Cukup lama Jasmin melantunkan ayat-ayat Allah, hingga ia mengakhiri bacaannya dan mencium Al-Qur'an yang ada di tangannya.Di ruangan kamar dengan cahaya yang temaram, Jasmin termenung dengan badan yang menyandar di tempat tidur. Pandangannya melihat kearah laptopnya yang berada di atas meja.
" Di usiaku yang sudah dua puluh empat tahun, aku belum bisa membahagiakan orangtua ku " batin Jasmin seraya menghela nafas panjangnya. Ia kembali teringat akan doa ibunya yang tak sengaja ia dengar, seketika Jasmin turun dari tempat tidurnya dan menyalakan lampu belajarnya serta duduk di kursi. Tangan Jasmin mulai membuka laptop miliknya
" Bismillah semoga ini keputusan yang tepat " gumam Jasmin, jari lentiknya kini mulai mengetik untuk mengisi CV. Kata demi kata ia rangkai sedemikian sopan. Dengan cermat ia meneliti kembali hasil ketikannya.
" Alhamdulillah selesai " lirih Jasmin lalu ia print out hasil ketikannya. Satu lembar kertas keluar dari printer, dengan cepat Jasmin mengambilnya dan memasukkan kedalam map berwarna coklat.
" Bismillah semoga imam ku berbudi baik serta berakhlak mulia Aamiin " Jasmin mencium map tersebut dengan senyuman yang mengembang di wajahnya, lalu ia letakkan map tersebut di atas meja untuk diserahkan kepada ayahnya besok pagi.
" Saatnya tidur " Jasmin memadamkan lampu kamarnya, ia kembali ke tempat tidur menarik selimut untuk menutupi badannya dan tidak lupa mengaktifkan alarm di ponselnya agar tidak kesiangan.
Pukul 05.30
Ismail yang baru saja pulang dari Masjid usai melaksanakan sholat subuh berjamaah, menghampiri istrinya yang tengah masak dengan di bantu Bi Ani.
" Bu... Jasmin kemana ?, tumben putri kita belum bangun " Ismail menyadarkan Fatimah yang tengah asik dengan peralatan dapurnya.
" Iya ya, ibu sampai lupa. Ya sudah ibu coba ke kamarnya. Bi tolong lanjutkan masaknya ya, saya tinggal sebentar " perintah Fatimah,
" Baik bu " jawab Bi Ani, Fatimah bergegas menuju kamar putrinya sedangkan Ismail ia berjalan memasuki kamarnya untuk bersiap-siap berangkat kerja.
Sesampainya di kamar Jasmin, Fatimah menggelengkan kepalanya. Suara alarm ponsel yang terdengar nyaring tidak mampu membangunkan Jasmin yang masih terlelap.
" Hemmm bagaimana kamu nikah nanti nak " gumam Fatimah yang tidak mengetahui putrinya tidur di jam malam menjelang waktu subuh. Fatimah menyalakan lampu kamar dan membangunkan Jasmin dengan menggoyangkan lengan Jasmin.
" Emmmhhh jam berapa bu ?" tanya Jasmin dengan suara seraknya
" Jam enam," kilahnya agar putrinya cepat bangun
" Ayo cepat bangun. Kamu pasti belum sholat subuh kan ? " tanya Fatimah
" Iya bu, ayah sudah berangkat kerja bu ? " tanya Jasmin seraya berjalan ke arah kamar mandi.
" Belum, sayang... Sudah mandi gih belum sholat juga. Ibu tunggu di ruang makan ya" jawab Fatimah, sepintas Fatimah melihat map coklat yang tergeletak di atas meja namun ia lebih memilih untuk mengabaikannya.
" Siap komandan " sahut Jasmin dengan wajah tersenyum. Fatimah keluar kamar Jasmin dan kembali melanjutkan memasak.
Mengingat waktu subuh yang akan segera berakhir, dengan cepat kilat Jasmin membersihkan diri. Seperti biasa Jasmin memilih gamis untuk ia kenakan di dalam rumah, setelah berpakaian rapih ia kembali ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Diakhir sholatnya ia selalu berdoa, agar Allah tidak mengambil nyawa orangtuanya disaat nanti ia jujur bahwa dirinya sudah hafal tiga puluh juz. Air matanya kembali menetes tak sanggup membayangkan itu terjadi pada dirinya. Selesai berdoa Jasmin menyeka air matanya dan becermin melihat wajahnya yang sedikit sembab.
Jasmin melepaskan mukenanya dan bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya,
" Sepertinya sudah nggak kelihatan habis nangis " ucapnya seraya becermin dan mengelap air di wajahnya dengan handuk.
Jasmin kembali merapihkan perlengkapan sholatnya, setelah usai ia keluar kamar dengan balutan hijab. Namun Jasmin tidak menyadari ada benda yang tertinggal untuk di serahkan kepada ayahnya. Sesampainya di meja makan Jasmin melahap masakan ibunya. Hingga Ismail berpamitan untuk berangkat ke kantor, Jasmin belum menyadari CV yang telah di kemas rapih belum ia serahkan kepada ayahnya. Jasmin dan Fatimah melihat mobil yang di tumpangi Ismail melesat kian jauh. Ketika sudah tidak terlihat Jasmin dan Fatimah memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
" Nak .. . Tadi ibu lihat ada map coklat di atas meja ...." belum selesai Fatimah berbicara Jasmin menatap wajah ibunya.
" Astaghfirullah bu... Jasmin lupa kasih ke ayah " selah Jasmin
" Loh emang map itu isinya apa nak ?" tanya Fatimah yang ingin tahu isinya
" CV untuk calon imam Jasmin bu " lirih Jasmin dengan wajah yang bersemu merah.
" Alhamdulillah, nanti biar ibu temani antar ke kantor ayah. Kebetulan tadi ayah bilang siang ini, ada tamu istimewa" tuturnya seraya jalan lebih dulu
" Benarkah ?" tanya Jasmin dengan wajah berbinar
" Iya " jawab Fatimah menoleh ke belakang.
" Terimakasih ibu " Jasmin memeluk erat ibunya dari belakang dan mencium pipi ibunya
" Anak ibu sekarang sudah dewasa, sebentar lagi akan menikah. Ibu harap kamu bisa menjadi istri yang patuh " Fatimah mengusap lembut pipi Jasmin, Jasmin pun mengangguk dan melepaskan pelukannya.
" Maaf bu, Jasmin belum bisa jujur tentang hafalannya " batin Jasmin merasa bersalah.
Tepat pukul sebelas siang dimana mentari sudah bersinar terang, Fatimah bersiap-siap mengemasi makanan untuk Ismail sekaligus untuk dirinya dan Jasmin. Siang ini mereka berencana untuk makan siang bersama. Jasmin yang sudah siap berangkat dengan balutan gamis berwarna biru langit, dipadukan dengan hijab berwarna merah muda membuatnya terlihat sangat cantik bagi kaum Adam yang melihatnya. Serasa sudah cukup dan tidak ada barang yang tertinggal Jasmin keluar dari kamar dengan tas kecil serta map coklat ditangannya. Dari jarak yang tidak terlalu dekat Jasmin melihat ibunya yang tengah sibuk mengemasi kotak bekal.
" Ibu ... Apa makanan ini nggak terlalu banyak bu ?" tanya Jasmin seraya membantu ibunya.
" Sayang...ini semua pasti akan habis " jawab Fatimah tersenyum
Usai mengemasi makanan, Jasmin dan Fatimah memasuki mobil yang akan dikendarai oleh Jasmin. Hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk mereka sampai di kantor Ismail.
Sesampainya di kantor semua karyawan tahu kalau Jasmin adalah putri tunggal dari pemilik perusahaan. Jasmin dan Fatimah tersenyum ramah kepada karyawan yang melihat kedatangannya.
" Assalamualaikum Ayaaah " salam Jasmin saat masuk ke dalam ruangan ayahnya tanpa mengetuk pintu diikuti oleh Fatimah yang berjalan di belakangnya.
" Wa'alaikumus salam nak " jawab dua orang laki-laki bersamaan, Ya laki-laki paruh baya yang duduk di depan ayahnya adalah calon besan. Namun Jasmin belum mengetahuinya. Jasmin meletakkan bekal makanan siang di atas sofa. Wajah ceria Jasmin berubah, ia menunduk sopan dan mengatupkan kedua tangannya begitupun dengan Fatimah saat bersalaman dengan pria yang bukan muhrimnya.
" Ada apa bu tumben kesini ? " tanya Ismail
" Pagi tadi itu... Ada yang lupa kasih ayah CV untuk calon mantu kita yah " jawab Fatimah yang duduk bersebelahan dengan Jasmin.
" Maksudnya kamu ingin bertukar CV dengan putra saya nak ? " tanya Musa terkejut, Jasmin pun mengangguk tersipu malu.
" Alhamdulillah satu langkah maju pak besan " timpal Ismail tertawa bahagia menyelimuti ruangan.
" Asal ayah tahu, kertas ini yang membuat putri kita telat bangun " imbuh Fatimah menggoda Jasmin, sambil memegang map coklat di tangannya.
" Ibu ..." lirih Jasmin sambil memegang tangan ibunya tak kuasa menahan malu.
" Sayang ... Dialah yang meminta mu untuk menjadi anak mantu di keluarganya. Ayah percaya kalau putranya adalah anak yang baik dan tentunya bisa menjaga kamu nak " ucap Ismail
" Iya yah " jawab Jasmin tersenyum ramah, begitupun dengan Musa.
" Ya sudah .... Mari pak besan kita makan siang bersama, jarang - jarang kita bisa berkumpul " ajak Ismail. Tanpa canggung Musa yang memang sudah kenal lama sahabatnya pun mengiyakan dan mereka makan siang bersama dengan nikmat
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b