Tidak ada yang membuka suara selama di mobil. Sakhala terlihat fokus mengemudikan mobilnya sambil memperhatikan jalanan yang ada di hadapannya. Sementara Dayana hanya diam sambil menatap jalanan yang ada di sampingnya dengan pandangan kosong. Helaan napas panjang pun berulang kali lolos dari bibirnya. Masih tergambar jelas di ingatan Dayana bagaimana reaksi mama dan papanya ketika Sakhala mengutarakan niat untuk menikahinya. Bram dan Dona langsung menolak karena takut pernikahannya kembali gagal padahal Sakhala benar-benar serius ingin mempersunting dirinya. "Sepertinya aku tidak bisa membantumu, Sakha. Maaf ...." "Maksud kamu?" Sakhala mengalihkan pandang dari jalanan yang ada di hadapannya seklias agar bisa menatap Dayana. Dayana menarik napas panjang sebelum bicara. "Sepertinya aku tidak bisa menjadi istrimu karena mama dan papa takut pernikahanku kembali gagal. Sebaiknya kamu cari gadis lain saja yang mau kau jadikan istri, Sakha." "Apa kamu meragukanku, Dayana?" Dayana sonta
Dayana mengempaskan bokong sintalnya di bantal duduk berwarna peach kesukaannya begitu tiba di apartemen. Wajah gadis itu tampak lesu karena memikirkan ucapan Sakhala ketika di dalam mobil tadi. Dayana tidak yakin Sakhala mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya. Rasanya dia ingin sekali menyerah dan membatalkan pernikahannya dan Sakhala. "Aku benar-benar pusing! Argh!" Dayana mengacak-acak rambutnya hingga berantakan. Setelah itu dia mengambil satu kaleng minuman berakohol dari dalam lemari es untuk menenangkan sedikit pikirannya. *** Sakhala berjalan menuruni tangga sambil memasang kancing lengan kemejanya. Lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu terlihat tampan dalam balutan kemeja berwarna biru naviy yang dipadu dengan celana bahan berwarna senada. "Selamat pagi, Ma." "Selamat pagi, Bang," balas Ruth sambil meletakkan secangkir kopi di depan Sakhala. Dia hanya membuat satu cangkir kopi karena ayah Sakhala sedang tidak ada di rumah. "Terima kasih, Ma." Ruth mengangguk. Sakh
"Papa?!" ucap Dayana setelah berhasil mengatur napas. "Apa yang papa lakukan di sini?" "Papa baru saja menemui calon menantu papa yang kaya raya," jawab Bram sambil menyeringai. "Maksud Papa, Sakha? Eh, maksud Dayana pak Sakhala?" Bram mengangguk. "Papa tidak pernah menyangka calon suamimu ternyata salah satu keluarga konglomerat yang paling tersohor di negeri ini, Dayana. Kamu benar-benar pintar memilih calon suami." Dayana meringis mendengar ucapan Bram barusan. Penyesalan dan rasa bersalah terpancar jelas di wajah cantiknya. "Maaf karena Dayana belum sempat memberi tahu Papa siapa Sakha sebenarnya. Sekali lagi Dayana minta maaf ...." Bram geleng-geleng kepala. "Aku tidak pernah menyangka Jordan Corps bisa mengambil alih perusahaanku hanya dalam waktu semalam. Calon suamimu benar-benar mengerikan!" Dayana menggaruk rambutnya yang tidak gatal karena dia bingung harus mengatakan apa. "Anak itu melakukannya demi mendapatkan restu dariku. Benar-benar licik!" ucap Bram sambil terta
Seminggu kemudian Dayana dan Sakhala menggelar acara pertunangan di rumah Dayana. Acara pertunangan mereka digelar secara tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat karena Dayana belum siap memberi tahu teman-temannya kalau dia akan menikah dengan Sakhala. Dayana tanpa sadar terus menggigit kuku jari tangannya. Gadis itu merasa sangat gugup karena acara pertunangannya dengan Sakhala sebentar lagi akan dimulai. "Ya Tuhan, bagaimana ini? Aku gugup sekali," desah Dayana terdengar cemas. Gadis itu terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya brokat berwarna maroon yang dihasi tule dan mutiara di bagian pinggang. Dayana sebenarnya ingin memakai kebaya model biasa, tapi calon ibu mertuanya sudah terlanjur memilih kebaya yang sesuai dengan Sakhala. "Kamu terlihat cantik sekali, Day." Dayana sontak menoleh, menatap Dona yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Benarkah?" tanya Dayana tidak percaya. Dona mengangguk. Dayana memang terlihat cantik meskipun hanya memakai perona bibir berw
Sakhala langsung menuju ruangan Dayana begitu tiba di kantor. Dia ingin tahu Dayana ada di ruangannya atau tidak karena dia gagal mengajak gadis itu berangkat ke kantor bersama karena bangun kesiangan. "Selamat pagi, Pak," sapa seorang karyawan yang baru saja berpapasan dengan Sakhala. Sakhala hanya mengangguk sekilas dan memasang ekspresi datar seperti biasa untuk membalas sapaan karyawan tersebut. Sakhala melihat Dayana sedang berbicara dengan Freya dari depan pintu. Entah kenapa dia suka sekali memperhatikan Dayana diam-diam seperti sekarang. Tidak sengaja tatapan kedua matanya bertemu dengan Dayana. Dayana tergagap karena melihat Sakhala berdiri di depan pintu sambil menatapnya dengan pandangan yang sulit sekali dia artikan. Apa Sakhala mendengar semua pembicaraannya dengan Freya? Ya Tuhan .... Semoga saja Sakhala tidak mendengarnya. Entah kenapa Dayana merasa was-was kalau Sakhala tahu dia pernah pergi ke Ichikaru Ramen bersama Chris. Sakhala menatap Dayana dengan lekat.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" pekik Dayana dengan wajah pucat. "Tentu saja untuk mengajakmu makan siang," jawab Sakhala tenang. "Apa kamu tidak bisa melihat situasi dan kondisi? Lihatlah, semua karyawan yang ada di sini sedang melihat ke arah kita," desis Dayana kesal tapi Sakhala malah tersenyum tanpa dosa. Lelaki itu bahkan secara terang-terangan mendekati Dayana di hadapan semua karyawannya yang sedang makan siang. Beberapa karyawan pun terlihat berbisik-bisik sambil melihat ke arah mereka, terutama karyawan perempuan. Mereka seolah-seolah melayangkan tatapan membunuh pada Dayana karena berani mendekati pimpinan kesayangan mereka. "Memangnya kenapa, Dayana? Apa aku salah mengajak makan calon istriku sendiri?" Dayana mendesah panjang. "Kamu tidak mengerti, Sakha. Kehadiranmu di sini akan membuatku terjebak dalam situasi su—" "Sudahlah, Dayana. Jangan terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu. Toh cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahui hubungan kita." Dayana menged
"Ariana, mama mau pergi arisan di rumah tante Miranda. Kamu mau ikut mama atau tidak?" Ariana yang sedang asyik menggambar kuda poni sontak menoleh, melihat Ruth yang sedang berjalan menuruni tangga. "Enggak." Kening Sakhala berkerut dalam mendengar jawaban Ariana. "Tumben sekali kamu nggak ikut? Biasanya kamu selalu ikut mama pergi arisan," ucapnya heran. "Ariana mau di rumah saja sama Abang," jawan si kecil manja membuat Sakhala menghela napas panjang karena dia harus menghabiskan hari Minggu-nya dengan menjaga Ariana. "Baiklah kalau kamu tidak mau ikut. Abang, mama titip Ariana, ya? Tolong jaga adikmu baik-baik." "Tidak mau," ucap Sakhala membuat Ariana mengerucutkan bibir kesal. Sakhala gemas sekali melihatnya. "Abang ...," rengek anak itu. "Abang cuma bercanda." Sakhala tersenyum lantas mengusap puncak kepala Ariana dengan gemas. Ruth pun segera pergi ke rumah Miranda untuk menghadiri arisan yang rutin diadakan oleh teman-temannya setiap seminggu sekali. Sakhala masih men
Dayana keluar dari kamar setelah membuat pasangan kakak beradik itu menunggu kurang lebih selama lima belas menit. Gadis itu memakai atasan tanpa lengan berwarna broken white yang dipadu dengan maxi pleated skirt berwarna mustard. Dayana tampak manis dan elegan dengan style casual ala Korea itu. Dia tidak lupa membawa croche bag vintage yang dibelinya melalui online shop beberapa hari lalu. "Maaf kalau aku membuat kalian menunggu lama," ucap Dayana sambil menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantiknya ke belakang telinga. "Tidak apa-apa, Kak Day," sahut Ariana "Kalau begitu kita berangkat sekarang," ajak Sakhala sambil beranjak dari tempat duduknya. Dia merapikan bajunya yang sedikit kusut lalu menggandeng tangan Dayana dan Ariana keluar. Mereka bertiga masuk ke dalam Audy hitam milik Sakhala yang terparkir di basemant. Sakhala pun bergegas melajukan mobilnya menuju kedai es krim setelah memastikan Dayana dan Ariana duduk dengan aman. Ariana tidak berhenti berceloteh selama