Share

4. Permintaan Maya

Setelah gagal melakukan penarikan, Raka hanya mempunyai sebuah ide. Menjual jam tangannya. Benda yang selama 2 tahun selalu ia pakai kemanapun ketika melihat waktu.

"Aku akan menjualnya di sosial mediaku," Raka tersenyum bangga. Lebih cepat dan praktis. Namun, suara hatinya tiba-tiba berkata jangan melakukan itu.

"Ya ampun! Aku baru ingat kalau aku menyembunyikan identitasku. Jika aku menjual jam ini sekarang di sosial media, semua orang akan tau keberadaanku dimana termasuk ayah," ucap Raka, ia mengurungkan niatnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

"Apa ... aku jualnya di pasar saja ya?" Tanya Raka, tidak ada tempat lain kecuali pasar, mengenai ia sekarang berada di sebuah desa perkampungan tentunya tidak sama dengan perkotaan yang beberapa di antaranya ada supermarket dan Mall.

Dan Raka menuju ke sebuah pasar.

Tiba di pasar Raka mencari penjual jam tangan. Ia melangkah mengelilingi sekitar pasar.

Setelah menemukan penjual jam tangan, Raka mulai berbicara dan bernegoisasi kepada penjual jam tangannya ia menawarkan harga 3 juta rupiah.

"Aku ingin menjual jam tanganku ini seharga 3 juta,apakah bisa? Dan aku harap jam tanganku ini terjual hari ini juga," Raka melepaskan jam tangannya dan menunjukkannya kepada penjual tersebut.

"Apa ini mereknya?" Ia mengamati jam tangan Raka. Tapi menurutnya dari segi desain terlihat cukup elegan dan mewah.

"Seiko automatic. Tolong aku benar-benar butuh uang," Raka memohon. Dan uang itu untuk membeli cincin kebaya dan mahar untuk Maya.

Penjual itu mengangguk. "Tentu saja bisa. Tunggu sebentar ya."

Raka menghela napas lega. ' Lihatlah, aku sanggup membelikanmu semuanya sesuai permintaanmu,' batin Raka.

Beberapa saat kemudian, penjual itu membawa sebuah amplop dan memberikannya kepada Raka. "Ini uang 3 juta milikmu. karena sebelumnya ada orang yang ingin memesan jam tangan Seiko automatic."

Raka mengangguk. "Terima kasih," ia membuka isi amplop itu dan menghitung jumlah uangnya. Benar, 3 juta sesuai apa yang di harapkannya.

Sekarang, saatnya Raka membeli cincin. Ia kembali melangkah mengelilingi pasar dan mencari toko emas. Ia yakin pasti ada.

Setelah menemukan toko emas, Raka melihat-lihat perhiasan yang di pajang. Beberapa diantaranya ada cincin, gelang, dan kalung. Matanya terfokus pada cincin.

Seorang pramuniaga toko menghampiri Raka. "Ada yang bisa saya bantu?" Ia bertanya ramah dan tersenyum.

"Maaf, apakah ada cincin yang tidak terlalu mahal harganya?" Bukannya Raka tidak membelikan cincin emas berharga mahal, tapi ia perlu menghemat uang 3 jutanya untuk beberapa hari ke dapan.

"Ada, tapi design cincinnya sederhana. Sayangnya, tersisa 2 cincin saja yang harganya murah," ujanya dengan raut wajah merasa bersalah. Selama melayani pelanggan, ia mengerti berbagai macam alasan ketika pelanggan membeli perhiasan. Dari harga yang mahal dan murah.

"Tidak apa-apa. Aku memang menginginkannya," Raka tersenyum samar. Ia harap Maya tidak mempermasalahkan harga dan designnya. Seharusnya ia bisa membeli cincin yang mahal, seperti berlian atau emas putih, tapi kondisinya saat ini tidak mempunyai uang banyak.

Pramuniaga toko itu memberikan dua cincin kepada Raka, ia menunjukkan cincin yang berkualitas sedang, tentunya di bandrol dengan harga murah.

Raka mengamati dua cincin itu. Salah satunya memiliki ukiran garis-garis sederhana. Satunya lagi tidak ada design ukiran, hanya cincin emas yang polos. Dan ia bisa menebak harganya jika yang cincin berukir harganya lebih tinggi daripada cincin yang polos.

"Aku membeli yang ini saja," Raja menunjukkan cincin polos itu kepada pramuniaga toko.

"Baiklah, mohon di tunggu sebentar."

Selanjutnya, Raka memikirkan harga kebaya, semuanya tidak mudah dan hanya kepikiran uang dan harga. Dulu, ia tidak peduli dengan berapapun harga yang tertera. Tapi sekarang keadaan seolah berbanding terbalik.

"Ini, terima kasih telah berbelanja di toko kami," pramuniaga toko itu memberikan sebuah bingkisan paper bag berwarna coklat kepada Raka.

"Aku ... ingin mencari toko kebaya. Apa disini ada? Maaf, karena ini untuk pertama kalinya aku ke pasar," daripada ia kelelahan jalan kaki mengelilingi pasar, lebih baik ia bertanya lebih dulu.

Pramuniaga toko tersenyum dan mengangguk. "Kalau toko kebaya, anda bisa jalan lurus terus dan belok ke kiri. Dan disana anda bisa menemukan toko kebaya."

"Ok, sekali lagi, terima kasih," Raka mengingat rute yang di tunjukkan oleh pramuniaga tadi, lurus terus kemudian belok ke kiri.

Namun, Raka merasakan tubuhnya mulai lelah. Perutnya berbunyi keroncongan, ia lapar.

"Aku sama sekali belum makan. Bahkan di rumah tadi setelah di usir sama ayah," Raka mengusap perutnya.

Raka tidak peduli, ia harus membeli kebaya dan terakhir adalah mahar.

***

Hari mulai sore, Raka tidak bersemangat. 2 paper bag yang ia bawa itu hanyalah kebaya dan cincin Maya.

Mahar, ia tidak bisa mendapatkannya walaupun hanya 1 juta tapi karena design dan kerapiannya menjadi 1 juta 500 ribu. Sedangkan uangnya tersisa 1 juta 700 ribu saja. Jika di totalkan, cincin polos tanpa ukiran yang di beli serhaga 500 ribu, kemudian kebaya 800 ribu. Uang awal Raka sebelumnya 3 juta rupiah, walaupun hanya membeli mahar yang di dalamnya tertata uang 1 juta dengan rapi, harganya hampir sedikit lagi menguras uangnya.

"Maafkan aku," Raka menunduk, matanya menatap dua paper bag itu sedih. 1 juta 700 ribu akan ia simpan baik-baik. Dengan terpaksa, ia memberikan Maya mahar 200 ribu.

"Entah mengapa baru kali ini aku merasa tidak pantas untuk seorang wanita," Raka menatap pemandangan langit yang berwarna orange, hari mulai senja.

Tiba di rumah Maya, Raka kembali pulang. Sesuai janji dan kesepakatannya bersedia menuruti permintaan Maya.

Maya dan Manda duduk di ruang tamu menunggu kepulangan Raka.

"Nak Raka? Ohh, syukurlah kamu tau jalan pulang. Ibu takut kamu tersesat lagi, soalnya pasar di desa ini selalu berdesakan, ramai begitu," Manda terkekeh, matanya melihat Raka membawa 2 paper bag.

"Itu, apa nak Raka? Cincin, kebaya sama mahar ya?" Tanya Manda. Sudah ia duga Raka pasti sanggup membeli semua itu. Tapi, ia tidak tau jika Raka sebenarnya anak dari Hartono, seorang Bos di perusahaan industri manufaktur terbesar di sebuah kota.

"Kamu, beli semua itu? Uangmu sendiri?" Maya ragu dan tidak yakin. Raka saja sekarang tidak bekerja, entab bagaimana nanti nasibnya setelah berumah tangga dan menjadi istri Raka.

"Iya," Raka mengangguk, "Apakah kamu bersedia aku pasangakan cincin?" Raka mengeluarkan sebuah kotak kecil dari paper bag coklat. Cincin seharga 500 ribu tanpa ukiran apapun.

"Iya! Maya bersedia kok. Ayo sana, tangamu di pasangkan cincin. Jangan biarkan jari-jari tanganmu itu kosong," suruh Manda, ia mendorong Maya perlahan agar lebih dekat dengan Raka.

Raka meraih tangan kiri Maya. Ia memasangkan cincin itu di jari manis Maya.

Ekspresi Maya tidak bahagia sama sekali, ia menatap Raka datar. "Apa aku saja yang pakai cincin? Seharusnya kamu beli dua cincin, Raka. Bukan satu," protesnya kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status