Beberapa menit di perjalanan, akhirnya Arkan dan Adnan pun sampai di rumah. Adnan tersenyum lebar, karena yakin sekali rencana dia akan berhasil. Arkan sudah melunasi utang yang ditanggung Aruna, jadi sudah jelas Arkan menerima rencana Adnan untuk menikah dengan Aruna.
"Dia memiliki teman?" Arkan bertanya pada Adnan saat mereka sudah masuk ke dalam rumah.
"Punya, empat orang. Tapi Aruna sudah tak berteman lagi dengan mereka. Mereka juga yang menyebarkan masalah pribadi Aruna kepada mahasiswa di kampus," jawab Adnan.
"Bagus." Arkan berkomentar. Nasib Arkan dan Adnan sekarang memang sama. Mereka sama-sama tak memiliki teman. Adnan dan Delia tak memiliki teman karena prinsip mereka yang dianggap aneh. Sedangkan Arkan kehilangan teman-temannya sejak dua tahun yang lalu. Sejak dia memergoki sahabat baiknya berselingkuh dengan tunangannya, dan semua temannya menyembunyikan perselingkuhan mereka. Sejak saat itulah Arkan tak memiliki teman. Dan Arkan juga memiliki prinsip agar suatu hari nanti istrinya jangan memiliki teman juga. Cukup keluarga saja. Karena tak sedikit teman yang membawa pengaruh buruk.
"Jadi, setuju kan?" Adnan bertanya seraya berlari kecil agar bisa menyamakan langkah dengan kakaknya tersebut.
"Hm." Sebuah jawaban yang tak jelas, namun Adnan menyimpulkan jawaban Arkan barusan sebagai 'Ya'.
"Yes! Besok jangan lupa lunasi SPP Aruna. Agar dia bisa ikut wisuda barengan dengan aku dan Delia," ujar Adnan dengan senyuman lebarnya. Arkan tak memberikan tanggapan atas perkataan Adnan barusan.
"Kalian dari mana sih? Pergi dengan buru-buru tadi." Hana bertanya saat kedua anaknya tersebut sampai di ruang keluarga.
"Ketemu Aruna, Ma. Calon istrinya Kak Arkan," jawab Adnan dengan senyuman lebar. Hana melebarkan mata mendengar itu.
"Kenapa gak bilang-bilang sama Mama?" tanya Hana.
"Mendadak, Ma. Aruna telepon aku karena ketakutan oleh ayah tirinya. Jadi aku dan Kak Arkan buru-buru ke rumahnya," jawab Adnan. Dia berjalan mendekati sofa dan duduk di samping ibunya yang terlihat penasaran. Sementara Arkan, memilih langsung naik ke lantai atas saja.
"Gimana respon Arkan?" Hana bertanya dengan penasaran.
"Biasa saja sebenarnya. Tapi, aku yakin Kak Arkan tidak keberatan. Dia bilang Aruna 'lumayan'." Adnan bercerita dengan semangat.
"Lumayan? Lumayan apanya?" tanya Hana bingung.
"Entah. Penampilannya mungkin?" Adnan balik bertanya dengan bingung.
"Kamu harus berdoa untuk kakakmu. Doakan dia walau menjalani pernikahan secara kontrak, kakakmu bisa menghargai istrinya nanti. Karena ini semua terjadi juga karena ide gilamu," ujar Hana dengan kesal pada anak bungsunya tersebut.
"Mama tenang aja. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."
***
Adnan menepati ucapannya untuk datang bersama Delia dan menjemput Aruna. Aruna merasa tak percaya, namun ternyata ini semua bukan mimpi. Adnan dan Delia benar-benar datang menjemputnya agar mereka bisa berangkat bersama.
"Kalian benar datang menjemputku?" Aruna bertanya, masih merasa tak percaya.
"Iyalah. Makanya kami di sini. Ayo masuk!" jawab Delia dengan semangat. Aruna tersenyum dan langsung masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Adnan. Aruna duduk di bangku belakang, dan dia tak masalah dengan itu. Aruna merasa senang karena ada yang memberinya tumpangan ke kampus.
"Gimana pendapatmu tentang kakakku, Run?" Adnan bertanya seraya menatap Aruna lewat spion tengah.
"Kakakmu yang kemarin kan?" tanya Aruna.
"Iya. Makanya dia langsung bayar semua utangmu," jawab Adnan.
"Entahlah. Aku belum bisa menilai apa-apa," jawab Aruna dengan bingung.
"Kamu ini bagaimana sih. Aruna kan baru sekali ketemu Kak Arkan. Mana dalam keadaan yang kurang baik juga," ujar Delia pada Adnan. Adnan yang mendengar itu hanya terkekeh pelan.
'Oh. Jadi, namanya Arkan?' Aruna bertanya dalam hati.
"Kamu gak usah takut ya. Sekilas Kak Arkan emang kelihatan kayak orang jahat dan sadis. Tapi sebenarnya Kak Arkan orang yang baik kok," ucap Delia. Aruna hanya bisa tersenyum sebagai tanggapan. Dia bahkan masih tak percaya kalau semalam utang ibunya dilunasi semua oleh kakaknya Adnan. Benar-benar seperti mimpi.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil Adnan pun memasuki area kampus. Aruna hendak turun, namun Adnan menahannya sebentar.
"Tunggu, Run." Adnan berucap. Aruna menatapnya dengan bingung, tambah bingung lagi saat Adnan memberikan sebuah amplop coklat padanya.
"Uang buat bayar SPP kamu. Dari Kak Arkan," ucap Adnan. Aruna mengerjap pelan, merasa tak percaya.
"Ini sungguhan?" tanya Aruna ragu.
"Iya. Ambil gih. Biar kita bisa wisuda bareng nanti," ucap Delia. Dia mengambil amplop tersebut dari tangan Adnan dan langsung menyerahkannya pada Aruna.
"Terima kasih banyak," ucap Aruna.
"Katakan itu pada kakakku saja nanti saat kamu ketemu dia. Karena dia yang membantumu," balas Adnan. Aruna tersenyum dan mengangguk. Dia lalu memasukkan amplop tersebut ke dalam tasnya.
Mereka bertiga lalu keluar dari dalam mobil bersamaan. Kebetulan sekali, di parkiran ada Adara dan Tanti yang melihat Aruna keluar dari dalam mobil Adnan. Jelas lah mereka kebingungan kenapa Aruna bisa bersama dengan Adnan dan Delia.
Aruna berpisah di koridor bersama Adnan dan Delia karena dia akan membayar SPP dulu menggunakan uang yang diberikan Adnan tadi. Bukan Adnan sih, tapi kakaknya Adnan. Adnan yang perantara saja. Adnan dan Delia juga memberi tahu Aruna agar datang ke halaman belakang kampus nanti setelah urusannya selesai. Katanya, ada yang harus di bicarakan.
Dan Aruna yakin, topik yang akan dibicarakan adalah tentang surat kontrak yang kemarin.
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan Aruna kini sedang duduk di ruang tamu rumahnya dengan perasaan gelisah dan gugup. Malam ini Adnan bilang Arkan akan menjemputnya dan mengajaknya bertemu dengan orang tua pria tersebut.Aruna masih merasa tak percaya, namun dua jam yang lalu dia mendapatkan sebuah pesan dari nomor tak di kenal. Dan dari isi pesannya, Aruna yakin kalau itu adalah nomor Arkan, kakaknya Adnan.Bersiaplah. Jam tujuh malam aku jemput.Begitulah isi pesannya. Singkat, padat, dan jelas. Arkan seolah tahu kalau Aruna akan paham kalau dia yang mengirim pesan walau Arkan tak memperkenalkan diri lebih dulu.Masih setengah jam menuju jam yang disebutkan Arkan, namun Aruna sudah siap sejak setengah jam yang lalu. Dia grogi dan gugup hingga bersiap-siap lebih awal. Takutnya Arkan datang lebih awal dari jam yang disebutkan saat dirinya belum siap.Aruna malam ini memakai sebuah dress sepanjang lutut berwarna abu-abu. Dress tersebut terlihat sopan dan cocok untuk dipakai
Acara makan malam yang Aruna lewati bersama Arkan dan orang tua Arkan berjalan dengan lancar tanpa masalah. Aruna bangga sekali bisa menguasai keadaan dan tidak melakukan kesalahan yang memalukan. Di tambah lagi dengan ibu Arkan yang ramah hingga suasana tidak terlalu canggung dan mencekam.Setelah selesai makan malam, Aruna di ajak ke ruang keluarga untuk mengobrol. Aruna yakin sekali sih yang akan di bahas adalah perjanjian yang pernah Adnan jelaskan padanya. Aruna hanya heran saja karena ternyata orang tua Arkan setuju tentang pernikahan kontrak yang akan dia dan Arkan lakukan. Demi seorang cucu sih kalau kata Adnan."Kamu teman kuliah Adnan?" Tio bertanya pada Aruna yang duduk di hadapannya. Matanya sesekali menatap ke arah sang anak yang terlihat acuh tak acuh."Iya, Pak. Kami satu kelas dalam beberapa mata kuliah," jawab Aruna dengan sopan."Wisuda nanti kamu lulus S1?" Tio bertanya lagi dengan kening berkerut."Iya. Saya lulus S1 nanti.""Baguslah. Pendidikan itu penting bukan
Urusan Aruna di kampus sudah selesai, tinggal menunggu hari wisuda saja. Teman-temannya yang lain mulai sibuk cari lowongan pekerjaan dan membuat lamaran pekerjaan. Sedangkan Aruna, malah sibuk di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesuburan. Tentu saja dia tidak ke sana sendirian. Bahkan Aruna sengaja di jemput ke kampus oleh Arkan. Dan sepertinya Adnan maupun Delia belum tahu tentang hal ini.Setelah serangkaian pemeriksaan, kini Aruna duduk berdampingan dengan Arkan di sebuah ruangan dokter yang memeriksa mereka. Mereka akan mendengarkan hasil, dan Aruna tak bisa menghentikan degup jantung yang menggila. Bagaimana kalau ada sesuatu yang tak terduga?"Hasilnya bagus, tak ada masalah apapun. Kesuburan kalian tak ada yang bermasalah." Dokter berkata seraya menyerahkan kertas hasil pemeriksaan."Kalian ingin melakukan program hamil?" Dokter tersebut bertanya. Aruna hanya diam, membiarkan Arkan saja yang menjawab."Kami belum menikah." Arkan menjawab dengan singkat. Terasa kurang nya
Aruna sampai di rumahnya pada pukul empat sore. Dia merasa lelah, walau sebenarnya dia tak beraktivitas berat.Hari ini dia pergi ke kampus sebentar, lalu dijemput oleh Arkan untuk pemeriksaan ke rumah sakit. Setelah selesai urusan di rumah sakit, Aruna dibawa oleh Arkan ke butik untuk memilih kebaya wisuda juga kebaya untuk akad nikah. Tak tanggung-tanggung, Arkan sekalian menyuruh Aruna memilih gaun pengantin juga.Selesai di butik, Arkan membawa Aruna untuk membeli sepatu. Arkan menyuruh Aruna memilih dua sepatu untuk hari wisuda dan pernikahan juga. Beruntungnya, Aruna dibebaskan memilih oleh Arkan, dan setiap yang Aruna pilih tidak di protes oleh Arkan.Selesai memilih sepatu, Arkan lalu membawanya ke toko perhiasan untuk membeli cincin pernikahan. Bonus, Arkan membelikan sebuah kalung juga untuk Aruna.Saat sampai di rumah, Aruna merenung seraya menatap barang-barang pemberian Arkan. Kebaya untuk wisuda, high heels, juga sebuah kalung yang harganya mahal. Tidak, bukan hanya kalu
Jam menunjukkan pukul delapan malam dan sekarang Aruna sedang berada di rumah Arkan. Dia berada di sana karena dijemput secara mendadak oleh Arkan. Katanya sih, untuk membahas tentang pernikahan mereka. Dan ternyata, di sana juga ada Delia beserta orang tuanya.Orang tua Delia sudah setuju dengan rencana pernikahan Arkan dan Adnan yang akan diselenggarakan secara bersamaan. Mereka awalnya merasa keberatan, namun Delia memaksa mereka untuk setuju. Lagi pula pernikahan mereka akan dilakukan secara privat, tak akan mengundang banyak orang. Aruna yang hadir di sana seorang diri hanya bisa diam saja. Ada rasa iri dalam hatinya saat melihat Delia di sana ditemani dengan kedua orang tua. Sementara dia tak ditemani siapa-siapa."Jadi kamu calon istri Arkan?" Seorang wanita yang usianya tak jauh dengan Hana bertanya pada Aruna yang sejak tadi diam saja. Dia adalah ibunya Delia."Iya, Tante." Aruna menjawab disertai dengan senyuman sopan."Kamu seumuran dengan Delia dan Adnan?" Ibu Delia berta
Aruna yang semula memiliki empat teman tiba-tiba menjauh dari mereka setelah masalah pribadinya disebarkan disertai dengan fitnah juga. Namun setelah menjauh dari mereka, Aruna mendapatkan teman baru. Yaitu Adnan dan Delia. Mereka bertiga menjadi sangat dekat dan sering bersama saat di kampus. Sampai-sampai orang-orang merasa heran kenapa Aruna bisa tiba-tiba dekat dengan mereka.Seperti hari ini, Aruna memasuki aula tempat wisuda berbarengan dengan Adnan. Delia tidak bersama mereka karena harus ke kamar mandi dulu. Jadinya Adnan dan Aruna masuk lebih dulu ke aula.Delia sendirian ke kamar mandi, namun itu bukan masalah baginya. Dia terbiasa kemana-mana sendirian, atau gak ya bersama Adnan. Dia tak memiliki teman yang benar-benar dekat dengannya. Kecuali Aruna mungkin sekarang. Itu juga terjadi karena Aruna tak lama lagi akan berstatus menjadi kakak ipar bagi Delia.Urusan Delia di kamar mandi tidak terlalu lama. Dia pun keluar dari sana dan berniat untuk segera pergi ke aula. Namun d
Waktu terus berjalan maju, hingga tak terasa pernikahan yang akan berlangsung tinggal menghitung hari. Saat Adnan dan Delia sudah tak sabar menunggu hari pernikahan tiba, Aruna malah merasa gugup dan khawatir. Entah apa yang membuatnya merasakan perasaan itu, yang jelas tidur Aruna mulai tidak nyenyak.Setiap kali terbangun dari tidurnya di tengah malam, Aruna tak bisa berhenti memikirkan dirinya yang tak lama lagi akan menikah. Kadang Aruna masih berharap kalau semua itu hanyalah mimpi panjangnya saja. Namun saat membuka mata di pagi hari, Aruna sadar kalau semuanya adalah nyata. Bukan sekedar mimpi saja.Persiapan pernikahan sudah 90% selesai. Aruna juga sudah menghubungi seluruh keluarganya dan memberi tahu mereka tentang dirinya yang akan segera menikah. Banyak yang bertanya kenapa Aruna memberikan kabar secara mendadak. Ada juga yang bertanya kenapa tidak tunangan dulu. Hingga akhirnya ada yang nyinyir dan menuduh kalau Aruna sudah hamil hingga menikah secara mendadak.Aruna kesa
Untuk beberapa saat, mereka terdiam dan kembali fokus melihat anggota WO yang sedang bekerja. Sekilas, Aruna menengok ke arah Arkan. Aruna merasa bersyukur Arkan tidak mempermasalahkan tentang keluarganya yang tak bisa hadir. Memang tak penting juga sih sebenarnya. Hanya saja, Aruna yakin dia sendiri yang akan merasa sedih nanti. Melihat Delia yang bisa didampingi keluarga besar di hari pernikahannya, sedangkan dia tak didampingi siapa pun. Menyedihkan sekali."Mau pulang sekarang?" Arkan bertanya setelah dia melihat Aruna yang banyak melamun di sana."Ehm, boleh antar aku ke makam orang tuaku?" Aruna bertanya dengan suara pelan. Arkan menatapnya cukup lama dengan alis bertaut."Tentu." Pada akhirnya, Arkan tetap mengiyakan. Mereka lalu berdiri dan berjalan keluar dari dalam gedung. Aruna mengikuti Arkan masuk ke dalam mobil milik pria itu. Aruna tak perlu memberitahu alamat pemakaman orang tuanya lagi karena Arkan sudah tahu. Ya, karena mereka sempat ke sana saat hari wisuda Aruna.S