Share

5. Cincin Dan Kebaya

Raka terdiam. Ia sampai tidak kepikiran hal itu, ia lupa membeli dua cincin. Ia terlalu memikirkan jumlah uangnya. Ia takut uangnya habis.

"Maaf. Aku lupa beli dua cincin, karena saat membeli, aku hanya mengingat namamu saja," ucap Raka merasa bersalah. Sekarang, Maya marah dan ia gagal membuat Maya bahagia. Biasanya jika wanita manapun setelah di belikan sebuah cincin lamaran, pasti bahagia dan tersenyum senang, tapi reaksi Maya berbeda justru marah-marah hanya masalah kecil saja.

"Lalu, dimana maharku? Apa kamu sudah dapat mahar yang aku minta? Mahar satu juta, ya," desaknya tidak sabaran.

"Kalau mahar, maaf banget. Uangku habis," Raka menjawabnya dengan lesu. Ia terpaksa berbohong kepada Maya. Uangnya belum habis, ia sengaja agar Maya tidak semakin curiga jika ia sebenarnya memiliki uang yang cukup untuk mahar Maya.

"Lihat sendiri kan, ibu? Dia saja tidak memberikanku mahar. Dan ibu memaksaku menikah sama dia?" Maya menunjuk Raka yang hanya diam.

"Tapi, aku membelikanmu kebaya. Cobalah, semoga ukurannya pas di tubuhmu," Raka menyodorkan kebaya putih tulang kepada Maya.

"Kebaya satu, lalu kamu pakai apa saat kita menikah menghadap penghulu nanti? Kemeja hitam kamu ini?" Maya tidak bisa sabar, ia masih kesal dengan Raka yang tidak menepati janjinya. Raka sepertinya hanya bermain-main dan tidak serius.

"May, kamu kenapa sih terus-terusan marahi nak Raka? Dia lupa, maafin saja kesalahan calon suamimu itu," Manda tidak suka Maya memarahi Raka.

"Tapi, bu. Kalau dia tidak beli jas, memangnya ibu mau aku dan dia menikah tapi pakaiannya tidak seperti pengantin diluar sana? Mempelai perempuan memakai kebaya, mempelai laki-laki memakai jas hitam atau putih. Sedangkan, Raka? Dia tidak beli cincin dan jas. Paket lengkap sudah!" Kesabaran Maya habis, ia menatap Raka sinis. Raka tidak bisa di andalkan, bagaimana nantinya jika Raka sudah menjadi suaminya?

"Ibu yang akan sewakan jas untuk nak Raka. Kamu jangan memberatkan pernikahan ini hanya karena perkara kecil," Manda akhirnya memberikan sebuah solusi jalan keluar, ia juga tidak ingin Raka terus-terusan di salahkan oleh Maya.

"Kapan pernikahannya?" Maya bertanya lagi, ia sebenarnya belum siap untuk menikah, apalagi menjadi seorang ibu rumah tangga yang nantinya sekaligus mengasuh seorang anak.

"Besok," jawab Raka mantap. Ia tidak ingin terlalu banyak mengundur waktu terlalu lama. Ia ingin menyegerakan pernikahan ini sebelum nantinya Hartono menemukannya sewaktu-waktu diluar dugaannya.

"Besok?" Ulang Maya tidak percaya. Kenapa sesingkat itu? Bahkan ia saja tidak mengenal lebih dalam siapa sosok Raka dan bagaiman sifatnya.

Raka mengangguk. "Iya, besok. Kita ke Kantor Urusan Agama saja. Tidak perlu memanggil penghulu. Yang terpenting, kita sah di mata negara dan agama."

Hati Manda tersentuh dengan kalimat Raka yang terdengar tenang. "Pintar banget nak Raka. Ibu setuju banget kalau kalian nikahnya di KUA."

"Terus, ibu yang katanya ingin pernikahanku di rayakan meriah?" Maya ingin mengingatkan Manda sekali lagi, dulu Manda ingin pernikahannya harus meriah dan di hadiri banyak tamu undangan.

"Sederhana saja, turutilah apa kemauan nak Raka. Lebih baik uangnya kamu tabung untuk lahiran anak nanti," jawab Manda senyum-senyum sendiri. Ia paling bahagia.

Sedangkan Raka memikirkan bagaimana ke depannya ia setelah menikah dengan Maya. Ia adalah kepala rumah tangga. Ia adalah seorang imam yang akan mendidik Maya menjadi wanita yang jauh lebih baik.

"Sebenarnya, ibu kenal Raka darimana? Kenapa ibu langsung menjodohkan kita?" Maya ingin tau semuanya.

Mungkin sudah saatnya Maya tau.

Manda mengambil napas dalam-dalam. "Ibu kenal, disaat ibu kecopetan di pasar. Dan nak Raka ini yang menolong ibu. Coba saja kalau tidak ada dia, mungkin dompet dan isinya sudah hilang. Ibu tidak bisa belanja dan masak. Kamu mau kelaparan?" Manda menceritakan detail sebuah musibah yang baru saja menimpanya beberapa jam yang lalu.

"Kalau pernikahannya besok, Raka tinggal dimana? Jangan bilang, Raka bakal menginap disini?" Tanya Maya menduga, Raka saja di usir dari rumah. Entah darimana alamat sebenarnya Raka.

"Iya ... menginap disini. Tidak mungkin ibu membiarkan dia kebingungan cari kost. Disini tidak ada kost, May," perasaan Manda tidak tega membiarkan Raka sendirian diluar. Ia sudah menganggap Raka seperti putranya sendiri.

"Syaratnya, jangan biarkan dia tidur di kamar manapun. Kamar di rumah ini hanya ada dua, kamarku dan kamar ibu. Biarkan saja Raka tidur di ruang tamu," ucap Maya ketus. Ia tidak ingin Raka tidur sekamar dengannya jika Manda berubah pikiran.

Manda menoleh menatap Raka yang diam, Raka tidak marah.

"Aku tidur disini saja. Lagipula benar yang di katakan Maya. Terutama kita belum ada ikatan sah," Raka menanggapinya biasa saja. Ia tidak merasa kesal dengan sikap Maya. Ia tau Maya hanya terkejut tiba-tiba di perkenalkan dan di jodohkan laki-laki asing seperti dirinya.

Manda mengangguk mengerti. Syukurlah Raka sabar menghadapi Maya. Raka adalah laki-laki pilihan yang tepat. Raka tidak menunjukkan tanda-tanda emosi atau berbicara kasar kepada Maya. Raka tetap tenang menghadapi sikap Maya.

'Kalau begitu, Raka sudah cocok menjadi suami Maya. Walaupun ada perbedaan umu selisih 5 tahun, tapi Raka seperti laki-laki yang pemikirannya sudah dewasa saat menghadapi emosionalnya wanita,' tutur Manda dalam hatinya.

***

Raka tidak bisa tidur, ia membaringkan dirinya di kursi panjang ruang tamu. Ia juga kedinginan karena udaranya berbeda dengan kota tempat tinggalnya yang panas.

"Aku nanti cari kerja dimana ya?" Raja berpikir sejenak. Besok adalah hari pernikahannya dengan Maya. Tidak mungkin ia menjadi suami yang tidak berpenghasilan. Ia tidak mau menjadi suami yang bermalas-malasan. Walaupun Manda baik, ia juga merasa sungkan jika nantinya bergantung dengan mereka.

"Di desa ini, ada pekerjaan apa saja, ya?" Gumam Raka bertanya-tanya.

"Aku ingin membahagiakan Maya," semakin kesini dan terlalu banyak yang di pikirkan, Raka kesulitan tidur.

Di kamar bercat merah muda, kamar Maya. Wanita itu juga tidak bisa tidur memikirkan hari esok adalah hari pernikahannya.

"Aku bisa menolak pernikahan itu. Aku tidak tau sifat asli Raka bagaimana. Aku tidak tau apakah Raka bisa setia atau tidak," Maya ada rasa trauma sedikit dengan masa lalunya masalah percintaan yang gagal. Cinta dalam diam pertama kalinya di bangku SMA.

Wajah Raka sempurna dan benar-benar tampan. Kemungkinan akan ada banyak wanita yang berlomba-lomba merayu Raka dan ingin merebut hatinya.

"Stop, kenapa aku jadi berpikiran buruk tentang dia?" Maya menggelengkan kepalanya. Ia sendiri tidak mengerti sampai memikirkan Raka.

"Tunggu ... aku belum izin dengan Bos. Ah, izin apa ya?" Maya beru teringat jika ia tidak boleh absen selama bekerja kecuali izin atau sakit.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status