Share

Bab 3 Dijebak

Sadar bahwa posisinya sedang dalam keadaan tak aman, Rena semakin melangkah mundur. Selang beberapa detik kedua bulu mata lentiknya bergerak cepat membuat kerjapan berkali-kali. Tubuhnya sudah mendarat sempurna di atas sofa. Beruntung lengan kanan Pak GM menyanggah ke sandaran tempat yang empuk itu. Entah apa yang terjadi kalau keduanya bertubrukan secara tak sengaja barusan.

Dengan susah payah gadis itu berusaha bangkit hingga berhasil membuat tubuhnya tegak berdiri. Helaan napas lolos begitu saja saat dirinya berhasil bergerak sedikit menjauh dari sang mantan sekaligus atasan tertingginya saat ini.

“Kenapa hmmm?? Kau terkejut 'kah?” tebak Bara dengan posisi bersidekap.

Dia tersenyum miring memandangi tubuh mungil Rena yang putih dan menawan itu. Merasa ditatap dengan keanehan jelas membuat sang empu tak nyaman. Dia tak tahu harus mengatakan apa. Menyapa atau malah kabur dari sang GM yang berkuasa penuh di tempatnya bekerja. Keduanya jelas merupakan pilihan yang membingungkan bagi Rena.

“Ma-af, apa yang perlu saya lakukan?” tanya Rena usai mengumpulkan keberaniannya.

Bara mengulum senyuman tipis, “Tidur denganku.”

Rena terhenyak sembari membolakan mata. Seketika wajahnya berubah merah padam hingga membuat kedua tangannya mengepal sempurna.

“Why? Enggak usah sok suci, sok polos gitu. Katakan berapa yang kamu minta. Saya bisa penuhi apa yang kamu mau. Bahkan gaji 30% kamu itu akan berubah dalam hitungan detik,” ucapnya straight to the point.

“Maaf, Pak. Saya —”

Ucapan Rena terjeda saat Bara berusaha menyentuh pundaknya. Refleks sang gadis menepis tangan kekar itu.

Sang atasan segera menggeram hingga tertawa dengan riangnya. Tentu saja gadis itu semakin bingung dengan tingkah laku absurd sang GM. Apakah dia benar-benar sudah tak waras?

“Ternyata keputusanku balik dari London benar, Sayang. Kamu sekarang ada dalam genggamanku. Beruntung juga kamu ada hutang ke perusahaan dan mengacaukan acara malam tadi.” Bara menatap nyalang perempuan yang selama ini memang masih bersarang di hatinya.

Hanya decakan pelan yang keluar dari mulut Rena. Dia bahkan merasa sudah terjebak di kandang harimau. Tak ada gunanya kabur selain menerima terkaman dari sang GM.

“Mau Kakak ....” Rena menghentikan ucapannya lalu mengatupkan bibir seketika.

“Mau kamu apa?” lanjutnya usai menyadari sesuatu.

Ini merupakan kali pertama dia mengucapkan kata ‘kamu’ pada lelaki yang ada di depan matanya sekarang. Beruntung gadis itu tak lancang melanjutkan ucapan ‘kakak’ untuk memanggil Bara.

“Mudah saja. Kau hanya perlu menemaniku tidur. Setelah itu kau akan mendapatkan apa yang kau mau,” jawab lelaki pemilik senyum dimples itu.

Rena terkekeh pelan, “Segitunya terobsesi sama aku ya. Enggak nyangka ternyata kamu belum move on juga. Padahal aku cuma anggap hubungan kita sekadar cinta monyet.”

Bara berdecih, “Whatever. Aku cuma penasaran aja sama tubuh kamu yang dipake Jeno. Let me know, Ren. Gaya apa favorit kamu? Misionaris, woman on top, doggy style. Yang mana hmmm?”

“Ups, sorry. Sayangnya kamu bukan tipe aku. I’m not interested in you anymore,” ucap Rena sambil mengerdipkan matanya.

Langkah kakinya yang hendak berjalan menuju pintu keluar mendadak terhenti saat lengannya dicekal kuat oleh sang mantan.

“Jangan lupa nanti sore, dandan yang cantik.”

Kedua alis Rena saling bertaut. Dia memicingkan mata sejenak lalu menyorotkan pandangan heran pada Bara. Apa maksud perkataan sang GM? Begitulah yang ada di benak gadis itu. Rena sengaja menyelipkan rambutnya ke belakang telinga karena tak ingin sesuatu menghalangi indera pendengarannya kali ini.

Baru saja Rena hendak membuka suara, sang atasan sudah memberikan kode lewat lirikan matanya pada sebuah map yang terletak di atas meja. Berkas yang sudah ditandatangani oleh Rena sendiri tentunya.

“Sudah jelas ‘kan?” Bara menaik-turunkan alisnya sembari tersenyum licik.

“Is it trap?” Tangan gadis itu gemetar.

Mulutnya seketika menganga seolah tidak percaya pada apa yang tertera di lembaran terakhir perjanjian itu. Salahnya memang karena tidak meneliti lebih lanjut sebelum membubuhi tanda tangannya sendiri.

Jebakan Bara lagi-lagi berhasil. Lelaki itu sudah menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi.

“Tadi malam isi perjanjiannya enggak gini. Kamu ...Ah,” decak Rena yang hampir frustrasi.

“Well, ini akan jadi hal yang menguntungkan buat kamu juga. Enggak usah nunggu dua tahun. Cukup tiga bulan kamu jadi sekretaris aku dan setelah itu pergi dari kawasanku. Is it so easy, isn’t it?” ucap Bara sambil menyunggingkan senyumnya.

“Tapi —”

“Cukup. Kau bisa pergi sekarang. Cepat temui Jenny sekarang,” ucap Bara yang segera membalikkan punggungnya.

Rena kalah. Dia hanya bisa menghentakkan kakinya lalu keluar tanpa berpamitan pada sang GM.

‘Aku akan balas semua rasa sakit hati ini, Ren. Kamu yang udah ngancurin hidup aku dengan semua kenangan palsu yang memuakkan itu,’ gumam Bara membatin diri sambil menumpukan kedua tangannya di atas meja kerja.

Sebenarnya Bara tak percaya dengan apa yang ia lihat sebelas tahun yang lalu. Namun banyak berita miring yang sengaja dibuat-buat oleh Rena hingga menjadikan Bara begitu membencinya. Termasuk rumor yang menyatakan bahwa sang mantan rela menjual dirinya demi uang semata.

Di saat yang bersamaan Rena sedang melipat tangannya sembari menaikkan dagu. Senyuman miring terbit seketika saat Jenny-sang sekretaris GM melihatnya penuh dengan kekesalan.

“Belum puas tidur sama pak direktur? Gimana caranya kamu bisa gantiin aku dalam sekejap? Pake pelet apa kamu sampek enggak jadi dipecat??” cecar Jenny dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bukan Rena namanya kalau tak membalas ucapan yang sering dia dengar. Bukannya berusaha meluruskan kebenaran, dia malah sengaja memancing sang lawan dengan cibiran pedasnya.

“Kenapa? Kamu iri? Kasihan sekali, skin care kamu enggak berguna sama sekali. Meskipun tubuhku sering dijamah namun selalu dikangenin. Sedangkan kamu? Ckck,” decak Rena sambil memutar malas bola matanya.

Sukses sudah Rena membuat Jenny tersulut emosi. Sang sekretaris GM yang sebentar lagi akan berpindah posisi itu hanya menghela napas pelan.

“Kamu enggak usah banyak bicara. Kasih tahu aku apa yang harus dilakuin nanti sore,” ujar Rena saat Jenny hendak mengeluarkan umpatannya.

Dengan terpaksa perempuan itu mengalah. Kini keduanya duduk saling berhadapan. Selang beberapa menit Rena berdiri saat tangan Jenny mulai beralih pada beberapa file yang ada di lemari bagian timur meja kerjanya.

“Jadi selama sebulan kita bakalan sering jumpa?” tanya Rena seraya menyibakkan rambutnya.

“Iya, terpaksa. Jadi sekretaris itu sebenarnya mudah kalau kita pake otak. Beda sama kamu yang dapetin jabatan modal badan doang,” cibir Jenny seolah bisa melanjutkan ucapannya yang sempat diurungkan tadi.

Rena menggeleng pelan, “Let you see soon. Pelayananku aja plus-plus ke pak direktur, apalagi khusus buat pak GM.”

Tatapan sengit keduanya terhenti saat melihat sang GM melirik sekilas lalu meninggalkan mereka begitu saja.

“Tunggu, Pak. Saya ‘kan calon sekretaris, tentunya boleh merasakan di lift khusus petinggi bukan?” ucap Rena seraya berjalan santai ke samping sang GM.

Lelaki itu menghela napas pelan, “Well, jangan ubah penampilan kamu, Nona Rena. Tetaplah berpakaian seksi biar banyak calon investor yang merasakan dirimu.”

“Apa maksudmu hah??”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status