bahunya. "Aku nggak ngerti juga sama tu orang, yang satunya juga lebih brengsek ternyata," katanya.

"Siapa? Angin ribut? Si Badai?" tebak Nana tepat sekali.

Sasa segera mengangguk, "Rumit banget serius Na, sampe tepar aku mikir perasaanku sendiri. Dahlah, Pak Solihin dateng," katanya mengakhiri obrolan ringannya dengan Nana.

Sepanjang perkuliahan berlangsung, Sasa tak banyak bicara. Ia yang biasanya aktif bertanya, hari ini tampak murung dan tanpa semangat. Di tempat duduknya, Badai tak melepas tatapan sama sekali dari punggung Sasa. Jauh di lubuk hatinya ia cukup khawatir pada kondisi Sasa yang memang sempat meliburkan diri selama dua hari setelah pertemuan resmi mereka. Badai hanya mendapat kabar mengenai kesehatan Sasa dari Ran yang memang menaruh banyak harapan padanya.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Malaikat Pelindung   119. End Game

    Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak

  • Jodoh Malaikat Pelindung   118. Yang Terpilih (21+)

    Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas

  • Jodoh Malaikat Pelindung   116. Memulai Bulan Madu

    "Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala

  • Jodoh Malaikat Pelindung   115. Hari Bahagia Untuk Sasa

    Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik

  • Jodoh Malaikat Pelindung   114. Resepsi Impian

    Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   113. Pasangan Serasi

    Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status