Share

Pesonamu

Author: lnpgirl
last update Huling Na-update: 2024-05-23 17:48:20

Aku mengidikkan bahuku acuh tak acuh. "Hm... ya karena aku mau aja," ucapku dengan santai.

"Gak ada istilah turun di tengah jalan! Udah, buruan naik! Nanggung amat nganterin anak gadis orang cuma sampai di rumah kedua kayak gini." Ucap Nobel yang segera kembali menaiki motornya.

Aku menggeleng dengan cepat. "Gak, ga usah! Aku mau turun di sini aja. Sudah, kau lebih baik pulang. Hah, udah malam juga, sana!" aku mengayun-ayunkan tanganku seperti gerakan mengusir.

"Justru karena ini udah malam, Del. Ibuku pernah bilang, kalau mau jemput atau ngantar anak gadis orang ga boleh di depan gang. Harus sampai ke rumah. Aku hanya ingin menuruti nasihat ibuku."

Aku tak terenyuh sedikit pun meski Nobel sudah mengoceh panjang lebar.

"Ayolah, kumohon jangan terlalu batu, Delyna! Aku hanya ingin memastikan bahwa kau sampai di rumah dengan keadaan selamat." Nobel menghela napasnya kasar.

"Naik, Del, buru!" kali ini suara Nobel yang melembut membuatku sedikit goyah.

Sungguh, mengapa Nobel bersikeras menyuruhku naik?

Tak ada cara lain, aku dengan cepat melangkah meninggalkan Nobel yang masih terpaku di atas motornya.

Semoga saja Nobel memilih pulang.

Kalau ditanya, bukannya aku tak suka jika ia mengantarku pulang sampai di depan rumah, tapi aku sungguh malas jika sampai ada tetangga julid yang melihat Nobel mengantarku saat sudah malam begini. Mungkin jika hari masih siang, aku tak akan ambil pusing.

"Demi apa, kok dia malah ngikutin aku, sih?!" aku menggerutu sambil sesekali menoleh ke belakang.

Kukira Nobel akan membiarkanku berjalan kaki, tapi justru yang kulihat saat ini Nobel malah mengikutiku; masih dengan sepeda motornya, tanpa menghidupkan mesin sepeda motor tersebut.

"Ini?" tanya Nobel tepat saat aku menghentikan langkahku. "Rumahmu lebih megah dari yang kubayangkan." Sambung Nobel sembari merapikan rambutnya.

Aku menaikkan sebelah alisku. "Apa kau sedang meremehkan tempat tinggalku?"

'Humm... ternyata benar, rumahnya tak begitu jauh dari rumahku.' batin Nobel.

"Cih! Sudah kuduga!" ucapku kala melihat Nobel malah mematung.

Nobel menggelengkan kepalanya. "Kata siapa?"

"Intonasimu menggambarkan demikian."

"Ck. Ternyata kau terlalu sensitif, Del," ucap Nobel seraya turun dari motornya. "Lagipula, timbang nganterin ke sini aja dramanya banyak amat!" lanjut Nobel tanpa mengindahkan keberadaanku di hadapannya.

Aku memutar bola mataku dengan malas. "Udah ngomelnya? Ya udah, mending balik deh sana! Udah malam juga. Ga enak kalau dilihat tetangga. Ntar yang ada mereka nyinyirin keluargaku." Ucapku yang langsung mengibas tanganku seolah sedang mengusir pria berperawakan tinggi itu.

Nobel memicingkan matanya sebelum akhirnya ia mengiyakan permintaanku.

"Hei," aku memanggil Nobel yang baru saja memutar arah sepeda motornya.

"Aku punya nama, Delyna!"

Aku melihat ada jengah dalam nada suara Nobel kali ini.

Nobel tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya ke hadapanku.

Meski tak mengerti, namun tetap saja kusambut tangan di depanku.

"Nobel Danerson. Kalau kau lupa." Ucap Nobel dengan tatapan datarnya, lalu melepaskan jabatan tangannya.

Aku berdehem sejenak. "Oh iya, itu... aku mau..."

Entahlah, tiba-tiba saja suaraku seolah tertahan. "Humm... apa namanya... aku mau..."

"Mau kubonceng lagi?" Nobel dengan cepat memotong ucapanku yang terdengar terbata-bata.

Aku menggeleng. "Makasih." Ucapku secepat kilat, lalu segera memalingkan pandanganku ke sembarang arah.

Kulirik sekilas senyum simpul yang terukir di wajah Nobel kala mendengar ucapanku. Dan sialnya, senyum sesederhana itu terlihat menawan.

"Apaan? Ga dengar, Del! Ketutupan nih helm,"

Dasar! Jelas aku tahu bahwa itu adalah sebuah kebohongan dari pria itu.

"Makasih." Suaraku terdengar sedikit berteriak.

Kali ini aku mampu melihat senyuman yang memang sengaja disuguhkan pria ini kepadaku. Senyuman yang terasa lebih mewah dari sebelumnya.

"Gitu loh, Del, yang jelas. Ngomong makasih doang kok susahnya kayak mau bayar tagihan pay-later." Ucap Nobel dengan suara tawa merdu yang tertangkap jelas di telingaku.

Katakanlah jika kali ini aku memang naif. Berpura-pura mengutuki seseorang yang sebenarnya kulihat sebagai penolong.

"Tapi bentar deh Bel, kok kayaknya semakin diperhatiin rasanya kau itu-"

"Apa secara tidak langsung kau ingin memberitahuku bahwa kau diam-diam memperhatikanku?" Nobel memotong ucapanku begitu saja. "Oh! Atau jangan-jangan apa yang dikatakan oleh Alia itu benar? Delyna Alicia, apa pesonaku sungguh berhasil membuatmu terusik?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Jemput?

    Bang Raymoon terlihat menghela napas kasar sebelum mengeluarkan suara. "Kenapa lagi sih, Bro?" sekarang giliran Nobel yang ditanyai; tepat setelah pria itu menghentikan langkahnya di sebelahku. "Tahu nih adek lo. Masa cuma karena gue ke dapur dia langsung ngomel-ngomel? Padahal kan yang nyuruh gue ngambil minum itu lo.""Engga, ga gitu, Bang." Ucapku, lalu beralih menatap Nobel. "Eh, Jamet, kalau cerita tuh jangan setengah-setengah gitu dong! Pengen banget ya dapat pembelaan dari Bang Ray?" ucapku kesal. "Delyna, kok manggil jamet-jamet gitu, sih? Walaupun kamu sama Nobel itu 1 angkatan, tapi dia itu lebih tua dari kamu, Dek. Minta maaf sekarang." Ucap Bang Raymoon menegur.Oh, lebih tua, ya?Aku menghela napas dalam-dalam. "Delyna minta maaf, ya, OM?" ucapku dengan penekanan pada panggilanku padanya. "Lah? Kok malah om, sih?" Nobel tampak mengerutkan keningnya. "Kan LEBIH TUA." Ucapku langsung dengan penekanan pada 2 kata terakhir. "Ya ga gitu juga dek manggilnya." Lagi-lagi Ban

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Naik darah

    Suara teriakan itu bersamaan dengan lonjakan kaget sesaat setelah orang itu mendapati diriku membuka pintu. Aku segera memukul lengannya. "Berisik, jamet! Ini manusia. Delyna ini, Delyna!" ucapku kesal. Mama dan Bang Raymoon menyusulku ke luar dengan langkah yang tergesa -yang kutahu pasti karena suara berisik dari salah satu penghuni bumi yang baru kutemui ini-. Keduanya bingung melihat ekspresi wajahku dan Nobel. "Dia, Ma. Dia yang teriak, bukan Delyna." Ucapku sambil menunjuk Nobel. Yang kutunjuk justru berjalan menghampiri mama dan dengan tidak terduganya dia malah mengulurkan tangan dan menyalam mama. Ya bukannya apa-apa ya, aku hanya kaget saja. Di situasi seperti ini, kenapa dia masih kepikiran dengan sopan santun yang seperti itu? Ah benar-benar tidak bisa kuselami. "Nobel minta maaf ya tante udah ganggu waktu tante dan bikin tante panik gini. Habisnya tadi Nobel kaget banget tiba-tiba dibukain pintu sama Delyna dengan kondisi mukanya yang begitu, Tante." Ucap Nobel den

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Tamu

    Ia menyunggingkan bibirnya. "Sekarang aku belum tahu akan aku gunakan untuk apa kesempatan yang kau beri, tapi nanti akan aku pikirkan." Setelah mengatakan itu, kulihat Alia mengutak-atik layar ponselnya. Untuk apa, aku pun tidak tahu. "Ini." Ucapnya tiba-tiba. Semakin bingung saja aku dibuat anak ini. "Apa ini?" tanyaku saat melihat aplikasi recorder yang ia suguhkan padaku melalui ponselnya. "Sekarang, kau rekam saja suaramu." "Untuk apa? Kau tahu kan aku bukan penyanyi?" "Siapa pula yang memintamu untuk bernyanyi? Ini sebagai jaminan bahwa kau benar-benar akan melakukan apa yang aku mau setelah kau mendapat info tentang sahabatku." Kunaikkan sebelah alisnya. "Apa kau berencana untuk mengurasku?" "Kalau aku jahat, aku mungkin akan melakukannya." "Lalu mengapa harus dengan cara begini? Apa kau tidak percaya padaku?" Alia tampak membuang napas kasar. "Nobel, aku bukannya tidak percaya padamu-" Belum sempat Alia menyelesaikan ucapannya, kuulurkan tanganku menjentik tepat di

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Informasi

    Di toko ice cream, terlihat di dalamnya dominan dipenuhi oleh gadis-gadis seusia Alia. Adapun laki-laki, kebanyakan bernasib sama denganku; hanya memenuhi keinginan gadis yang tengah bersama mereka."Alia, kenapa lama sekali? Ini hanya perkara ice cream, Alia." Ucapku dengan suara yang setengah berbisik. Kulihat Alia tak menanggapi ucapanku. Gadis itu justru asik memilih ice cream seraya berbincang tipis-tipis dengan gadis lain di sebelahnya. "Alia, ayo, cepatlah! Ini sudah jam berapa." Ucapku menuntut."Nobel, tolong sabar sebentar. Aku harus memastikan bahwa ice cream yang kupilih benar-benar tak membuatku kecewa nantinya. Aku harus memikirkannya dengan baik. Jadi kuharap, kau bersabarlah!""Ck! Dia berucap seperti itu seakan ia tengah memilih pasangan hidup, padahal ia hanya tengah berkutat dengan varian ice cream. Dasar wanita!"Aku mengomel pelan seraya berjalan kembali ke kursi tunggu. Dan kini, pria yang menunggu di tempat itu semakin bertambah saja. Apa perkara varian ice c

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Toko ice cream

    Ah! Mengapa dia selalu menyebalkan seperti ini?!Ucapannya membuat kerjaanku bertambah. Setelah ini, Alia pasti akan mencecarku dengan rentetan pertanyaan. "Dasar laki-laki aneh!" kesalku dengan geram. ***[Delyna, abang sudah di depan. Apa belnya masih lama?]Kubaca pesan dari kontak bernama 'Bang Ray yang diikuti emoticon bulan' melalui notifikasi ponselku.Kulihat jam tanganku sekejap. Masih ada kurang lebih 15 menit lagi menuju bel pulang sekolah. 'Apa Bang Raymoon tidak ke kampus hari ini?' pikirku sebelum membalas pesannya. Baru saja aku menyimpan kembali ponselku, Alia tiba-tiba menyikut lenganku. "Ntar mau ke toko ice cream dulu ga, Del? Dengar-dengar toko ice cream di simpang lampu merah depan baru aja ngeluarin varian baru dan lagi ngadain promo juga." Alia terlihat excited mengajakku. Aku berpikir sejenak. Tidak mungkin aku mengiyakan ajakan Alia, sedangkan Bang Raymoon sudah menungguku di depan. "Aduh... gimana ya, Lia, masalahnya Bang Ray sudah di depan. Udah nunggu

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Hijau

    WOI!!! ARRRGHHH! APA-APAAN?!Senyuman lebar yang ditampilkan Nobel seolah memang sengaja untuk membuatku kesal. Dan senyuman itu ia tunjukkan bersamaan dengan lototan tajam yang kuberi dan pekikan terkejut dari Alia. Alia yang sedari tadi bertahan hanya sebagai penonton pada akhirnya angkat bicara. "What? Hei, sebentar sebentar, apa aku tidak salah dengar, nih? Kalian berdua sejak kapan resmi begini?"Aku menggelengkan kepalaku sembari memajukan kedua tanganku membentuk silang. "Ya ampun, Delyna Alicia, kenapa bisa berita bahagia seperti ini tak kau beritahu padaku? Apa aku tidak sepenting itu bagimu?"Mulai lagi drama manusia satu ini, pikirku.Belum selesai, Alia kembali berucap. "Padahal kalau aku tahu tentang ini, aku pasti tak akan mendukung Kak Niel untuk mendekatimu seperti tadi."Panjang lebar Alia berucap membuatku benar-benar ingin menenggelamkan anak itu ke kolam ikan sekolah.APA TIDAK BISA SEHARI SAJA MULUTNYA ITU DI-REM? SANGAT MEREPOTKANKU!Kulihat wajah jahil Nobel de

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status