"Dia, wanita yang akan menjadi pendampingmu. Ibu harap kamu tidak lagi menolak wanita pilihan Ibu." Damar menghela napas mendengar ucapan sang ibu. Untuk apa menikah jika pada akhirnya dia ditinggal, bahkan diselingkuhi saat dinas seperti dulu? Lebih baik dia fokus pada kariernya sebagai Komandan Batalyon! Hanya saja, Dokter Jenar yang dijodohkan dengannya ternyata mengubah segalanya .....
Lihat lebih banyak"Kita cerai saja, aku lelah denganmu yang selalu mementingkan karir dan karir. Seperti aku ini bukan isterimu yang apa saja aku lakukan sendiri. Kau menjadikan pekerjaanmu sebagai alasan untuk membiarkanku menunggu, mengemis perhatian."
Damar Lesmana memijit kening kala mendengar ucapan sang istri dari seberang telepon.Hanya karena Damar disibukan dengan tugas negara, dia merasa kurang perhatian?
"Bukankah kau sudah tau sebelum menikah kalau aku abdi negara? Kenapa baru sekarang kau mengatakan ini, jangan kau pikir aku tidak tau perselingkuhanmu dengan Bimo, temanmu itu," tegas pria itu akhirnya.
"Jangan asal bicara, ini masalah kita, tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain."
"Aku diam karena aku masih ingin percaya padamu. Tapi, kenyataannya kau memang tidur dengan pria lain," jawab Damar lagi menatap nanar foto bukti di tangannya."Kau terus saja menuduh Bimo! Padahal, ini semua kesalahanmu sendiri. Kau merasa paling benar ketika aku saja mengemis perhatian padamu!" bentak wanita itu dari seberang telepon.
Damar menghela napas kasar. "Aku sedang bertugas. Bukan ke Hotel dengan wanita lain untuk tidur bersama. Kau tanda tangani surat kesanggupan sebelum menikah, itu artinya kau paham tugasku. Lantas kenapa sekarang ini menjadi masalah jika ini bukan tentang nafsumu?" Dengan tegas, Damar mengatakan itu semua pada sang istri.
Tawa sinis terdengar dari wanita yang dicintainya itu. "Berjuang untuk negara?! Mulia sekali dirimu, sampai kau menjadikan alasan kesibukan untuk tidak peduli padaku."
"Tidak peduli katamu?"
"Sudahlah! Aku ingin bercerai darimu. Lusa, tanda tangani surat cerai itu karena aku tidak ingin lagi hidup kesepian. Mau kau berlutut padaku, aku tetap pada keputusanku."
Tut!
Sambungan telepon dimatikan begitu saja oleh istrinya. Damar tertawa miris.Pacaran selama 1 tahun dan menikah 3 tahun, tampaknya tak menjamin apa-apa.
Sang istri justru menghianatinya dengan alasan sering ditinggal tugas demi cita-cita yang dia inginkan.
Banyak bukti yang dia tau dari orang-orang, namun karena rasa cinta pada sang istri, dia tidak pernah percaya.Hingga hari ini, istrinya justru meminta cerai saat Damar ingin memastikan jika Sheila tidak sedang di kamar Hotel bersama selingkuhannya.
Prang!
Pria itu membanting ponsel yang dia pegang hingga pecah karena ulah istrinya. Rasa cinta yang penuh dia berikan pada wanita seperti Sheila dibalas penghianatan.
"Ada apa, Mayor?"
Mendengar suara gaduh di kamar, salah satu teman Damar coba memastikan apa yang terjadi."Aku akan bercerai," umum Damar seketika.
"Mayor yakin ingin menceraikan dia?"
"Mau bagaimana lagi? Dia sudah mengajukan perceraian. Padahal demi dirinya, aku mau melakukan tugas ini, nyatanya tetap saja salah."Damar memandang kosong foto pernikahannya dan meremuknya.
Istrinya menang telak, dia berhasil menghancurkan hati dan mental Damar.
Pria itu bahkan merasa dia tak akan mau membangun hubungan dengan wanita manapun!
"Ya, memang lebih baik aku fokus bekerja saja, tidak perlu menikah lagi."Dan Damar menepati janjinya....
Lima tahun sudah dari hari terpuruknya itu.
Hari ini, dia dilantik dan semua anggota keluarga hadir untuk memberikan selamat pada duda tampan itu.
"Selamat akan pelantikan dan penempatan di tempat yang baru, semoga apa yang kamu dapatkan sekarang tidak membuatmu puas karena jalannya masih panjang. Ayah bangga padamu, Nak." Sang ayah menjadi orang pertama yang menghampirinya.
"Selamat atas pangkat yang kau terima, Lektol Inf Damar Lesmana. Setelah ini kau bisa memikirkan pasangan," timpal kakaknya yang hanya dibalas gelengan oleh pria dengan lesung di pipi kiri itu.
Kakaknya itu selalu saja menggoda tentang pasangan setelah dia hampir lima tahun menduda.
"Terima kasih, Yah. Ini juga untuk Ayah dan Ibu. Damar harus melakukan seperti apa yang Ayah nasehatkan. Dan untuk, Mbak, aku tidak memikirkan itu. Lebih baik aku menggoda putrimu daripada aku mendengarkanmu membahas tentang itu," ucap Damar mengalihkan perhatian.
Pria itu bahkan langsung menggendong keponakan baru yang baru berusia 3 bulan itu. Ya, sampai detik ini Damar belum mencari pengganti Sheila meski tau mantan istrinya sudah bahagia dengan pilihan hidupnya.
Jujur, Damar menikmati kesendirian dan fokus dengan karir yang dijalani.
"Mar, aku punya kenalan cewek, dia ini cantik dan pintar. Mau tidak Mbak kenalkan? Sebenarnya ini rekan Mas sih, tapi Mbak pernah bertemu dengannya beberapa kali. Usianya memang masih begitu muda, tapi dia baik. Mau ya?"
"Sejak kapan Mbak jadi membuka biro jodoh? Aku belum memikirkan pasangan."
"Sampe kapan? Kau selalu jawab seperti itu sejak 5 tahun yang lalu. Usiamu juga sudah sangat matang, bisa dibilang tua, harus punya pendamping."
"Nanti yang ada kayak sebelumnya, dia menolak terang-terangan, bikin malu orang saja," sahut kakak ipar Damar.
"Siapa suruh kalian menjebakku dengan kencan buta. Aku belum ingin memikirkan itu. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersama kalian sebelum berangkat besok. Benar tidak, Bu?"
Bukannya mengangguk, sang ibu menggelengkan kepala. "Apa kamu tidak mau memberikan ibu dan ayah cucu sebelum kami tiada? Jangan karena kisah masa lalumu, kamu terus tidak ingin menikah lagi. Bagaimana nanti saat ayah ibu tiada dan putra bungsunya ini belum juga menikah. Cari pasangan seperti keinginanmu, yang penting setia dan paham dengan pekerjaanmu, atau ingin Ibu saja yang menjodohkan?"
"Kenapa jadi membahas kematian? Nanti kalian akan melihatku menjadi Panglima TNI seperti keinginan Ayah. Sudah jangan membahas itu lagi, ini karena Mbak Wulan dan Mas Jatmika, selalu saja membahas jodoh. Aku belum ingin memikirkan itu."
Luka hati membuatnya teguh pada pendirian, dia belum mau membuka hati karena luka masa lalunya.
Hanya saja, keluarganya ingin pria 36 tahun itu bahagia. Bukan tentang karir saja, melainkan cinta....
'Sepertinya, aku harus bergerak,' batin wanita tua kesayangan Damar itu diam-diam.
***
"Memang Danur punya uang untuk membelinya?" Pertanyaan Prajurit itu membuat bocah itu berpikir. Ekspresinya begitu mengemaskan, selain imut, tampan, dia juga sama seperti ayahnya. Pesona ayahnya turun ke anaknya sekarang. "Danur, Ayah sudah punya anak baru. Bukankah Danur juga punya ayah baru." Damar datang dengan menggendong anak Widi yang baru 10 bulan, dan mengejek putranya itu. Menjadi Komandan Batalyon selama hampir 6 tahun, Damar banyak mendapatkan penghargaan dan prestasi yang dia dapat selama diposisinya. Bukan hanya itu, selain terkenal tegas, Damar juga bersikap baik pada bawahannya. Bukan berarti salah lantas dia akan terus mencari kesalahan, Damar memberikan nasehat yang bisa membuat bawahannya maju bukan malah diam di tempat. Beberapa Prajurit dibantu untuk pendidikan mereka. Dia membantu semampu dia, karena dia tau betul bagaimana berjuang di masa-masa seperti ini. Tegasnya Damar, dia selalu disiplin dan tidak menerima kesalahan yang fatal. "Itu adik Celine, itu b
"Om, mana Ayah Danur?" Dengan pertanyaan yang belum jelas, anak usia 4 tahun itu berdiri di hadapan para Prajurit yang sedang berbaring mendengarkan arahan. "Danur, tunggu Bunda!" Langkahnya terhenti ketika melihat putranya sedang berdiri di hadapan para Prajurit. Senyum wanita cantik itu mengembang, anak kecil yang dia cari tanpa rasa malu ikut dalam barisan itu seperti seorang Komandan yang berdiri di depan Prajurit. "Ayah!!" Teriakan itu membuat wanita cantik itu berlari sebelum anak kecil itu berhasil pada ayahnya. Tawa dari para Prajurit yang berbaris terdengar ketika anak kecil itu menyelai ucapan sang ayah ketika sudah dalam gendongan. "Kenapa Ayah pergi sendiri. Bunda memaksa Danur makan, Danur masih kenyang," keluhnya. "Pak Wadan, gantikan aku bicara, anak kecil ini akan terus menggangguku," pintanya pada Wadan yang berdiri di sampingnya. "Ke mana Bunda sekarang?" tanyanya pada sang anak. Dia mundur ketika wakil komandan mengantikannya bicara dengan beberapa Praj
"Akhirnya anak Ayah bisa pulang hari ini." Dalam gendongan sang ayah keluar rumah sakit, bayi kecil itu tampak tenang. Jenar berjalan selangkah dibelakang Damar yang begitu senang setelah hampir 1 bulan putranya di ruang NICU, akhirnya hari ini diperbolehkan pulang. Kondisinya berangsur membaik walau berat badannya masih kurang. Sore itu akhirnya Danur bisa berbaring di tempat tidur mereka. Damar sangat senang karena bisa menggendong lebih lama dari pada di NICU hanya berapa jam saja dalam sehari. Momen ini yang di tunggu sejak beberapa minggu. Sejak keluar rumah sakit, keseharian Damar berbeda. Pagi dia akan membantu istrinya merawat putranya. Membiarkan Jenar mengurus pekerjaan rumah yang lain. Damar juga menemani putranya berjemur ketika dia selesai Apel. "Aku sudah selesaikan tugasku. Aku pulang lebih dulu," ucap Damar. "Siap, Komandan!" "Sejak ada mainan hidup, aku selalu ingin pulang dan bertemu dengannya." "Siap, Ndan. Namanya juga anak baru lahir. Pastinya senang
"Mbak baik-baik saja?" Widi menghampiri Jenar yang termenung di depan ruang rawat. Bukannya istirahat, dia malah diam di sana. Membiarkan Damar yang sedang sakit di dalam di temani ibunya. Kehilangan dan juga kebahagian yang dirasakan sekarang seperti tamparan keras. Bukan hanya itu, Damar juga sakit saat kondisi seperti ini. "Ya, harusnya juga baik-baik saja. Bahkan aku ingin bergegas merawat suamiku yang sedang sakit. Kenapa aku secengeng ini, menjengkelkan sekali." Jemarinya menyeka air mata yang mengalir begitu saja. "Aku yakin Mbak pasti kuat. Aku tidak ingin mengatakan banyak hal karena aku tau jika Mbak mendapatkan itu semua dari keluarga yang mendukung. Mbak harus ingat, masih ada satu anak yang bisa Mbak rawat dan perjuangkan. Ingatlah diriku ini, bagaimana kisahku dengan putriku. Yang tabah, semua pasti akan baik-baik saja." Widi memegang tangan temannya itu. Dia baru bisa bertemu dengan Jenar kali ini. Dia tidak ingin mengganggu ketika di masa duka dan kebahagian y
"Istirahatlah, Nak, kamu terlihat begitu lelah," tutur Susi pada menantunya yang baru sampai dari Jakarta untuk memakam kan putrinya didekat makam ayahnya."Aku masih ingin melihat putraku, Ma. Rasa bersalah ini semakin mencekik ku. Aku tidak becus menjadi seorang ayah, ini terjadi karena diriku." Tangis Damar pecah ketika bicara dengan Susi. Dia menahan agar bisa menerima semua ini, tapi dia tidak sanggup lagi. Rasa sesaknya kian mencekik, dan dia luapkan pada Susi.Wulan yang mengurus semua di sana ketika Damar kembali ke Solo untuk istri dan anaknya yang lain. "Semua sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan. Kamu boleh bersedih, tidak dengan menyalahkan dirimu. Ini semua bukan kesalahanmu, memang kondisi kehamilan istrimu yang tidak baik."Dengan kondisi kaki yang masih dibantu penyangga untuk berjalan, Susi pergi bersama Ragil ke Solo. Dia tidak bisa hanya diam, ketika putra putri mereka membutuhkan mereka orang tuanya."Ikhlas kan, maka kamu akan terima ini semua. Istrimu membutu
"Saya pikir Mbak Jenar akan mengatakan pada Bapak, jika tadi melakukan kontrol mingguan bersama saya karena tak ingin menganggu istirahat Anda."Mendengar penjelasan Widi, bisa apa Damar ketika ini sudah kejadian. Waktu itu juga, Damar mendengarkan penjelasan Dokter Melati tentang kondisi istrinya.Sudah rasa sakit dia rasakan tanpa hilang, Jenar harus merasakan proses induksi karena ingin persalinan normal. Ada rasa kesal, tapi Damar tidak bisa meluapkan sekarang. Fokusnya ada pada Jenar sekarang."Mbak, bisakah kau datang. Jenar mau melahirkan di usai kandungan 25 minggu, aku harap Mbak bisa datang sekarang." Tidak hanya pada Wulan, dia juga minta doa pada Ibu dan mertuanya agar semua berjalan lancar. Meski dengan resiko yang besar."Maafkan aku, Mas," tutur Jenar dengan rintihan lirih merasakan sakit."Aku tidak ingin membahasnya, kamu harus kuat, agar mereka bisa selamat begitu juga dirimu. Kamu hampir mencelakai dirimu sendiri. Sekarang lihatlah hasilnya, tapi aku tidak mau menya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen