Share

Missed Call

MELIHAT Abdi kebingungan, Tiara jadi tertawa kecil. Mungkin sopirnya itu tak menyangka jika dirinya mengetahui jalur-jalur alternatif di kawasan selatan Jawa Tengah.

"Saya mau lewat jalur selatan. Kita sekalian refreshing, pemandangan di sepanjang jalan nanti bagus banget. Saya jamin!" jelas Tiara kemudian.

Abdi hanya diam mendengarkan.

“Jadi, kita keluar di Pemalang saja ya. Nanti begitu keluar dari tol biar saya yang nyetir. Kamu tenang aja, sekalian istirahat,” tambah si gadis.

Abdi tak berani memprotes. Tapi ia melirik ke arah jam digital di dasbor. Masih pukul empat lewat sedikit. Lewat jalur selatan pun tidak akan membuat mereka sampai di Batang terlalu malam. Abdi jadi lega.

Tak lama berselang mereka sudah memasuki pusat kota Pemalang. Tiara mengambil alih kemudi, lalu melajukan mobil ke arah selatan menuju Randudongkal. Sesampainya di satu pertigaan di dekat pasar yang ramai, Tiara mengambil jalan ke kiri. Lanjut terus ke selatan.

"Nah, ini bagian favorit saya," ujar Tiara ketika mereka sudah jauh meninggalkan Randudongkal. Wajahnya terlihat semringah.

"Mulai dari sini, di kiri-kanan kita hanya akan melihat hutan, bukit-bukit, sawah," tambah gadis tersebut sembari menunjuk ke arah kanan-kiri jalan yang mereka lewati.

Abdi tak menyahut. Namun pandangan pemuda itu ikuti arah yang ditunjuk Tiara. Benar sekali. Yang terlihat di mata hanyalah pemandangan menghijau di mana-mana. Sungguh menyegarkan mata!

Diam-diam Abdi dibuat kagum bercampur heran. Bagaimana bisa atasannya itu hapal sekali dengan jalanan di tempat tersebut. Pemuda itu bahkan tak tahu lagi mereka sedang berada di mana saat itu.

“Buka jendelanya dong, Di. Udaranya seger banget lho. Nggak seperti di Jakarta,” kata Tiara lagi.

Sambil berkata begitu sebelah tangan direktur muda itu memencet tombol di pintu. Kaca pintu mobil di sebelah si gadis turun dan terbuka lebar.

Seketika udara sejuk menghambur masuk ke dalam kabin. Rasanya jauh lebih sejuk dari hembusan AC mobil. Hidung Tiara mengendus-endus aroma khas dedaunan padi yang terbawa bersama angin.

Abdi bagaikan kerbau dicocok hidungnya. Lagi-lagi pemuda itu ikuti apa yang dilakukan atasannya. Kaca pintu di sebelah tempatnya duduk diturunkan. Rambutnya seketika meliuk-liuk sewaktu angin berhembus masuk.

"Lihat itu! Itu Gunung Slamet!" seru Tiara lagi, seraya menunjuk ke arah depan agak ke kanan.

Sebentuk gunung yang tampak kebiruan, dengan bagian puncak diliputi halimun tebal, segera tampak dalam pandangan Abdi.

'Oh, ini rupanya gunung tertinggi se-Jawa Tengah yang terkenal angker itu,' batin Abdi. Ia memang sudah pernah mendengar tentang Gunung Slamet dan segala kisah mistis yang menyelimutinya.

Benar rupanya apa yang dikatakan Tiara tadi. Pemandangan di jalur tersebut sungguh sangat memanjakan mata. Dengan perasaan takjub bercampur gembira mereka tak henti-henti memandang ke sekeliling.

Krringgg!

Tiba-tiba saja terdengar suara hape berdering. Tiara mengumpat karena tahu betul itu nada dering yang ia pasang khusus untuk Ryan.

"Ngapain juga dia nelpon-nelpon sih? Urusin saja itu si Anita. Dasar laki-laki brengsek!" batin Tiara dengan hati penuh kekesalan menggumpal.

Dibiarkannya saja panggilan tersebut sampai kemudian dering itu mati sendiri.

Krringgg!

Tapi panggilan datang lagi. Membuat Tiara kembali mengumpat di dalam hati. Gadis itu tetap tak mau menjawab. Dibiarkannya saja hapenya berdering. Ia juga tak mau memencet tombol tolak panggilan.

Biarlah si brengsek itu tahu kalau panggilannya diabaikan.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status