Share

Ganti Rencana

SEKITAR satu jam berselang Abdi sudah keluar dari masjid. Tiara melihat sopirnya itu hendak menyusul ke dalam gerai kopi, tapi langsung berbalik langkah ketika mengetahui dirinya berdiri menunggu di sebelah mobil.

Buru-buru pemuda tersebut merogoh kantong celana. Mencari-cari remote control untuk membuka kunci pintu mobil.

"Maaf, Bu. Ibu sudah menunggu lama ya?" tanya Abdi dengan nada bersalah.

Bukannya menanggapi, Tiara justru balik bertanya, "Kenapa pintunya dibuka? Kan kita mau makan dulu?"

Abdi melongo sendiri. "Oh, saya kira Ibu mau masuk mobil dulu," katanya serba salah.

Tiara geleng-gelengkan kepala sembari merengut. Wajahnya terlihat jutek.

"Kamu mau makan ayam goreng apa bebek goreng?" tanya Tiara kemudian.

"Wah, apa saja boleh deh, Bu. Terserah Ibu saja enaknya di mana, saya ikut," jawab Abdi, tak berani menentukan pilihan.

"KFC apa Bebek Dower?" tanya Tiara lagi, mendesak.

Abdi garuk-garuk kepala. Selama bekerja di PT Tirya Parkindo, ia belum pernah sekalipun mengantar Tiara. Jadi pemuda itu tidak tahu tabiat juga kegemaran direktur muda tersebut.

Menurut hematnya, adalah tidak sopan jika sopir yang menentukan mau makan di mana. Selayaknya dirinya cukup ikut saja apa kehendak Ibu Bos. Tapi dari dua pertanyaan yang diajukan Tiara tadi, Abdi merasa agaknya sang atasan memang meminta dirinya yang menentukan pilihan menu makan siang mereka kali itu.

Abdi berpikir sebentar sembari memandangi luasan rest area. Begitu melihat satu rumah makan tradisional di kejauhan, ia pun menjawab, "Kalau Ibu tidak keberatan, kita makan di rumah makan khas Jawa Timur di depan sana saja."

Tiara arahkan pandangan ke tempat yang ditunjuk Abdi. Diam-diam ia memuji selera sopir mudanya tersebut.

"Ya sudah, ayo kita ke sana," sahutnya menyetujui.

"Naik mobil saja ya, Bu? Biar sekalian keluar nanti."

"Terserah kamu sajalah."

Keduanya segera masuk mobil. SUV berwarna hitam tersebut berjalan memutar agar dapat parkir tepat di depan rumah makan khas Jawa Timur yang diinginkan Abdi. Karena memang waktunya makan siang, rumah makan itu terlihat ramai pengunjung.

Kurang-lebih setengah jam berikutnya mereka habiskan untuk menyantap hidangan khas Jawa Timur yang dipesan. Tiara yang hanya memesan ayam goreng dengan nasi uduk terlihat geleng-geleng kepala menyaksikan aneka lalapan dan sambal, plus tahu-tempe goreng yang dipesan Abdi.

Bagi Tiara yang terbiasa dengan menu western food, apa yang dipesan Abdi adalah makanan kampungan. Ia sungguh tidak habis pikir, bagaimana bisa ada orang yang lahap menghabiskan aneka sayuran mentah. Dengan sambal yang juga dibuat dari bahan-bahan mentah pula.

"Kamu pasti bertanya-tanya kenapa Pak Ryan nggak jadi ikut?" kata Tiara tiba-tiba, sembari mencuil ayam goreng di atas piring anyaman lidinya.

Abdi telan makanan yang dikunyahnya, lalu menyeruput jeruk panas perlahan. Di dalam hatinya sungguh tidak menyangka Ibu Bos bakal berkata begitu. Sebelum ini, Abdi sudah merasa kikuk karena diajak makan satu meja oleh atasannya tersebut.

"Nggak kok, Bu," sahut Abdi berbohong.

Tiara tahu pemuda itu tidak berkata yang sebenarnya. Tapi si gadis hanya tersenyum simpul.

"Ya mana tahu kamu penasaran, saya tadi berubah pikiran setelah datang ke apartemennya," lanjut Tiara, tak peduli sopirnya peduli atau tidak. Gadis itu hanya ingin menumpahkan kekesalan di dalam hatinya yang tiba-tiba kembali muncul.

Abdi tak menyahut. Bukannya tidak peduli, tapi pemuda itu tidak mau dianggap lancang mencampuri urusan atasannya. Apalagi Abdi tahu antara Tiara dan Ryan ada ikatan pertunangan, yang berarti apa pun yang terjadi antara mereka itu adalah urusan asmara. Bukan urusan kantor.

"Tapi semuanya tetap sesuai rencana semula kok," lanjut Tiara, sembari berusaha menahan air mata yang siap tumpah.

"Nanti malam kita sudah harus sampai di Batang. Sebab besok pagi saya ada meeting dengan pihak Rumah Sakit Seger Waras. Lalu setelah makan siang dilanjutkan dengan pertemuan bersama pengelola sentra batik di perbatasan Pekalongan ...."

Tiara tampak mengingat-ingat.

“Pasar batik yang di Pekalongan itu, apa namanya?” tanya gadis itu kemudian setelah putus asa.

“Oh, Setono, Bu,” jawab Abdi cepat.

“Ah, iya, betul Setono!” sahut Tiara lega. “Sorenya kita ke Setono untuk ketemu sama pengelola pasar batik di sana.”

"Ke Kendal juga jadi, Bu?" tanya Abdi di sela-sela kunyahannya.

Tiara mengangguk.

"Ya, tentu saja. Selesai urusan di Batang besok Sabtu, kita lanjut ke Kendal. Saya ada janji temu dengan pemilik Kendal City Group di Minggu pagi. Mereka menawarkan pengelolaan lahan parkir Kendal City Mall dan juga Kendal City Amusement Park," sahut Tiara antusias.

Si gadis tak peduli pembahasan seperti itu tak selayaknya dibicarakan dengan Abdi yang seorang sopir perusahaan. Tiara hanya merasa hatinya jadi lebih lega dengan membicarakan urusan kantor. Membuatnya sedikit melupakan kelakuan si brengsek Ryan Wijaya.

Abdi manggut-manggut. Otak pemuda itu langsung menyusun rencana kerja untuk memperlancar meeting demi meeting yang harus dijalani atasannya.

"Jadi, kita di Batang sampai Sabtu sore, terus langsung ke Kendal dan menginap. Minggu pagi Ibu ada meeting sampai siang, dan sorenya kita sudah kembali ke Jakarta lagi. Begitu, Bu?" tanya Abdi.

"Ya, malam Senin kita sudah harus sampai di Jakarta lagi. Senin saya musti ngantor," jawab Tiara.

Menyebut hari Senin, Tiara jadi ingat bakal bertemu Anita untuk membahas apa yang terjadi pagi tadi di apartemen Ryan. Gadis itu menghela napas panjang. Kemudian buru-buru menyeruput milkshake-nya yang tinggal separuh.

Beres makan, mereka langsung melanjutkan perjalanan. Begitu mobil kembali melaju kencang di ruas jalan tol, Tiara tiba-tiba saja merasa sangat mengantuk. Belum lagi mobil yang mereka tumpangi masuk di ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan, direktur muda itu sudah terlelap.

Abdi mengamati wajah atasannya melalui pantulan kaca spion tengah. Ia berusaha menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi antara Tiara dan Ryan. Apa yang telah membuat Ibu Bos-nya itu begitu marah, sampai-sampai membatalkan rencana pergi berdua? Tapi Abdi tak menemukan jawaban.

Jalan tol yang lengang membuat Abdi dapat memacu mobil dengan kecepatan maksimal. Kebetulan pula arus lalu lintas di jalan tol tersebut sangat sepi.

Abdi hanya berhenti selama beberapa belas menit di Rest Area KM 207 Tol Palikanci. Ia harus menunaikan salat Ashar, dan mobil yang mereka tumpangi juga minta diisi bahan bakar.

Semua itu terjadi di saat Tiara masih tertidur pulas. Gadis itu masih terlelap saat kemudian mobil kembali melaju membelah jalan tol.

Tiara baru terbangun saat mobil melintasi kawasan Brebes. Gadis itu mengernyitkan kening ketika mengamati jalan tol yang begitu lengang dan daerah di kiri-kanan yang hanya terbentang areal persawahan dan kebun luas. Nyaris tak ada gedung dan rumah yang terlihat.

"Sudah sampai di mana ini?" tanya Tiara dengan suara masih parau.

"Menjelang exit toll Pemalang, Bu," jawab Abdi tanpa menoleh.

"Kita keluar di Pemalang," ujar Tiara kemudian.

Abdi mengernyitkan kening. Matanya seketika memandang ke arah Tiara melalui kaca spion tengah,

"Nggak di Batang, Bu?" tanya Abdi heran.

Tiara hanya menggeleng.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status