Share

Bab 6 Prinsip

Bagai kerupuk yang disiram air, kelima pemuda sohib Ziya merunduk semakin dalam setelah tatapan tajam dari Reza yang membuat suasana tiba-tiba mencekam.

"Hem!" balas Reza singkat melenggang masuk ke rumah.

"Eh," seru semua orang terkejut.

"Itu beneran Bang Reza?" canda Sofyan menunjuk ke arah pintu yang tertutup.

"Iyalah, lu pikir siapa? Hantu?" balas Ziya menggembungkan pipinya.

"Aneh aja, kek bukan Bang Reza. Nggak ada ceramah kek tempo hari," timpal Wahyu.

"Dahlah ayo, waktu kita nggak banyak nih!" ajak Farid tidak sabaran. Ia menarik lengan Ziya agar mengikutinya. Membukakan pintu mobil di  samping kemudi diikuti semua kawan-kawan yang duduk di belakang.

Di sepanjang jalan, mereka masih terheran-heran dengan sikap Reza tadi. Sedang Ziya cuek saja sambil memainkan ponselnya. Sedang Farid hanya berani mencuri-curi pandang melalui ekor matanya.

Opening kafe baru itu membuat suasana begitu ramai. Kelima pemuda selalu setia menjaga setiap langkah Ziya. Mereka bagaikan bodyguard yang menjaga majikan mereka dengan segenap jiwa raga.

Ziya hanya terkekeh melihat mereka yang terlalu berlebihan itu. Ia sendiri bingung, entah apa keistimewaan yang dimilikinya sampai punya sahabat laki semua dan sangat menjaganya.

"Di sana! Aku udah booking," seru Farid memimpin jalan.

Mereka pun segera duduk di kursi yang melingkari meja. Kemudian memilah dan memilih menu.

"Aku udah makan, cemilan aja sama ...."

"Jus alpukat nggak pake susu airnya dikit!" tukas  para bodyguardnya bersamaan. Mereka pun tertawa terbahak-bahak.

Tanpa mereka sadari, ternyata Farid tidak bergabung bersama mereka. Melainkan, saat ini telah berada di atas panggung kecil bersama grup band yang meramaikan acara malam itu.

Dalam beberapa menit pesanan mereka sudah terhidang di hadapan mereka. Lalu mulai menyantap sesuai keinginan mereka. Ziya menikmati kentang hangat yang dicolek saos sembari bersenda gurau dengan para sohibnya.

"Ehm! Selamat malam semuanya. Perkenalkan saya Farid."

Seketika semua teman-temannya menoleh ke sumber suara. Benar saja, pria itu dengan gagah berdiri di sana dengan mic di tangannya.

"Lah, kapan tu anak naik?" seru Ziya terkejut. Teman-temannya hanya mengendikkan bahu.

"Saya ingin membawakan sebuah lagu, untuk seseorang yang  selalu bersemayam di hati saya. Semoga suka, salamnya buat Catuda (Calon mantu idaman) Squad yang ada di sudut sana," ucap Farid menunjuk ke arah teman-temannya.

"Yuhuuuu! Fariiid!" teriak teman-temannya bertepuk tangan dengan heboh. Disambung semua pengunjung kafe.

Farid membawakan sebuah lagu yang berjudul Lagu Cinta, milik band ungu penuh dengan penghayatan. Sampai pada reff, tatapannya tak pernah berpaling dari Ziya.

Lagu cinta untukmu dari lubuk hatiku

Yang akan selalu ku nyanyikan sampai akhir hidupku

Lagu rindu untukmu dari dasar jiwaku

Yang akan selalu ku nyatakan di seluruh hidupmu

Riuh tepuk tangan menggema di kafe tersebut. Siulan dari teman-temannya pun turut meramaikan suasana ketika bait terakhir telah dinyanyikan. Satu lagu sudah dibawakan, semua orang terbawa suasana dengan suara indahnya. Lalu Farid turun dari panggung bergabung dengan teman-temannya.

Ziya masih cuek saja, meski sadar lagu itu ditujukan untuknya. Sedari awal sudah ia tanamkan tidak akan ada cinta dalam persahabatan mereka.

Prinsipnya satu, jika menjalin hubungan dalam artian pacar suatu saat bisa menjadi mantan. Namun tidak ada mantan sahabat dalam kamusnya.

****************

"Mey, banyak istirahat. Jangan jalan-jalan terus. Nanti aku temenin keliling kota deh kalau kamu udah sembuh," ucap Rio ketika sampai di pelataran rumah eyang Meysa setelah disebutkan alamat lengkapnya.

Meysa menyunggingkan senyuman manisnya, "Terima kasih banyak sudah menolongku hari ini. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu, maaf karena sudah malam, aku masuk dulu," sahutnya membuka pintu mobil.

Rio teringat akan sesuatu, ia pun berteriak memanggil Meysa saat wanita itu sudah memijak bumi.

"Mey! Tunggu!"

"Iya," sahut Meysa menunduk melihat Rio.

Lengan Rio mengulurkan kertas yang dijapit pada sebuah papan beserta satu set alat tulis. "Ini milikmu, terjatuh waktu kamu pingsan."

"Wah, iya. Terima kasih banyak. Aku pikir hilang tadi. Yaudah hati-hati ya," pesan Meysa melambaikan tangan.

Pria itu lalu kembali melajukan mobilnya kembali ke rumah. Jarak antara rumahnya dengan tempat tinggal Meysa cukup jauh.

Setelah 30 menit lamanya, Rio pun sampai kembali di rumah. Ia memarkirkan mobil di garasi, berjalan menuju pintu depan. Saat membuka pintu, bersamaan dengan adiknya yang baru pulang hang out bersama kawan-kawannya.

"Dari mana? Kluyuran malem-malem!" tandas Rio menatap tajam adiknya.

"Isshh jangan suka marah-marah! Nanti cepet tua. Udah izin sama Ibu dan Kak Reza kok. Lagian aku pulangnya sebelum waktu habis," jelas Ziya.

Rio pun lalu mengacak rambut adiknya gemas dan merangkul lehernya masuk bersama.

"Eeitt! Kak Rio iihh, susah jalannya!" geram Ziya mencubit perut rio.

Rio tak peduli dengan rengekan adiknya. Cubitannya justru terasa menggelikan. Dua orang itu membuat ramai isi rumah yang sedari tadi hening.

Keduanya menaiki anak tangga hingga sampailah mereka di kamar Rio. Pria itu menghempaskan tubuhnya di kasur. Kedua lengannya menekuk digunakan sandaran kepalanya.

"Ngapain ke sini, Zi?" ucap Rio melihat adiknya masih berdiri di samping ranjangnya.

"Kakak yang narik aku. Amnesia?" gerutunya kesal. "Eh, Kak! Kak! Meysa cantik banget. Lembuut banget kek marshmellow. Kalian pacaran?" tanya Ziya penuh selidik.

"Bukan! Tadi sore waktu Kakak pulang, dia lagi ngelukis depan kantor Kakak. Tiba-tiba pingsan,  terus Kakak bawa dia ke Klinik Abang. Pas mau anter pulang udah mau maghrib, jadi mampir rumah dulu," jelas Rio mengingat pertemuannya tadi sore.

Ziya antusias mendengarnya. Seketika ia duduk di sebelah Rio. "Wah, dia pinter lukis, Kak. Mau dong diajari. Minta nomornya, kak. Aku pengen kenalan lebih jauh sama dia. Keliatan bangget dia wanita lembut, sabar, cantik, duh idaman," rengeknya penuh harap.

"Yah, begitulah. Tapi Kakak lupa minta nomor ponselnya," sahutnya terkekeh.

"Isssh! Dahlah. Emang dasar perjaka tua. Nggak tahu cara PDKT sama cewek!" cibir Ziya berlari keluar kamar.

Rio melempar bantalnya, tidak terima dikatai perjaka tua. Namun sayang, tidak mengenai sang adik karena sudah keburu menutup pintu.

****************

Tanpa beristirahat, Arjuna terus melajukan motornya. Kemarahannya yang memuncak seketika mampu menghapus lelahnya. Malam panjang pun ia tempuh untuk fokus agar cepat sampai di tujuan.

Bahkan rasa laparnya turut tergerus, dinginnya angin malam tak mampu menembus kulitnya. Tubuhnya terasa panas, terbakar api cemburu.

Berjam-jam ia lalui terus berpacu dengan kuda besinya. Demi mencari alamat serta kebenaran mengenai Meysa. Ia harus mendengar secara langsung alasan wanita itu.

Banyak sekali notif panggilan di ponselnya namun sama sekali tidak dihiraukan. Karena ponselnya ia letakkan di ransel yang digendongnya saat ini.

Bersambung~

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status