Home / Romansa / Jodoh Pilihan Ibu Tiri / 4. Permintaan Maya

Share

4. Permintaan Maya

Author: Author Ara
last update Last Updated: 2023-08-17 18:45:01

Setelah gagal melakukan penarikan, Raka hanya mempunyai sebuah ide. Menjual jam tangannya. Benda yang selama 2 tahun selalu ia pakai kemanapun ketika melihat waktu.

"Aku akan menjualnya di sosial mediaku," Raka tersenyum bangga. Lebih cepat dan praktis. Namun, suara hatinya tiba-tiba berkata jangan melakukan itu.

"Ya ampun! Aku baru ingat kalau aku menyembunyikan identitasku. Jika aku menjual jam ini sekarang di sosial media, semua orang akan tau keberadaanku dimana termasuk ayah," ucap Raka, ia mengurungkan niatnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

"Apa ... aku jualnya di pasar saja ya?" Tanya Raka, tidak ada tempat lain kecuali pasar, mengenai ia sekarang berada di sebuah desa perkampungan tentunya tidak sama dengan perkotaan yang beberapa di antaranya ada supermarket dan Mall.

Dan Raka menuju ke sebuah pasar.

Tiba di pasar Raka mencari penjual jam tangan. Ia melangkah mengelilingi sekitar pasar.

Setelah menemukan penjual jam tangan, Raka mulai berbicara dan bernegoisasi kepada penjual jam tangannya ia menawarkan harga 3 juta rupiah.

"Aku ingin menjual jam tanganku ini seharga 3 juta,apakah bisa? Dan aku harap jam tanganku ini terjual hari ini juga," Raka melepaskan jam tangannya dan menunjukkannya kepada penjual tersebut.

"Apa ini mereknya?" Ia mengamati jam tangan Raka. Tapi menurutnya dari segi desain terlihat cukup elegan dan mewah.

"Seiko automatic. Tolong aku benar-benar butuh uang," Raka memohon. Dan uang itu untuk membeli cincin kebaya dan mahar untuk Maya.

Penjual itu mengangguk. "Tentu saja bisa. Tunggu sebentar ya."

Raka menghela napas lega. ' Lihatlah, aku sanggup membelikanmu semuanya sesuai permintaanmu,' batin Raka.

Beberapa saat kemudian, penjual itu membawa sebuah amplop dan memberikannya kepada Raka. "Ini uang 3 juta milikmu. karena sebelumnya ada orang yang ingin memesan jam tangan Seiko automatic."

Raka mengangguk. "Terima kasih," ia membuka isi amplop itu dan menghitung jumlah uangnya. Benar, 3 juta sesuai apa yang di harapkannya.

Sekarang, saatnya Raka membeli cincin. Ia kembali melangkah mengelilingi pasar dan mencari toko emas. Ia yakin pasti ada.

Setelah menemukan toko emas, Raka melihat-lihat perhiasan yang di pajang. Beberapa diantaranya ada cincin, gelang, dan kalung. Matanya terfokus pada cincin.

Seorang pramuniaga toko menghampiri Raka. "Ada yang bisa saya bantu?" Ia bertanya ramah dan tersenyum.

"Maaf, apakah ada cincin yang tidak terlalu mahal harganya?" Bukannya Raka tidak membelikan cincin emas berharga mahal, tapi ia perlu menghemat uang 3 jutanya untuk beberapa hari ke dapan.

"Ada, tapi design cincinnya sederhana. Sayangnya, tersisa 2 cincin saja yang harganya murah," ujanya dengan raut wajah merasa bersalah. Selama melayani pelanggan, ia mengerti berbagai macam alasan ketika pelanggan membeli perhiasan. Dari harga yang mahal dan murah.

"Tidak apa-apa. Aku memang menginginkannya," Raka tersenyum samar. Ia harap Maya tidak mempermasalahkan harga dan designnya. Seharusnya ia bisa membeli cincin yang mahal, seperti berlian atau emas putih, tapi kondisinya saat ini tidak mempunyai uang banyak.

Pramuniaga toko itu memberikan dua cincin kepada Raka, ia menunjukkan cincin yang berkualitas sedang, tentunya di bandrol dengan harga murah.

Raka mengamati dua cincin itu. Salah satunya memiliki ukiran garis-garis sederhana. Satunya lagi tidak ada design ukiran, hanya cincin emas yang polos. Dan ia bisa menebak harganya jika yang cincin berukir harganya lebih tinggi daripada cincin yang polos.

"Aku membeli yang ini saja," Raja menunjukkan cincin polos itu kepada pramuniaga toko.

"Baiklah, mohon di tunggu sebentar."

Selanjutnya, Raka memikirkan harga kebaya, semuanya tidak mudah dan hanya kepikiran uang dan harga. Dulu, ia tidak peduli dengan berapapun harga yang tertera. Tapi sekarang keadaan seolah berbanding terbalik.

"Ini, terima kasih telah berbelanja di toko kami," pramuniaga toko itu memberikan sebuah bingkisan paper bag berwarna coklat kepada Raka.

"Aku ... ingin mencari toko kebaya. Apa disini ada? Maaf, karena ini untuk pertama kalinya aku ke pasar," daripada ia kelelahan jalan kaki mengelilingi pasar, lebih baik ia bertanya lebih dulu.

Pramuniaga toko tersenyum dan mengangguk. "Kalau toko kebaya, anda bisa jalan lurus terus dan belok ke kiri. Dan disana anda bisa menemukan toko kebaya."

"Ok, sekali lagi, terima kasih," Raka mengingat rute yang di tunjukkan oleh pramuniaga tadi, lurus terus kemudian belok ke kiri.

Namun, Raka merasakan tubuhnya mulai lelah. Perutnya berbunyi keroncongan, ia lapar.

"Aku sama sekali belum makan. Bahkan di rumah tadi setelah di usir sama ayah," Raka mengusap perutnya.

Raka tidak peduli, ia harus membeli kebaya dan terakhir adalah mahar.

***

Hari mulai sore, Raka tidak bersemangat. 2 paper bag yang ia bawa itu hanyalah kebaya dan cincin Maya.

Mahar, ia tidak bisa mendapatkannya walaupun hanya 1 juta tapi karena design dan kerapiannya menjadi 1 juta 500 ribu. Sedangkan uangnya tersisa 1 juta 700 ribu saja. Jika di totalkan, cincin polos tanpa ukiran yang di beli serhaga 500 ribu, kemudian kebaya 800 ribu. Uang awal Raka sebelumnya 3 juta rupiah, walaupun hanya membeli mahar yang di dalamnya tertata uang 1 juta dengan rapi, harganya hampir sedikit lagi menguras uangnya.

"Maafkan aku," Raka menunduk, matanya menatap dua paper bag itu sedih. 1 juta 700 ribu akan ia simpan baik-baik. Dengan terpaksa, ia memberikan Maya mahar 200 ribu.

"Entah mengapa baru kali ini aku merasa tidak pantas untuk seorang wanita," Raka menatap pemandangan langit yang berwarna orange, hari mulai senja.

Tiba di rumah Maya, Raka kembali pulang. Sesuai janji dan kesepakatannya bersedia menuruti permintaan Maya.

Maya dan Manda duduk di ruang tamu menunggu kepulangan Raka.

"Nak Raka? Ohh, syukurlah kamu tau jalan pulang. Ibu takut kamu tersesat lagi, soalnya pasar di desa ini selalu berdesakan, ramai begitu," Manda terkekeh, matanya melihat Raka membawa 2 paper bag.

"Itu, apa nak Raka? Cincin, kebaya sama mahar ya?" Tanya Manda. Sudah ia duga Raka pasti sanggup membeli semua itu. Tapi, ia tidak tau jika Raka sebenarnya anak dari Hartono, seorang Bos di perusahaan industri manufaktur terbesar di sebuah kota.

"Kamu, beli semua itu? Uangmu sendiri?" Maya ragu dan tidak yakin. Raka saja sekarang tidak bekerja, entab bagaimana nanti nasibnya setelah berumah tangga dan menjadi istri Raka.

"Iya," Raka mengangguk, "Apakah kamu bersedia aku pasangakan cincin?" Raka mengeluarkan sebuah kotak kecil dari paper bag coklat. Cincin seharga 500 ribu tanpa ukiran apapun.

"Iya! Maya bersedia kok. Ayo sana, tangamu di pasangkan cincin. Jangan biarkan jari-jari tanganmu itu kosong," suruh Manda, ia mendorong Maya perlahan agar lebih dekat dengan Raka.

Raka meraih tangan kiri Maya. Ia memasangkan cincin itu di jari manis Maya.

Ekspresi Maya tidak bahagia sama sekali, ia menatap Raka datar. "Apa aku saja yang pakai cincin? Seharusnya kamu beli dua cincin, Raka. Bukan satu," protesnya kesal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   17. Maaf Berselingkuh

    "Halo, bagaimana dengan tugas yang aku berikan. Apa kamu sudah melaksanakannya?" Tanya Hartono dengan seseorang melalui telepon. Hartono berdiri menatap kaca yang menampilkan pemandangan kota, gedung pencakar langit dengan sedikit kabut yang menghalangi. Suara perempuan dari seberang telepon menjawabnya. "Sudah, aku menemukan keberadaan Raka. Tenang saja, aku sudah mengenalnya. Percayalah, Raka tidak akan bisa kabur lagi.""Kapan kamu memberikanku imbalan 50 juta?" Tanyanya dengan suara menggoda dan sedikit genit. Ya, Hartono memang menjanjikan imbalan 50 juta bagi siapapun yang berhasil menemukan Raka dan membawanya kenbali pulang ke rumah. "Aku minta kamu transfer sekarang. Aku harus shopping banyak, Mas," tuntutnya tak sabaran. Siapa yang tidak tergiur uang sebanyak itu. "Kamu, belum membawa Raka pulang. Aku tidak bisa mentransfer uangnya sekarang. Bekerjalah dengan becus," Hartono mengakhiri teleponnya, ia memijat pelipisnya yang terasa pusing. Sedangkan disisi lain, seorang

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   16. Hasutan Orang-Orang

    Disinikah, Raka. Sekolah TK yang ramai pedangang. Mata Raka hanya mencari sosok Manda. Raka melangkah perlahan, ia menatap satu persatu pedagang yang berjejer. Manda menjual pisang coklat. Ada pedangang cilok, cireng, sosis goreng, terambulan, dan crepes. Tapi ia tidak menemukan Manda. "Permisi, apa disini ada pedaganga baru?" Raka bertanya ke pedagang crepes. Pedangang yang letaknya berada di paling ujung sekolah TK. "Pedangang baru?" Pria berperawakan gagah dengan kumis tebal itu mengernyit. Ia berpikir sejenak dengan apa yang di cari Raka. "Sepertinya, tidak ada, Mas. Pedagang disini masih sama. Tidak ada kedatangan pedangang baru," ia menjawabnya. Sembari melayani pembeli anak-anak TK yang sedang beristirahat. "Oh, ya. Terima kasih," Raka tersenyum. Ternyata Manda tidak ada. Lalu, kemana Manda sekarang? "Sama-sama, Mas. Itu dua ribuan, nak. Ya, sebentar ya. Tunggu," ia melayani anak-anak TK dengan telaten dan sabar. Ia membuat crepes diatas teflon. Raka bingung, apakah Ma

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   15. Mencari Mertua

    Raka meneguk salivanya, yang benar saja menjadi pacar? Raka berusaha tetap tenang. "Kalau jadi pacar, kenapa?" Ia penasaran, mungkin ia sering di ajak jalan dengan Syila dan ia bisa membawa makanan bungkus untuk Maya dan Manda. Ah, tapi itu terlihat jahat. "Apapun yang Mas inginkan, aku kabulkan. Oh, dan ini penawaran satu kali. Tidak ada kesempatan kedua. Pikirkan baik-baik ya, Mas. Dan resikonya juga," Syila tersenyum penuh kemenangan, lihat saja Raka pasti lebih memilih menjadi pacarnya daripada kedoknya berselingkuh di ketahui oleh istrinya. "T-tapi, kamu berjanji tidak akan membocorkan ini?" Suara Raka gemetar ketakutan. Ia yang biasanya dingin kepada wanita, sekarang ia tak berdaya dan pasrah. Semua ini karena takdirnya yang berubah drastis usai di usir Hartono. Kekayaan, fasilitas mobil, dan uang di ATM tak bisa Raka memilikinya. Ia pergi dengan tangan hampa, dan sisa uang yang hanya bisa di tarik tidak banyak sebelum ATM-nya di batasi oleh Hartono. "Hmm," Raka bergumam ti

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   14. Selingkuh Atau Jadi Pacar?

    "Beristri? Aku tidak peduli. Siapa tau dia ingin menikah lagi dan mencari istri kedua, ya kan, Mas?" Syila mencolek dagu Raka. "Menjauhlah dariku," geram Raka, kesabarannya sudah habis. Ingin sekali ia mendorong perempuan itu, tapi ia tidak bisa berbuat kasar karena dia perempuan. Syila bukannya menjauh tapi semakin mengeratkan pelukannya. "Syila, hati-hati nanti di marahi Mbak Maya."Syila tak peduli. "Kamu kerja apa, Mas?" "Aku harus berangkat kerja sekarang. Jangan menahanku seperti ini, Syila," Raka memanggil nama Syila penuh penekanan"Wah, kamu memanggil namaku?" Syila membasahi bibirnya, ia tersenyum menggoda. Ia sama sekali tidak malu di perhatikan oleh orang-orang. Raka tersenyum miring. "Kamu mau aku panggil jalang? Ya, sebutan jalang lebih cocok untukmu," ia mengangguk, nama itu terlalu bagus untuk wajah nakal yang memendam sebuah hasrat itu. "Ssstt," Syila menempelkan jari telunjuknya di bibir Raka seakan memerintahkan laki-laki itu tidak bersuara terlalu keras. "Ak

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   13. Di Goda Biduan

    Raka mengobati luka Maya dengan hati-hati. Ia membersihkannya dengan kapas. "Pelan-pelan, Raka! Sakit!" Maya meringis menahan sakit. Ia menatap Raka kesal. Sedangkan Manda yang tidak tau apa-apa mendengar itu pun sedikit curiga."Waduh, apanya yang pelan?" Tanyanya merasa penasaran. Ia meninggalkan dapur sejenak. Ia melangkah mengendap-endap menuju ke kamar Maya. Manda memasang telinganya baik-baik. Ia mendengarkan setiap suara desahan Maya yang terdengar sampai di luar kamar. "Ahh, Raka! Stop!" Manda membungkam mulutnya tak percaya. Mungkinkah mereka sedang melakukannya sekarang? "Wah, sebentar lagi. Aku bakal dapat seorang cucu," Manda menahan senyumannya. Perasaannya riang gembira. Inilah yang paling ia tunggu-tunggu selama ini. Karena sebelumnya ia tidak mendengar apapun dari kamar. Hanya keheningan malam sampai ia begadang dan tidur jam 1 pagi. "Sudah, masih perih?" Raka sudah menetestakan betadine di lutut Maya. Tidak ada lagi darah, ia tidak menutupi luka Maya dengan han

  • Jodoh Pilihan Ibu Tiri   12. Nabrak Pohon

    Raka yang merasakan Maya seperti ingin marah, ia mundur beberapa langkah. Ia sedikit takut. Maya mengambil piring itu, ia menyendok nasi dan menyuapkannya pada Raka. "Kamu saja yang makan. Aku belum lapar."Raka yang tidak siap menerima suapan dari Maya pun terbatuk-batuk. "Berhenti, aku tersedak. Tolong jangan memaksaku," pinta Raka memelas, ia menepuk dadanya, ia menelan paksa nasi suapan dari Maya. "Eh ... maaf," Maya dengan sigap meletakkan piring itu di meja nakas. Ia memijat tengkuk Raka. "Maaf banget ya?" Ia merasa bersalah. Melihat raut wajah Maya yang khawatir, hati Raka sedikit senang. Disaat ia sakit, Maya khawatir, tapi jika tidak sakit Maya bersikap ketus. Dengan ini, Raka memanfaatkan keadaan. "Pijat di pundak juga, ya? Aku masih capek. Tadi angkat-angkat semen dan genteng.""Hmm," Maya hanya bergumam. Ia memijat pundak Raka walaupun merasa tidak ikhlas. Ia tau pasti Raka modus dan ingin mencuri kesempatan romantis. "Aku tadi di tanya teman-teman kerjaku. Mereka tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status