Share

02. Lembaran Baru

Author: Nyemoetdz Kim
last update Last Updated: 2024-12-12 00:42:40

"Hachu!" bersin Jenar Nareswari begitu tiba di rumah dinasnya.

"Maaf, Mbak. Rumah dinas ini kecil dan berdebu. Tidak mewah seperti harapan."

Mendengar itu, Jenar menggelengkan kepala. "Tidak, Pak, ini lebih dari cocok. Jika bukan karena aku ditipu, aku sudah menempati rumah kontrakan itu hari ini," jawab wanita cantik, dengan poni tipis itu.

Ya, salah satu temannya menipu Jenar dengan membawa uang kontrakan yang dia harusnya tempati sekarang.

Mau marah juga percuma karena temannya itu tidak kembali, jadi Jenar hanya menikmati kemalangan kisahnya.

Untungnya, masih ada rumah dinas yang disiapkan.

"Baiklah. Lagian Mbak juga Dokter di rumah sakit Militer sini, jadi tidak perlu dipikirkan sampai mendapat rumah baru. Ini juga atas persetujuan kepala Dokter di sana."

"Iya, Pak, terima kasih sebelumnya."

Jenar menatap sekeliling rumah dinas yang dekat dengan rumah sakit militer itu dan akan menjadi tempat tinggalnya sementara.

**** 

"Ma, Jenar sudah sampai tadi pagi, maaf kalau baru memberi kabar, harus membereskan barang dulu," ucapnya dari balik sambungan telepon.

Sejak sampai, Jenar harus membersihkan rumah dinas itu karena juga lama tidak ditinggali.

Namun, dia merasa senang karena ada teman Dokter yang membantunya.

"Tidak apa-apa, Nak. Oh ya, apa kamu sudah bertemu dengannya? Apa tampan?" Terdengar pertanyaan lawan bicara Jenar begitu antusias.

Jenar memutar matanya malas. "Mama, Jenar saja baru sampai pagi, bagaimana bisa bertemu. Lagian apa Mama sudah memastikan jika dia mau bertemu denganku. Nanti bagaimana anakmu ini kalau di tolak, pasti malu tujuh turunan.

"Sudah, katanya sih siang tadi dia berangkat. Harusnya sudah sampai apalagi kalian di kota yang sama. Semoga kalian bisa cocok ya, Nak. Dari fotonya sih tampan."

Jenar hanya mengiyakan apa yang mamanya katakan. Dia tidak berani untuk menolak, karena kebahagian orang tua menjadi prioritasnya. Usianya baru 29 tahun, namun dia sudah dibilang perawan tua oleh saudaranya karena terlalu fokus bekerja.

"Sebaiknya Jenar tutup teleponnya, Jenar lelah sekali. Besok pagi harus datang ke rumah sakit, malu jika terlambat."

"Tapi apa di sana aman, Nak?"

"Iya, di sini sangat aman, Ma. Tinggal di komplek militer harusnya aman kan. Sudah, aku ingin mandi dan tidur. Mama jaga kesehatan, jangan sakit lagi. Jika sakit, maka Jenar tidak mau menerima perjodohan ini."

"Tentu Mama harus sehat. Mama ingin melihatmu menikah dengan pria tampan dan sukses seperti pria itu. Apalagi poin lebihnya, dia begitu sayang keluarga."

"Mama akan terus bicara tentang ini, Jenar tutup teleponnya."

Setelah sambungan telepon di matikan, Jenar langsung membersihkan tubuh. Terlihat jam menunjukan pukul 8 malam, dan dia baru menyelesaikan semua

Sebelum tidur, dia coba membaca materi yang dia pelajari sampai dia benar-benar mengantuk. Namun, saat baru akan terpejam, suara pintu membuatnya harus berjalan ke arah pintu untuk memastikan siapa yang datang.

"Dokter Jenar?"

"Iya, saya. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya pada pria dengan seragam TNI datang ke rumahnya.

"Ada yang menunggu di Pos, dia bilang teman Anda, maaf mengganggu malam-malam. Saya tidak berani untuk menyuruhnya masuk."

Deg!

"Siapa ya, Pak?"

"Saya kurang tau, Dok. Kalau mau silahkan temui atau saya antar untuk datang ke sini?"

"Laki-laki atau perempuan, Pak?"

"Laki-laki." Jenar coba mengingat siapa yang mencarinya, kenapa datang malam-malam. Apalagi petugas yang berjaga juga takut untuk membolehkan masuk. Mungkin karena Jenar tinggal sendiri di komplek itu.

Jenar berjalan kaki ke depan, di mana seseorang itu menunggu. Dengan jaket yang menyelimuti tubuhnya, dia bersilang tangan karena rasa dingin yang merasuk. Petugas tadi mengajaknya bersama, namun Jenar tidak ingin karena malu.

"Benarkah Anda mencari saya, kalau boleh tau apa yang bisa saya bantu?" Suara Jenar membuat laki-laki di hadapannya itu menoleh ke arahnya. Ternyata dari pihak rumah kontrakan sebelumnya mengirimkan barang miliknya yang sempat dia kirimkan awal.

"Izin, Ndan. Komandan sudah pulang!" Jenar yang mulanya mengajak orang di hadapannya bicara, seketika menoleh ke arah petugas yang tadi datang padanya sedang bicara dengan seseorang yang dia panggil Komandan.

"Ini untuk kalian, tadi ada penjual makanan yang kasihan sudah malam begini dagangannya masih banyak. Makan untuk kalian."

"Mohon izin, terima kasih, Ndan."

"Berikan Mbak ini juga kalau mau." Jenar tersenyum sopan ketika pria itu menawari bungkusan yang dia beli.

"Terima kasih, Pak, untuk Bapak saja. Sebaiknya saya permisi, terima kasih sudah memberitahu tentang pria tadi."

"Apa Dokter mau berjalan kaki dengan koper besar itu? Biar saya antar setelah ini." Pria tadi menawarkan untuk mengantar Jenar dengan koper yang dia bawa.

"Mau ke mana?" Pria yang dipanggil Komandan tadi memotong obrolan mereka.

"Oh iya, bukankah Komandan melewati rumah yang Dokter tempati. Mohon izin, Ndan, apa tidak bisa Komandan membantunya, Dokter ini tinggal di dekat lapangan voli sebelum ke rumah dinas Bapak."

"Kalau begitu mari saya antar." Jenar menatap bingung karena dia akan lelah jika mengangkat koper besar itu sendiri, kebetulan pria yang dipanggil Komandan itu menggunakan motor.

"Sudah, Dok, sudah malam juga, nanti ada Kunti loh."

Hah? Kunti?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   97. Tamat

    "Memang Danur punya uang untuk membelinya?" Pertanyaan Prajurit itu membuat bocah itu berpikir. Ekspresinya begitu mengemaskan, selain imut, tampan, dia juga sama seperti ayahnya. Pesona ayahnya turun ke anaknya sekarang. "Danur, Ayah sudah punya anak baru. Bukankah Danur juga punya ayah baru." Damar datang dengan menggendong anak Widi yang baru 10 bulan, dan mengejek putranya itu. Menjadi Komandan Batalyon selama hampir 6 tahun, Damar banyak mendapatkan penghargaan dan prestasi yang dia dapat selama diposisinya. Bukan hanya itu, selain terkenal tegas, Damar juga bersikap baik pada bawahannya. Bukan berarti salah lantas dia akan terus mencari kesalahan, Damar memberikan nasehat yang bisa membuat bawahannya maju bukan malah diam di tempat. Beberapa Prajurit dibantu untuk pendidikan mereka. Dia membantu semampu dia, karena dia tau betul bagaimana berjuang di masa-masa seperti ini. Tegasnya Damar, dia selalu disiplin dan tidak menerima kesalahan yang fatal. "Itu adik Celine, itu b

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   96. Mau Ayah Baru Saja!

    "Om, mana Ayah Danur?" Dengan pertanyaan yang belum jelas, anak usia 4 tahun itu berdiri di hadapan para Prajurit yang sedang berbaring mendengarkan arahan. "Danur, tunggu Bunda!" Langkahnya terhenti ketika melihat putranya sedang berdiri di hadapan para Prajurit. Senyum wanita cantik itu mengembang, anak kecil yang dia cari tanpa rasa malu ikut dalam barisan itu seperti seorang Komandan yang berdiri di depan Prajurit. "Ayah!!" Teriakan itu membuat wanita cantik itu berlari sebelum anak kecil itu berhasil pada ayahnya. Tawa dari para Prajurit yang berbaris terdengar ketika anak kecil itu menyelai ucapan sang ayah ketika sudah dalam gendongan. "Kenapa Ayah pergi sendiri. Bunda memaksa Danur makan, Danur masih kenyang," keluhnya. "Pak Wadan, gantikan aku bicara, anak kecil ini akan terus menggangguku," pintanya pada Wadan yang berdiri di sampingnya. "Ke mana Bunda sekarang?" tanyanya pada sang anak. Dia mundur ketika wakil komandan mengantikannya bicara dengan beberapa Praj

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   95. Menjalani Hidup Setelah Duka

    "Akhirnya anak Ayah bisa pulang hari ini." Dalam gendongan sang ayah keluar rumah sakit, bayi kecil itu tampak tenang. Jenar berjalan selangkah dibelakang Damar yang begitu senang setelah hampir 1 bulan putranya di ruang NICU, akhirnya hari ini diperbolehkan pulang. Kondisinya berangsur membaik walau berat badannya masih kurang. Sore itu akhirnya Danur bisa berbaring di tempat tidur mereka. Damar sangat senang karena bisa menggendong lebih lama dari pada di NICU hanya berapa jam saja dalam sehari. Momen ini yang di tunggu sejak beberapa minggu. Sejak keluar rumah sakit, keseharian Damar berbeda. Pagi dia akan membantu istrinya merawat putranya. Membiarkan Jenar mengurus pekerjaan rumah yang lain. Damar juga menemani putranya berjemur ketika dia selesai Apel. "Aku sudah selesaikan tugasku. Aku pulang lebih dulu," ucap Damar. "Siap, Komandan!" "Sejak ada mainan hidup, aku selalu ingin pulang dan bertemu dengannya." "Siap, Ndan. Namanya juga anak baru lahir. Pastinya senang

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   94. Danurdara

    "Mbak baik-baik saja?" Widi menghampiri Jenar yang termenung di depan ruang rawat. Bukannya istirahat, dia malah diam di sana. Membiarkan Damar yang sedang sakit di dalam di temani ibunya. Kehilangan dan juga kebahagian yang dirasakan sekarang seperti tamparan keras. Bukan hanya itu, Damar juga sakit saat kondisi seperti ini. "Ya, harusnya juga baik-baik saja. Bahkan aku ingin bergegas merawat suamiku yang sedang sakit. Kenapa aku secengeng ini, menjengkelkan sekali." Jemarinya menyeka air mata yang mengalir begitu saja. "Aku yakin Mbak pasti kuat. Aku tidak ingin mengatakan banyak hal karena aku tau jika Mbak mendapatkan itu semua dari keluarga yang mendukung. Mbak harus ingat, masih ada satu anak yang bisa Mbak rawat dan perjuangkan. Ingatlah diriku ini, bagaimana kisahku dengan putriku. Yang tabah, semua pasti akan baik-baik saja." Widi memegang tangan temannya itu. Dia baru bisa bertemu dengan Jenar kali ini. Dia tidak ingin mengganggu ketika di masa duka dan kebahagian y

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   93. Saling Menguatkan

    "Istirahatlah, Nak, kamu terlihat begitu lelah," tutur Susi pada menantunya yang baru sampai dari Jakarta untuk memakam kan putrinya didekat makam ayahnya."Aku masih ingin melihat putraku, Ma. Rasa bersalah ini semakin mencekik ku. Aku tidak becus menjadi seorang ayah, ini terjadi karena diriku." Tangis Damar pecah ketika bicara dengan Susi. Dia menahan agar bisa menerima semua ini, tapi dia tidak sanggup lagi. Rasa sesaknya kian mencekik, dan dia luapkan pada Susi.Wulan yang mengurus semua di sana ketika Damar kembali ke Solo untuk istri dan anaknya yang lain. "Semua sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan. Kamu boleh bersedih, tidak dengan menyalahkan dirimu. Ini semua bukan kesalahanmu, memang kondisi kehamilan istrimu yang tidak baik."Dengan kondisi kaki yang masih dibantu penyangga untuk berjalan, Susi pergi bersama Ragil ke Solo. Dia tidak bisa hanya diam, ketika putra putri mereka membutuhkan mereka orang tuanya."Ikhlas kan, maka kamu akan terima ini semua. Istrimu membutu

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   92. Duka Dibalik Bahagia

    "Saya pikir Mbak Jenar akan mengatakan pada Bapak, jika tadi melakukan kontrol mingguan bersama saya karena tak ingin menganggu istirahat Anda."Mendengar penjelasan Widi, bisa apa Damar ketika ini sudah kejadian. Waktu itu juga, Damar mendengarkan penjelasan Dokter Melati tentang kondisi istrinya.Sudah rasa sakit dia rasakan tanpa hilang, Jenar harus merasakan proses induksi karena ingin persalinan normal. Ada rasa kesal, tapi Damar tidak bisa meluapkan sekarang. Fokusnya ada pada Jenar sekarang."Mbak, bisakah kau datang. Jenar mau melahirkan di usai kandungan 25 minggu, aku harap Mbak bisa datang sekarang." Tidak hanya pada Wulan, dia juga minta doa pada Ibu dan mertuanya agar semua berjalan lancar. Meski dengan resiko yang besar."Maafkan aku, Mas," tutur Jenar dengan rintihan lirih merasakan sakit."Aku tidak ingin membahasnya, kamu harus kuat, agar mereka bisa selamat begitu juga dirimu. Kamu hampir mencelakai dirimu sendiri. Sekarang lihatlah hasilnya, tapi aku tidak mau menya

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   91. Merahasiakan Kondisi Jenar

    Padahal baru semalam, Damar memaksa untuk pulang setelah merasa lebih baik. Dia kasihan saja pada istrinya, apalagi Jenar tidak mau saat Damar akan menghubungi Wulan agar datang menemani istrinya.Damar memilih istirahat di rumah, tak ingin mengganggu suaminya, Jenar di temani Widi pergi ke rumah sakit untuk kontrol kehamilan. Namun, kabar kali ini membuat Jenar khawatir apalagi masa kehamilan masih 6 bulan, tepatnya 25 minggu. Padahal, rencananya mereka ingin mengadakan 7 bulanan di Jakarta, 3 bulanan kemarin mereka lewatkan karena kondisi Mama Jenar."Bisa saja waktu melahirkan lebih awal jika kondisinya seperti ini terus. Apa kau sudah merasakan mulas? Dari USG ini bayi sudah masuk panggul, berada di jalannya seperti bersiap akan keluar, dan menekan, hal itu membuat kontraksi palsu.""Ya, semalam aku sudah merasakan mulas, namun hilang timbul, tapi sejak pagi ini sudah mulai teratur rasa sakitnya. Padahal usianya masih 25 minggu, bukankah itu akan beresiko jika melahirkan di waktu

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   90. Kondisi Damar

    "Ada apa, Mas? Apa terasa sakit?"Jenar terbangun ketika mendengar rintihan lirih dari suaminya. Jam menunjukan pukul 4 pagi ketika suara suaminya membuat dia membuka mata. Beberapa waktu ini Damar begitu sibuk, namun dia tetap menyempatkan waktu untuk Jenar meski lelah.Tanpa menjawab, Damar masih saja merintih. Tangannya meremas selimut yang dikenakan dan wajah pucat pasih meringkuk menyamping. Karena perut yang membuat pergerakannya sulit, Jenar coba memanggil suaminya."Apa yang dirasakan, Mas, katakan?""Perutku rasanya sakit sekali, seperti diremas. Aku sudah coba minum obat, tapi rasanya tetap saja," keluhnya dengan suara lirih."Coba Mas tarik nafas perlahan. Apa ini sakit?" Jenar coba mengecek kondisi suaminya semampu yang dia bisa."Ya, di situ sakit." Jenar sepertinya tau apa yang sedang suaminya alami."Mas bisa bangun? Kita ke rumah sakit saja ya?" tanya Jenar."Tidak. Sebaiknya kembalilah tidur, masih terlalu pagi, aku—" Ucapannya terhenti ketika rasa sakit itu kembali d

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   89. Perhatian dan Kesabaran Damar

    "Permisi, maaf sebelumnya. Isteri saya sedang ngidam makan di tempat acara nikahan. Bolehkan saya dan istri saya masuk?" "Tentu, Pak, masuk saja, apalagi istrinya sedang ngidam, tapi makanannya tidak lengkap. Karena sudah malam juga, hanya beberapa saja yang masih ada. Kalau mau masuk saja," ucap wanita yang duduk di tenda depan sebagai penerima tamu. Jam menunjukkan pukul 22.10 saat akhirnya mereka menemukan tempat hajatan. Ketika orang diundang untuk datang, mereka berdua malah datang tanpa diundang, mencari malam-malam hanya karena Jenar ngidam. Damar menatap Jenar yang mengangguk mau setelah bertanya pada wanita itu. Dengan membuang segala rasa malu, Damar masuk setelah mengisi kotak amplop di depan sebelum masuk mengikuti wanita tadi mengantarkan langsung ke tempat makan. Tatapan aneh para keluarga terlihat ketika mereka masuk dengan menggandeng tangan. Meski orang yang temui tadi sudah menjelaskan pada mereka, tapi tetap saja ini membuat malu Damar pastinya, lain hal untuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status