Share

Jodoh Titipan untuk Delyna
Jodoh Titipan untuk Delyna
Author: lnpgirl

Kehilangan

Author: lnpgirl
last update Last Updated: 2024-05-13 18:00:05

Aku masih tersenyum sembari menjabati tangan setiap orang yang datang ke rumahku. Di dalam pikiranku, aku merasa mereka sangat aneh. Mereka menatap aku dengan wajah iba, dan suara bisik-bisik pun masih mampu kudengar dari beberapa orang yang ke luar masuk dari rumahku.

"Kasihan ya istri dan anaknya,"

"Saya ga yakin Bu Helda dan anak-anaknya bisa bertahan setelah kepergian Pak Satyo,"

"Memang umur ga ada yang tahu ya, Mbak,"

"Kasihan, padahal Pak Satyo masih cukup muda,"

Kalimat-kalimat itulah yang sedari tadi tertangkapku di pendengaranku.

"Delyna, kau tak perlu berpura-pura kuat. Menangis bukanlah satu hal yang menjijikkan," aku mendengar perkataan itu dari Dennis, pemuda yang menjadi tetanggaku sejak dua tahun belakangan ini.

Aku mengerutkan keningku. Aneh sekali, pikirku.

"Delyn, tante tahu kamu anak yang kuat, tapi kehilangan sosok yang paling kamu sayang itu tentu tidak akan mudah. Tetaplah tersenyum jika itu yang membuatmu merasa baik." Tante Rina yang adalah salah satu rekan kerja papaku tersenyum tulus sembari mengusap lembut lenganku sebelum ia berjalan memasuki rumahku.

"Ini apa?" aku berucap di dalam hatiku. Ragaku memang berada di sini, namun aku masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Tatapan mereka, ucapan mereka, bahkan kehadiran mereka terasa sangat menyakitkan.

"Ayo masuk, Dek," ucap Bang Raymoon, sembari mengelus pundakku.

Aku melihat keramaian di dalam rumahku. Isak tangis jelas terdengar di telingaku. Dan hal yang sungguh membuatku menyadari bahwa aku tidak sedang berada di alam mimpi adalah ketika melihat papa, sosok pahlawan bagiku, pria yang paling kusayang dan kuhormati tampak berbaring di tengah-tengah tamu yang datang. Wajahnya terlihat tenang...  dan pucat.

"Kumohon, seseorang bangunkan aku. Aku tak mau lebih lama lagi berada di dalam mimpi buruk ini," rintihku dalam hati. Aku ingin berteriak, tapi rasanya terlalu sakit. Terlalu sakit hingga aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Delyn, ke mari, Nak," ucap ibuku dengan suara serak. Jelas itu karena ia tak berhenti menangis sejak tadi pagi.

Aku mulai mendapat kesadaran penuh kala melihat jenazah papa. "Pa, mengapa harus secepat ini?" bisik batinku.

Tak ada penjelasan dari siapa pun. Dan memang saat ini aku tak membutuhkan itu.

"Delyn, aku turut berduka ya atas kepergian papamu. Kalau kamu ada apa-apa, kalau kamu mau cerita, kamu bisa kabarin aku. Kamu bisa cerita sepuasnya sama aku. Aku di sini buat kamu. Kapanpun." Ucap Nielson, salah satu kakak kelasku di SMA Cipto Kusuma.

Tadinya aku tak menangis, namun entah mengapa mendengar ucapan Niel justru berhasil membuatku menangis perih. Bahkan para tamu yang hadir langsung menoleh ke arahku dan Niel karena mendengar suara tangisku yang mendadak.

Kulihat sepintas wajah panik Niel. Tentu saja panik, Niel yang awalnya ingin memberiku kekuatan justru kusambut dengan air mata.

"Tidak apa-apa, menangislah jika itu yang membuatmu merasa lebih baik," ucap Niel sembari mengelus lenganku dengan lembut.

***

Aku duduk di ujung kasur setelah pulang dari pemakaman. Ibu dan Bang Raymoon berada di ruang tamu. Aku sadar, yang merasa kehilangan bukan hanya aku, yang butuh dikuatkan bukan hanya aku, karena itu aku lebih memilih untuk berada di kamarku.

"Pa, Delyn takut kalau nanti Delyn ga sanggup menjalani hidup Delyn. Delyn takut kalau Delyn ga seberani dan sekuat yang papa anggap selama ini. Pa, Delyn masih butuh papa untuk dengerin cerita-cerita Delyn. Delyn butuh papa untuk bantu Delyn bertahan lebih jauh, Pa," ucapku dengan suara yang sedikit tertahan.

Aku menoleh ke arah meja di kamarku. Kuraih bingkai kecil yang menunjukkan senyuman lembut keluarga kecil di dalamnya.

"Pa, papa tahu kan kalau Delyn baru aja kehilangan Cito? Papa tahu Delyn belum sembuh dari luka itu? Tapi kenapa sekarang papa justru ikutan pergi dari hidup Delyn?"

Aku menangis sembari mengelus wajah papa dari balik bingkai kaca yang kupegang.

"Kemarin Delyn punya tempat cerita setelah kepergian Cito, tapi sekarang Delyn punya siapa untuk cerita tentang kepergian papa?" tangisku semakin menjadi-jadi sembari kudekap erat bingkai yang sedari tadi kutatap.

"Delyn, bisa buka pintu sebentar? Abang mau bicara sama kamu," kudengar suara Bang Raymoon sembari mengetuk pintu kamarku.

Aku mengusap air mataku secepat mungkin. Aku berusaha menghilangkan jejak tangisku, meski itu menjadi usaha yang sia-sia.

"Kenapa, Bang?" tanyaku tanpa berani menatap mata Bang Raymoon.

"Boleh ngobrol sebentar?" tanya Bang Raymoon yang hanya kubalas dengan anggukan kecil.

Biasanya Bang Raymoon akan berteriak ketika menyuruhku membukakan pintu kamarku sekedar untuk membuatku kesal atau hal-hal aneh lainnya, tapi penampakan yang terjadi malam ini sangat berbeda. Ia tampak lembut dan menjadi sosok abang yang dewasa.

"Delyn sekarang sudah kelas 12, kan?" Bang Raymoon membuka percakapan.

Kujawab ia dengan anggukan.

"Delyn, abang tahu kamu perempuan yang kuat, dan setelah ini kamu pasti akan lebih kuat,"

Aku tertegun.

"Dek, kalau kemarin-kemarin kamu selalu cerita apapun ke papa, sekarang izinin abang buat gantiin tugas papa ya buat dengerin semua cerita kamu. Delyn jangan pernah nutupin masalah apapun dari abang,"

Kubiarkan Bang Raymoon meneruskan ucapannya. "Abang bakal lakuin yang terbaik buat Delyn... buat mama... buat keluarga kita,"

Jelas itu adalah ucapan jujur dari Bang Raymoon. Meskipun selama ini dia sering mengerjaiku, membuatku kesal, tapi aku tahu pasti bahwa dia sangat menyayangiku. Di ingatanku jelas terekam bagaimana Bang Raymoon mempertaruhkan nyawanya untuk melindungiku dari pria mabuk yang tak sengaja kutemui sepulang sekolah.

"Bang..." ucapku pelan.

Bang Raymoon mengayunkan dagunya seolah mempertanyakan apa yang hendak kukatakan.

"Kenapa papa pergi ninggalin kita secepat ini, Bang? Apa papa ga sayang sama kita? Apa papa bosan dengar cerita Delyn? Apa papa marah karena Delyn banyak permintaan?" tanyaku yang membuat Bang Raymoon dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Delyn, papa sangat menyayangi kita. Papa juga ga pernah bosan buat dengerin cerita Delyn. Papa ga pernah marah kalau Delyn minta banyak hal. Delyn tahu, bahkan kalau Delyn minta seisi dunia ini, papa akan usahain itu," ucap Bang Raymoon sembari mengusap rambutku.

"Terus kenapa papa ga berjuang?" belum sempat Bang Raymoon menjawab, aku langsung mengajukan pertanyaan lain, "Sama kayak Cito. Cito tiba-tiba ninggalin aku gitu aja. Cito ga berjuang buat aku," ucapku dengan air mata yang tertahan.

"Delyn, papa sama Cito bukannya ga berjuang, tapi ini semua sudah takdir. Tuhan sayang sama kita, tapi Tuhan punya rencana lain buat papa dan Cito,"

"Kenapa Tuhan ga ngizinin Delyn ada di samping papa dan Cito di saat Tuhan akan bawa mereka pergi untuk selamanya? Bahkan Tuhan ga ngasih aba-aba buat Delyn sebelum Tuhan ngambil papa dan Cito," ucapku yang terdengar menyalahkan keputusan Tuhan.

Bang Raymoon segera membawaku ke dalam dekapannya. Mungkin ia takut jika aku akan terus-terusan menyalahkan Tuhan.

"Delyn, Tuhan selalu punya cara yang berbeda untuk menguatkan anak-anak-Nya. Delyn ga boleh nyalahin Tuhan. Delyn harus lebih kuat dari Delyn hari ini, ya?"

Aku ingin memberontak, tapi sungguh aku tak bisa. Aku tak berani dan tak punya kekuatan untuk terus-terusan menyalahkan Tuhan.

"Kita harus saling menguatkan, ya," ucap Bang Raymoon yang masih mendekapku.

Ga ada yang siap dengan perpisahan karena kematian, bahkan setelah orang itu berpamitan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Jemput?

    Bang Raymoon terlihat menghela napas kasar sebelum mengeluarkan suara. "Kenapa lagi sih, Bro?" sekarang giliran Nobel yang ditanyai; tepat setelah pria itu menghentikan langkahnya di sebelahku. "Tahu nih adek lo. Masa cuma karena gue ke dapur dia langsung ngomel-ngomel? Padahal kan yang nyuruh gue ngambil minum itu lo.""Engga, ga gitu, Bang." Ucapku, lalu beralih menatap Nobel. "Eh, Jamet, kalau cerita tuh jangan setengah-setengah gitu dong! Pengen banget ya dapat pembelaan dari Bang Ray?" ucapku kesal. "Delyna, kok manggil jamet-jamet gitu, sih? Walaupun kamu sama Nobel itu 1 angkatan, tapi dia itu lebih tua dari kamu, Dek. Minta maaf sekarang." Ucap Bang Raymoon menegur.Oh, lebih tua, ya?Aku menghela napas dalam-dalam. "Delyna minta maaf, ya, OM?" ucapku dengan penekanan pada panggilanku padanya. "Lah? Kok malah om, sih?" Nobel tampak mengerutkan keningnya. "Kan LEBIH TUA." Ucapku langsung dengan penekanan pada 2 kata terakhir. "Ya ga gitu juga dek manggilnya." Lagi-lagi Ban

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Naik darah

    Suara teriakan itu bersamaan dengan lonjakan kaget sesaat setelah orang itu mendapati diriku membuka pintu. Aku segera memukul lengannya. "Berisik, jamet! Ini manusia. Delyna ini, Delyna!" ucapku kesal. Mama dan Bang Raymoon menyusulku ke luar dengan langkah yang tergesa -yang kutahu pasti karena suara berisik dari salah satu penghuni bumi yang baru kutemui ini-. Keduanya bingung melihat ekspresi wajahku dan Nobel. "Dia, Ma. Dia yang teriak, bukan Delyna." Ucapku sambil menunjuk Nobel. Yang kutunjuk justru berjalan menghampiri mama dan dengan tidak terduganya dia malah mengulurkan tangan dan menyalam mama. Ya bukannya apa-apa ya, aku hanya kaget saja. Di situasi seperti ini, kenapa dia masih kepikiran dengan sopan santun yang seperti itu? Ah benar-benar tidak bisa kuselami. "Nobel minta maaf ya tante udah ganggu waktu tante dan bikin tante panik gini. Habisnya tadi Nobel kaget banget tiba-tiba dibukain pintu sama Delyna dengan kondisi mukanya yang begitu, Tante." Ucap Nobel den

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Tamu

    Ia menyunggingkan bibirnya. "Sekarang aku belum tahu akan aku gunakan untuk apa kesempatan yang kau beri, tapi nanti akan aku pikirkan." Setelah mengatakan itu, kulihat Alia mengutak-atik layar ponselnya. Untuk apa, aku pun tidak tahu. "Ini." Ucapnya tiba-tiba. Semakin bingung saja aku dibuat anak ini. "Apa ini?" tanyaku saat melihat aplikasi recorder yang ia suguhkan padaku melalui ponselnya. "Sekarang, kau rekam saja suaramu." "Untuk apa? Kau tahu kan aku bukan penyanyi?" "Siapa pula yang memintamu untuk bernyanyi? Ini sebagai jaminan bahwa kau benar-benar akan melakukan apa yang aku mau setelah kau mendapat info tentang sahabatku." Kunaikkan sebelah alisnya. "Apa kau berencana untuk mengurasku?" "Kalau aku jahat, aku mungkin akan melakukannya." "Lalu mengapa harus dengan cara begini? Apa kau tidak percaya padaku?" Alia tampak membuang napas kasar. "Nobel, aku bukannya tidak percaya padamu-" Belum sempat Alia menyelesaikan ucapannya, kuulurkan tanganku menjentik tepat di

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Informasi

    Di toko ice cream, terlihat di dalamnya dominan dipenuhi oleh gadis-gadis seusia Alia. Adapun laki-laki, kebanyakan bernasib sama denganku; hanya memenuhi keinginan gadis yang tengah bersama mereka."Alia, kenapa lama sekali? Ini hanya perkara ice cream, Alia." Ucapku dengan suara yang setengah berbisik. Kulihat Alia tak menanggapi ucapanku. Gadis itu justru asik memilih ice cream seraya berbincang tipis-tipis dengan gadis lain di sebelahnya. "Alia, ayo, cepatlah! Ini sudah jam berapa." Ucapku menuntut."Nobel, tolong sabar sebentar. Aku harus memastikan bahwa ice cream yang kupilih benar-benar tak membuatku kecewa nantinya. Aku harus memikirkannya dengan baik. Jadi kuharap, kau bersabarlah!""Ck! Dia berucap seperti itu seakan ia tengah memilih pasangan hidup, padahal ia hanya tengah berkutat dengan varian ice cream. Dasar wanita!"Aku mengomel pelan seraya berjalan kembali ke kursi tunggu. Dan kini, pria yang menunggu di tempat itu semakin bertambah saja. Apa perkara varian ice c

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Toko ice cream

    Ah! Mengapa dia selalu menyebalkan seperti ini?!Ucapannya membuat kerjaanku bertambah. Setelah ini, Alia pasti akan mencecarku dengan rentetan pertanyaan. "Dasar laki-laki aneh!" kesalku dengan geram. ***[Delyna, abang sudah di depan. Apa belnya masih lama?]Kubaca pesan dari kontak bernama 'Bang Ray yang diikuti emoticon bulan' melalui notifikasi ponselku.Kulihat jam tanganku sekejap. Masih ada kurang lebih 15 menit lagi menuju bel pulang sekolah. 'Apa Bang Raymoon tidak ke kampus hari ini?' pikirku sebelum membalas pesannya. Baru saja aku menyimpan kembali ponselku, Alia tiba-tiba menyikut lenganku. "Ntar mau ke toko ice cream dulu ga, Del? Dengar-dengar toko ice cream di simpang lampu merah depan baru aja ngeluarin varian baru dan lagi ngadain promo juga." Alia terlihat excited mengajakku. Aku berpikir sejenak. Tidak mungkin aku mengiyakan ajakan Alia, sedangkan Bang Raymoon sudah menungguku di depan. "Aduh... gimana ya, Lia, masalahnya Bang Ray sudah di depan. Udah nunggu

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Hijau

    WOI!!! ARRRGHHH! APA-APAAN?!Senyuman lebar yang ditampilkan Nobel seolah memang sengaja untuk membuatku kesal. Dan senyuman itu ia tunjukkan bersamaan dengan lototan tajam yang kuberi dan pekikan terkejut dari Alia. Alia yang sedari tadi bertahan hanya sebagai penonton pada akhirnya angkat bicara. "What? Hei, sebentar sebentar, apa aku tidak salah dengar, nih? Kalian berdua sejak kapan resmi begini?"Aku menggelengkan kepalaku sembari memajukan kedua tanganku membentuk silang. "Ya ampun, Delyna Alicia, kenapa bisa berita bahagia seperti ini tak kau beritahu padaku? Apa aku tidak sepenting itu bagimu?"Mulai lagi drama manusia satu ini, pikirku.Belum selesai, Alia kembali berucap. "Padahal kalau aku tahu tentang ini, aku pasti tak akan mendukung Kak Niel untuk mendekatimu seperti tadi."Panjang lebar Alia berucap membuatku benar-benar ingin menenggelamkan anak itu ke kolam ikan sekolah.APA TIDAK BISA SEHARI SAJA MULUTNYA ITU DI-REM? SANGAT MEREPOTKANKU!Kulihat wajah jahil Nobel de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status