Home / Romansa / Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim / Bab 4 Tak Pernah Berubah?

Share

Bab 4 Tak Pernah Berubah?

Author: A mum to be
last update Huling Na-update: 2022-10-01 16:11:40

Rena hanya mengulum senyumnya sebagai respon atas titah tak wajar dari sang atasan. Tepat saat pintu lift terbuka semua mata tertuju padanya. Rumor miring pun sepertinya sudah mulai tersebar. Terbukti dari banyaknya tatapan tajam sebagai tanda tak suka saat melihat gadis itu berjalan bersisian dengan orang nomor satu di hotel itu.

“Nikmati masa kesenanganmu hingga sore tiba, Nona Rena,” ucap sang GM saat keduanya berpisah di pertigaan koridor.

Tak ada kata-kata lagi selain helaan berat napas dari Rena. Gadis itu kini berjalan dengan menegakkan wajahnya tanpa menolehkan pandangan pada orang di sekitarnya.

Masih ada waktu hingga beberapa jam sebelum tugasnya dialihkan. Rena kembali melanjutkan langkahnya menuju lantai 2. Departemen Food and Beverage yang selama ini menjadi tempatnya bekerja. Amel yang menyadari kedatangan sang sahabat segera melepas apronnya lalu menghampiri gadis itu.

“Serius, Ren? Kamu bakalan pindah ke departemen Admin and General?” tanya Amel seolah tak percaya dengan kata-kata yang barusan didengarnya.

Rena mengangguk pelan lalu membasahi bibirnya dengan sapuan lidah.

“Kok malah aneh ya. Kenapa bisa gitu sih?”

“Entahlah. Udah nasib aku kayaknya. Kamu baik-baik ya di sini. Lain kali kita bisa janjian bareng. Mungkin tugas aku bakalan jauh lebih sulit lagi,” kata Rena sembari mengemasi barang-barang yang tertinggal di meja kerjanya.

Bahkan hanya sebagian kecil saja yang peduli pada gadis itu. Ah, bukan masalah besar baginya karena memang sudah terbiasa dipandang lain oleh mereka yang tahu watak Rena sebenarnya.

Gadis itu hanya membungkukkan badan saat berpapasan dengan sang manajer dan direktur. Entah apa yang menjadikan kedua lelaki itu hanya bungkam dan tak menoleh pada Rena sama sekali. Tampaknya memang hanya Amel yang tetap berlaku ramah pada dirinya. Sudahlah. Tak ada gunanya memikirkan pendapat orang lain. Begitulah pikirnya untuk menghibur diri sendiri.

Kini dirinya sudah tiba di rumah mungil sederhana dengan ukuran 3x7 meter. Suara derit pintu berbunyi saat perempuan berambut hitam legam itu memutarkan anak kunci.

“Kenapa harus ketemu dia lagi? Kenapa dia kembali? Aku ah, hiks,” isak Rena yang sudah terkulai lemas di balik pintu rumahnya.

Dia menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut yang sudah tertekuk. Kedua tangannya tengah memukul-mukul lantai keramik. Tangisnya mulai pecah saat ini. Perkataan dokter yang membuat dirinya terpukul hebat kembali terngiang di telinga. Luka lamanya berhasil terkuak kembali.

Dadanya sudah sesak bahkan saat pertama kali bertemu dengan sang mantan. Entah apa rencana Tuhan hingga dia kembali harus berhadapan dengan masa lalu. Usahanya kabur dari kenyataan sepertinya cukup sampai di titik ini saja. Ternyata sebelas tahun juga sama sekali tak mengubur kenangannya di Medan hingga dirinya kembali di kota ini lagi setelah sekian lama. Mungkin kalau tahu akan seperti sekarang, Rena akan memilih untuk menetap di Surabaya usai menyelesaikan kuliahnya kala itu.

Sesuai dengan perkataan Bara, perempuan yang sedang memendam luka itu terpaksa menjadi sekretarisnya dalam beberapa bulan ke depan. Selanjutnya dia pun harus ke luar dari pekerjaannya.

TING!!

Pesan masuk segera muncul di layar ponsel Rena. Dia hanya terkekeh pelan sembari menyeka air mata yang sudah membasahi wajah.

[Philadelphia Hotel. Jalan SM Raja. See you soon.]

Tak ada nama pengirim, namun Rena segera menyadari siapa orang itu. Seulas senyuman tipis terbit di wajahnya. Pakaian seksi. Bukankah dia sudah terbiasa mengenakannya? Memang iya, namun itu murni karena keinginannya sendiri. Mendengar perintah sang GM membuat Rena merasa direndahkan. Baru kali pertama dia peduli dengan anggapan orang lain. Apa karena dia seorang Bara?

Sejak setengah jam lalu Rena sudah mematut diri di depan cermin. Tangannya dengan cekatan membuat kepangan rambut dengan style French Braid. Terlihat rapi dan juga elegan karena menampakkan lehernya yang jenjang. Gaun sewarna putih susu dengan panjang seatas lutut sudah membalut tubuh indahnya. Tak lupa pump heels setinggi 7 sentimeter berwarna pastel sudah menghiasi kaki seorang Rena. Tangan lentiknya menyemprotkan parfum beraroma orange blossom sebagai sentuhan terakhir untuk penampilan di sore ini.

Sementara di tempat yang berbeda, Bara baru saja memasuki mobil mewahnya yang sudah dibukakan pintu oleh sang sopir. Pandangan pria itu lurus ke depan sembari melihat layar ponsel. Ada rasa kesal terpatri di hati karena sang mantan tak kunjung membalas pesannya. Namun tak apa. Dia tahu betul watak Rena yang takkan sampai hati meninggalkan tanggung jawab pada pekerjaan. Terlebih lagi beberapa ancaman yang sudah ia layangkan sebelumnya pada gadis itu.

“Kenapa, hmmm?” Rena menyunggingkan senyuman tipisnya saat sudah bertemu dengan sang GM.

Aroma parfum peppermint yang maskulin kini beradu dengan wangi orange blossom milik gadis itu. Pun begitu dengan tatapan sang empu yang saling menusukkan pandangannya. Sejenak Bara menelan salivanya saat melihat busana berani yang dikenakan oleh sang mantan. Jujur saja semenjak 2 hari saat pertemuan kembali mereka, Bara benar-benar terobsesi pada Rena.

Entah obsesi ingin memiliki ataupun ingin menyiksa sang mantan. Hanya Bara yang bisa menjawabnya untuk saat ini.

“Apa aku perlu menggandeng lenganmu, Bos?” tanya Rena sambil memiringkan wajahnya.

Bara hanya diam dan berjalan lebih cepat menuju lift. Tak ada suara di antara keduanya. Hanya helaan napas sesekali karena harus menyeimbangkan langkah sang GM yang berjalan hampir dua kali lebih cepat darinya.

“Sore, Tuan. Panggil saya Rena. Sekretaris pak GM yang baru,” sapa Rena sambil menerbitkan senyuman terbaiknya.

Sang GM yang melihat tatapan berbeda dari sang investor berusaha untuk bersikap biasa. Bukankah ini yang dia inginkan? Membuat sang mantan menjadi pancingan agar kerja samanya dapat berjalan sesuai rencana?

[Berikan performa terbaikmu!]

Usai mengirimkan pesan singkat pada sang sekretaris, Bara membenarkan posisi duduknya.

Rena mengulas senyumnya saat sang GM pamit hendak meninggalkan ruangan sesaat. Dalam hati ada rasa tak terima, namun mau bagaimana lagi. Sepertinya Bara tak ingin ambil pusing hingga menjadikannya sebagai umpan.

Tanpa sepengetahuan Rena dan sang calon investor, Bara tengah mengamati mereka dari kejauhan. Melihat bagaimana tatapan buas sang pemangsa saat disuguhi peri cantik berkedok sekretaris. Bahkan keduanya sama-sama saling terbahak entah membahas apa. Salah Bara sendiri mengapa membuat sang mantan mengeluarkan pesona.

“Mau pulang dengan saya?” tawar sang pria berkumis tebal yang sekarang resmi menjadi investor perusahaan mereka.

Belum sempat Rena membuka suara, sang GM muncul entah dari mana.

“Nona Rena akan pulang bersama saya, Pak. Kami masih ada meeting di tempat lain. Terima kasih atas kerja samanya,” ucap Bara berusaha melengkungkan sudut bibirnya.

BRUK!!

Tubuh mungil Rena terhempas ke dalam mobil begitu saja.

“Jalan, Pak!” titah sang GM tanpa mempedulikan kondisi sang sekretaris.

“Kenapa lagi sih? Aku udah ngelakuin apa yang kamu mau,” protes Rena tak terima dengan perbuatan Bara.

Baru lima menit berada di perjalanan, sang GM sudah menyuruh sang sopir menghentikan laju kendaraan. Tanpa berbicara sepatah katapun dia menarik Rena keluar. Rena semakin mengerutkan dahinya dan menatap wajah Bara dengan penuh keheranan. Bukankah tugasnya berjalan dengan baik?

“Good Job, Nona Rena. Kamu semakin terlihat murahan dengan penampilanmu. Ternyata memang enggak pernah berubah sama sekali,” cibir Bara yang sudah tersulut emosi.

“Why? Enggak nyangka kalau aku bisa lakuin sesuai perintah?” Rena membolakan matanya.

Bara yang masing mencengkram pergelangan tangan sang mantan kini semakin menguatkan tenaganya. Suara ringisan Rena benar-benar tak berarti sama sekali.

“Shame on you, Ren,” hardik Bara.

“Ini masih permulaan,” lanjutnya sembari meninggalkan Rena seorang diri.

Tak lagi peduli kondisi mereka yang ternyata berada di taman kota yang berada di kawasan Teladan. Jangan tanyakan suasana keramaian yang tercipta di sore hari itu. Rena menjadi bahan tontonan saat mobil mewah itu meninggalkannnya begitu saja.

Rena mematung untuk beberapa detik. Beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan keheranan.

“Sialan. Aku harus ambil mobil ke hotel itu lagi. Apa maksudnya tadi?” rutuk Rena sembari mengelus tanda memar di pergelangan tangannya.

Gadis itu tak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk menepikan mobilnya ke parkiran butik. Sayangnya orang yang dia cari tak ada di tempat. Rena memilih untuk menunggu hingga malam tiba.

“Aku harus apa?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 109 Tujuan Pernikahan (Tamat)

    Rena tampak begitu anggun mengenakan kebaya putih dengan desain yang terlihat elegan membungkus tubuhnya. Sang Mami menuntunnya berjalan menuruni gundukan anak tangga tanpa melepas tangannya sama sekali. Gugup. Itulah yang tengah dirasakan oleh gadis cantik tersebut. Dirinya didudukkan tak jauh dari sang pria yang sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul dalam hitungan menit. Tak ubahnya dengan Rena, Bara bahkan tak berani menatap sang calon istrinya itu karena sibuk mengingat lafal yang dikatakan Pak Penghulu tadi. Jelas dia tak mau mengulang kesalahan saat melangsungkan ikrar suci pernikahannya nanti. Jadilah sang GM Erlangga Hotel tersebut memilih untuk menundukkan pandangan.“Bagaimana? Apa ada lagi yang mau ditunggu?” tanya Pak Penghulu. Kedua pihak calon mempelai pengantin sepakat untuk memulai proses akad nikah. Karena tak ada keluarga dari pihak sang Papi yang tersisa, jadilah wali hakim ditunjuk untuk menjadi perantaranya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 108 Harus Dipercepat

    Singkat, padat dan jelas. Itulah yang diutarakan Tita barusan. Istri Tora yang semula bersifat kasar dan egois itu menggenggam tangan Rena lalu membawanya menyentuh perut yang sedikit membuncit. “Kita besarkan anak ini sama-sama ya, Ren.” Rena masih bergeming. Kedua matanya berkaca-kaca karena tak tahu harus mengatakan apa untuk membalas permintaan sang calon Kakak Iparnya. “Kamu mau ‘kan? Anak ini akan punya dua orang ibu dan ayah. Dia pasti senang sekali,” gumam Tita. “I-iya, Kak,” jawab Rena akhirnya. Lantas keduanya saling berpelukan untuk menyalurkan perasaan kasih antar sesama wanita. Tak berapa lama Bara pun datang untuk memisahkan mereka. “Cepatlah, Sayang. Nanti kamu akan terlambat,” bisik Bara kemudian. Rena mengangguk pelan. Senyumnya mengembang sempurna ketika menuruni eskalator yang menjadi fasilitas menuju langkahnya ke arah gate maskapai penerbangan. Sang Mami mengusap pelan lengannya untuk memberikan ketenangan. *** [“Lihat nih! Kakak udah bisa main

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 107 Mari Menabung Rindu

    “Aku percayakan semua sama Kakak aja ya.” “Enggak. Pokoknya Kakak mau kita yang urus sendiri untuk itu,” putus Bara yang sama sekali tak ingin mendengar adanya bantahan. “Please, Sayang!” Wajah puppy eyes dan penuh harap dari seorang Adibara Erlangga membuat Rena mengangguk sambil mengulum senyum. Tak pelak dia bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh sang tunangan. CUP! “Makasih, Sayang,” gumam Bara tepat setelah gadisnya hendak beringsut mundur. “Enggak mau balas hemm?” “Enggak,” tolak Rena cepat. “Yang ada nanti kita enggak masuk-masuk. Tuh lihat Papa udah berdiri di balkon sana!” “Alasan saja,” cibir Bara. Rena seolah menulikan indera pendengarannya. Lantas membuka pintu mobilnya dengan segera. Pemandangan yang pertama kali dilihat membuatnya mengerling malas. Ada Tita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sembari menikmati susu hamilnya. “Jangan hiraukan dia. Ayo masuk!” “Enggak, Kak. Aku pulang saja ya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 106 Hari Nostalgia

    Pemandangan hijau nan asri membuat senyum Rena merekah sempurna. Gadis itu memapah sang tunangan dengan tangan kiri yang menenteng sebuah keranjang berisi kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Parfum dengan aroma citrus blossom yang menguar dari tubuh tunangan Bara tersebut seolah menyatu dengan alam. Segar dan membuat perasaan yang menghidunya jadi menumbuhkan kesan positif. “Anaknya Tante Cintya itu emang top kasih terapi ke Kakak. Buktinya bisa terapi,” gumam Rena sambil tersenyum. “Suaranya mirip nyamuk. Melengking dan menyebalkan. Makanya mau tak mau Kakak terpaksa menurut saja,” kekeh Bara yang kini sedang menaik-turunkan pergelangan tangan kanannya. “Kalau enggak kayak gitu aku yakin Kakak pasti sembuhnya lama. Entar kalau kita nikah mana bisa gendong aku untuk photo shoot,” kata Rena sambil menahan tawanya. “Bisa. Harus bisa dong,” kata Bara dengan penuh keyakinan tingkat tinggi. “Dalam waktu dua bulan ke depan kamu akan lihat Kakak bisa kembali seperti dulu

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 105 Persiapan LDR

    Istri Tora yang merasa tersinggung itu hendak maju untuk menyerang Sandra, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mengingat pengalaman pahit kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu.“Lebih baik Kakak fokus pada kehamilan saja. Sudah mau jadi ibu tetapi kelakuannya sama sekali tak berubah,” ketus Sandra yang segera menghilang dari pandangan Tita. Napasnya masih memburu hingga kembali menghampiri Jason yang masih tetap dalam posisi semula. Bahkan saking kesalnya dia merebut gelas pria itu dan menenggak isinya hingga tak bersisa.“Kenapa?” tanya sandra begitu melihat tatapan sinis Jason.“Kau mengambil gelasku,” cibir sang pria.Sandra langsung mengerjap cepat. Lantas memandang gelas kaca miliknya yang masih bersisi setengah. Jelas dia merasa malu bukan main. “Maaf. Aku akan gantikan gelasmu yang lain.”“Tak usah,” ketus Jason segera. Tak pelak dia menatap Sandra yang tampak seperti kehabisan tenaga. “Kau habis cakar-cakaran?” tanyanya kemudian. Sa

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 104- Selangkah Lagi

    Rena segera menoleh ketika mendengar suara ketukan dari arah luar. Lantas dia pun mengangguk seolah memberikan kode pada tim penatas rias yang baru saja memperindah penampilannya.“Kau cantik,” gumam Jason sambil tersenyum. “Papi pasti senang kalau dia berada di sini sekarang.”“Ya. Mungkin saja dia akan menghentikan acara ini. Apalagi kalau Papi tahu akan menikah dengan anak musuh bebuyutannya.”Ucapan barusan membuat Jason terkekeh. “Kau memang sok tahu. Papi mana begitu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Bahkan ketika tahu bahwa kau pacaran dengan Bara waktu itu.”Alis Rena langsung naik sebelah. Merasa heran dengan penuturan Jason beberapa detik yang lalu. Lantas Abang angkatnya tersebut menarik kursi agar bisa berbicara lebih lama lagi. Tak pelak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status