Share

Bab 6

"Bangsat!" pekik Raditya mendapati mobil kesayangan bercat putih sudah tidak suci lagi. 

Coretan tak beraturan kehitaman menghiasi setiap sudut mobil yang sudah menemaninya sejak masa koas hingga sekarang. Rasanya tekanan darah residen tampan itu mendadak naik, apalagi saat menyentuh body mobil berharap noda hitam bisa hilang tapi nyatanya tidak. Semprotan bagai tinta cumi-cumi masih di sana, seolah mengolok Raditya bahwa mereka tak akan pergi apa pun yang terjadi. 

Saat ini, mana mungkin dia pulang dengan keadaan si putih seperti itu? Yang ada, mereka akan menjadi atensi selama di jalan walau sang pemilik bisa saja bersikap tak acuh karena bersembunyi di balik kaca mobil. Sayangnya, jiwa perfeksionis Raditya meronta-ronta, gemas ingin mencuil satu persatu cat dengan kuku jari. Alhasil, dia menelepon Julia berharap kalau kekasihnya tak jauh dari lokasi rumah sakit. 

Selagi menunggu suara lembut menyambutnya, Raditya berpikir keras siapa pelaku yang sudah mencoreng-coreng seenak dengkul pada tubuh si putih. Kepalanya sudah meletup-letup ingin meledak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan besar orang-orang yang berani padanya. Selama di sini, dia merasa tidak memiliki musuh bebuyutan baik itu senior atau pun junior. Alih-alih menjadi residen yang patut dihujat, justru Raditya disanjung sebagai residen cakap dan tanggap selain penampilan good looking yang membuat kaum hawa terlena. 

Otaknya yang sibuk menyusun barisan nama mendadak terhenti membuat tubuh tinggi tegap yang mondar-mandir itu terkesiap. 

"Hei, Sayang, ada apa?" Suara Julia terdengar semerdu suara Mahalini--penyanyi cantik yang menjalin asmara dengan anak komedian terkenal. 

Namun, semerdu apa pun jenis suara yang menyapa telinga Raditya, tak akan mampu mendinginkan emosi yang sudah menguasai diri lelaki jangkung itu.

Wajah tampan sang residen memerah bukan main seperti lobster rebus, pandangannya berkilat lantas berkata, 

"Di mana?"

"Aku di lampu merah jalan Margorejo nih! Kenapa?"

Ah, masih belum jauh, pikir Raditya. 

"Boleh minta tolong kamu puter balik? Aku masih di parkiran, mobilku rusak."

"Ya ampun, oke deh. Untung aku belum jauh, tungguin aku ya, Sayang."

Sambungan telepon terputus, gantian jempolnya mencari-cari nomor kontak gadis malapetaka yang sudah menuangkan bensin ke dalam api hingga mampu membakar emosi jiwa. Entah apa yang dilakukannya sampai Valentina tidak punya hati berbuat hal gila ini. Selain itu, panggilan yang ditujukan kepada sang istri laknat tak kunjung dijawab, Raditya yakin saat ini pasti Valentina sedang menghindarinya. 

"Awas aja curut," geram Raditya. 

###

"Ah ... lega ..." teriak Valentina saat berada di kantin kampus, meneguk segelas es cincau yang bisa menaikkan mood setelah semalam dan pagi ini mentalnya dihajar habis-habisan. 

Dia dan Okin baru selesai menghadap dosen pembimbing untuk revisi tugas kelompok dalam seminar besar beberapa hari lalu. Mereka sempat diomeli sang pembimbing akibat Okin lupa tidak merevisi pathway penyakit Infark Miokard Akut sesuai yang diinginkan dosen. Alhasil,  keempat telinga ners tersebut terpaksa menerima ocehan pagi hari.  

“Besok masuk siang, bisa bangkong sambil peluk ayang

Cha Eun Woo,” lanjut Valentina bahagia. 

(Bangkong = bangun telat) 

"Hilih, Korea terus pikiranmu, Tin, Tin ..." ledek Okin sewot seraya menyendok nasi campur. "Lanang kok gawe gincu, putih-putih koyok direndem Bayclin mirip bencong!"

(Laki-laki kok pakai lipstik, putih-putih kayak direndam Bayclin mirip bencong!)

"Lambemu!" sungut Valentina tak terima. "Awakmu dewe seneng JKT48 ae!"

(Mulutmu!)

(Kamu sendiri suka JKT48 aja!)

Lelaki tambun itu hanya meringis hendak menyuapi temannya dengan nasi campur agar tidak marah. Valentina melirik sinis lalu melihat notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel yang diletakkan di depanya. Bibir Valentina naik sebelah sambil menggumam lelaki yang sudah membuat hatinya panas. Kalau saja dia tidak berlagak sombong seolah tak membutuhkan perawat, mungkin tangan Valentina tak perlu capek-capek menari-nari meninggalkan mahakarya di mobil kesayangan Raditya.

"Hei!" suara sedikit melengking membuat dua kepala mahasiswa itu berputar ke belakang.

Okin melambaikan tangan kanan sementara Valentina buru-buru mematikan ponselnya karena Raditya mendadak menelepon lagi. Lantas, menyunggingkan senyum semanis madu kepada kekasih baik hati bak dewa cinta kepada Brian. Lelaki itu menaruh sebentar tas dan dua buku tebal bertuliskan 'Diagnosa keperawatan' dan 'Buku Medikal Bedah' lalu berpamitan untuk beli minum.

"Minggu depan, kita oper ke ICU Anestesi kan?" tanya Okin memastikan.

"Iya, di sana lebih enak daripada UGD. CI-nya juga sabar, apalagi denger-denger ujiannya cuma ngitung JVP sama CVP doang."

"Lebih enak stase Jiwa tahu, ada hiburan--"

Belum sempat si teman laknat menyelesaikan kalimat, Valentina memberikan cubitan maut di lengan kiri Okin. "Mereka itu sakit jangan dijadikan hiburan. Empati dikit kek jadi orang."

"Nye nye nye ... gayamu!"

"Lambemu!"

Perseteruan dua anak itu terhenti kala Brian datang dengan membawa segelas es teh dan semangkuk bakso yang masih mengepul panas. Kemudian, dia duduk berhadapan dengan si gadis manis dan berkata, "Gimana shift kemaren? Kamu enggak makan?"

"Nanti aja deh," jawab Valentina. "Stase ini paling kubenci lah!" Dia bersedekap sambil menggelengkan kepala tiap wajah Raditya terlintas di benaknya. Hanya seberkas wajah itu saja, setiap pembuluh darahnya mendidih ingin menjambak rambut tebal sang suami jahanam sampai rontok, tak peduli kalau lelaki berusia 30-an itu botak dini. "Kamu sendiri?"

"Lancar. Besok aku mau seminar besar, tadi penyuluhan ke keluarga pasien mungkin minggu depan mau ujian stase."

"Enak kali jadi kelompokmu, Brian," sahut Okin. "Aku sama Valentina apes terus."

"Eh, masih mending sama aku daripada kamu sama yang lain. Kelompokku masih mengizinkan kamu jadi tukang fotokopi

dan tukang print, yang lain? Jangan harap, mereka bakal ngadu ke dosen sama CI."

Okin mengedipkan mata cepat lalu menopang dagunya dengan tangan kanan dan merangkul pundak rekannya. "Awakmu kok ngerti aku banget sih, Tin. Jadi sayang deh."

"Heh!" Brian melotot yang disusul tawa Okin yang membahana.

###

Mesin motor Brian terhenti di depan pagar rumah yang disebut sebagai rumah sepupu Valentina. Kekasihnya turun seraya melepas helm dan mendapati sebuah mobil Jazz merah menyala tengah terparkir di sana. Valentina mengernyit, bertanya-tanya dalam hati siapa pemilik mobil itu. Mendadak, perasaannya tak enak, sisi lain dirinya mencegah kaki Valentina untuk tidak masuk ke dalam rumah. 

"Aku pulang ya," pamit Brian membuyarkan lamunan Valentina. "Nanti aku telepon." Lelaki manis itu merapikan rambut berantakan Valentina. 

Hanya anggukan yang bisa dilempar oleh gadis berambut sebahu itu, memandang kepergian Brian sampai benar-benar hilang. Selanjutnya, dia bergegas masuk sambil mengelus dadanya yang makin lama makin berdegung kencang seolah akan ada hal yang buruk terjadi.

Dia sibuk menyapu pikiran-pikiran negatif yang mampir ke dalam kepala tentang si pemilik mobil merah. Valentina melihat sepasang sepatu kets hitam di rak dekat pintu. Dia menelengkan kepala, mengangkat tinggi sepatu berukuran empat puluh yang jelas-jelas bukan sepatu milik Raditya. Walau dirinya benci setengah mampus kepada dokter iblis itu, Valentina hafal barang-barang yang ada di kediaman ini. Jadi, mana mungkin kalau suami jahanamnya memakai sepatu perempuan?

Tuk menepis rasa penasaran dan mengabaikan jeritan hati, Valentina nekat masuk ke dalam rumah dan dia terpaku seketika itu juga kala menangkap sosok imitasi Donita tengah duduk bersandar di dada Raditya sambil membaca buku kegawatdaruratan. Bak pasutri yang menikmati indahnya pernikahan, mereka tidak menyadari kalau sang istri sah telah datang. Buru-buru Valentina menutup sebagian wajahnya dengan jaket sambil melepas sebelah sepatu dan melempar ke arah pasangan kekasih tak tahu tempat itu.

"Aduh!" Julia mengaduh saat sepatu pantofel hitam Valentina mengenai wajahnya. "Hei!"

Seperti kesetanan, Valentina langsung lari terbirit-birit meninggalkan dua sejoli yang mengumpatinya. Dia tidak peduli mendengar Raditya berteriak memanggilnya 'Tina gila' dan menyuruhnya balik. Beruntung dengan segelas es cincau yang super manis tadi, tenaganya cukup kuat untuk kabur agak jauh dari rumah. Entah apa yang merasuki Raditya membawa Julia ke rumah seakan tak gentar kalau mertua atau ibunya datang ke rumah.

Valentina berhenti di depan masjid dengan napas terengah-engah di bawah terik matahari kota Pahlawan yang panasnya luar biasa. Hanya berlarian sebentar saja, biji-biji keringat muncul membasahi kening. Dia mendudukkan diri di teras masjid yang lantainya dingin seraya meluruskan kaki dan membuka tas ransel untuk mencari botol minum.

Tak berapa lama ponselnya berdering. Seperti yang sudah diduga, nama si Mata Empat muncul di layar persegi panjang itu. Valentina menggeser ikon hijau dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk memegang botol minum.

"Pulang!"

"Idih ... malu ya habis ketahuan berduaan?"

"Aku tahu kamu yang mencoret mobilku, Tina!"

 "Nye nye nye ... iki tihi kimi mincirit mibilki, Tini, pret!" 

Valentina memutus sepihak sambungan telepon itu sambil tertawa terbahak-bahak sampai terbatuk. Puas sekali rasanya sudah memberi pelajaran setimpal meski kadang dia berpikir kalau Valentina cukup kelewatan. Beberapa menit setelah merasa bahagia, alam bawah sadarnya memaki kalau mencoret mobil Raditya memang tindakan bodoh apalagi dalam masa mahasiswa di lingkungan kampus yang berdekatan dengan rumah sakit. 

Seperti ditampar kenyataan, dia terdiam seketika kala bayang-bayang hukuman dosen dan juga si penyihir kini menari-nari di benaknya. Raditya--sang residen dambaan semua orang bisa saja kan mengadu bak anak kecil yang baru saja kehilangan permennya? Bisa saja dia juga menambah bumbu-bumbu atas apa yang sudah dilakukan Valentina terlebih gadis itu menimpuk Julia dengan sepatu. Bahu Valentina serasa merosot, memutar otak untuk mencari cara agar Raditya tidak berulah. 

Mampus!

***

JVP : Jugularis Vena Pressure / tekanan vena jugularis. Vena ini berada di leher. 

 

CVP :Central Vena Pressure / tekanan vena pusat. Vena ini berada di vena cava jantung. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status