Jam menunjukkan pukul delapan malam dan Aruna kini berada di ruang tamu rumahnya. Tidak sendirian, karena di sana dia bersama dengan Adnan dan kakak Adnan yang belum Aruna ketahui siapa namanya. Mereka juga tidak hanya bertiga, karena di depan mereka ada seseorang dengan dua pengawalnya yang tak lain dan tak bukan adalah rentenir yang meminjamkan uang pada ibu Aruna.
"Kalau bayarnya dengan rumah ini bagaimana?" Aruna bertanya dengan suara pelan. Pria baya dengan perawakan sangar itu menatap sekeliling, pada rumah yang menjadi satu-satunya harta peninggalan orang tua Aruna.
"Berikan catatannya pada mereka." Pria rentenir itu berucap. Lalu salah satu dari pengawalnya menyerahkan sebuah kertas yang berisi catatan hutang ibu Aruna. Aruna menerimanya dengan jantung berdebar, dan dia hampir saja berteriak saking kagetnya melihat nominal hutang yang tertera di atas kertas tersebut.
"I-ini sungguhan segini?" Aruna bertanya, merasa tak percaya. Posisi Aruna sekarang duduk diapit oleh Arkan dan Adnan. Jadi sepasang adik kakak tersebut bisa ikut melihat isi kertas yang Aruna pegang.
"Ini sudah dengan semua bunganya?" Adnan bertanya penasaran. Rentenir itu menganggukkan kepala.
"Pantes aja," gumam Adnan. Lalu dia menatap kakaknya yang terlihat santai saja setelah melihat nominal utang mendiang ibu Aruna, yang jelas menjadi tanggungan Aruna sekarang.
"Mau dibayar dengan apa? Tunai atau transfer?" Arkan bertanya. Rentenir itu mengerutkan kening, terlihat tidak percaya melihat ketenangan Arkan sekarang. Rentenir itu meminjamkan uang pada ibu Aruna selama bertahun-tahun dan cukup tahu seluk-beluk kehidupan ibu Aruna. Makanya dia heran saat berhadapan dengan Arkan yang sangat asing namun berkata akan melunasi semua utang ibu Aruna, dengan syarat mereka tak boleh lagi mengganggu atau menemui Aruna.
"Kau yakin mampu membayar semuanya secara tunai?" Rentenir itu bertanya dengan nada meragukan.
"Hei! Kalian aja yang nggak tahu siapa kakakku sebenarnya. Jangan meremehkan dia," ujar Adnan dengan kesal. Rentenir itu menatap mereka bertiga bergantian lalu menyerahkan sebuah kertas pada Arkan yang bertuliskan nomor rekeningnya.
"Jika mau membayar menggunakan rumah ini juga, kalian tinggal bayar setengah dari nominal yang tertulis," ucap rentenir tersebut. Arkan tak bicara dan langsung mengambil ponselnya. Dia mengotak-atik ponselnya, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas saat selesai.
"Selesai. Silakan cek," ucap Arkan. Rentenir itu mengerutkan kening dan dengan sedikit terburu-buru mengeluarkan ponselnya. Dia memeriksa rekeningnya, dan matanya membulat saat melihat nominal uang yang masuk ke dalam rekeningnya. Arkan melunasi semuanya dalam satu kali transaksi tanpa dicicil.
"Utangnya lunas dan rumah ini tetap miliknya," ucap Arkan ditujukan pada Aruna. Aruna yang duduk di samping Arkan hanya bisa menatap pria itu dengan bingung. Rumah ini tidak jadi dijual?
Rentenir itu terlihat salah tingkah karena sudah meragukan Arkan. Dia dan para pengawalnya pun langsung pergi dari rumah Aruna tanpa sepatah kata pun. Dan Aruna merasa lega sekarang. Namun dia langsung teringat dengan dua sosok laki-laki yang duduk di sampingnya sekarang.
Semua itu tidak gratis kan? Dia harus memberikan imbalan sesuai surat perjanjian yang Aruna baca siang tadi.
"Run, semua sudah selesai ya. Kamu gak harus pusing mikirin utang mendiang ibumu lagi. Kamu juga gak usah takut dengan ayah tirimu. Dia gak akan bebas dengan cepat," ucap Adnan. Aruna tersenyum ke arah Adnan, merasa lega sekarang.
"Terima kasih banyak," ucap Aruna. Adnan tersenyum dan mengangguk. Arkan langsung berdiri dan berjalan keluar dari rumah Aruna. Tak lupa dia mengajak Adnan untuk segera pulang.
"Kamu sudah aman sekarang. Besok aku dan Delia jemput kamu ke sini. Kita ke kampus bareng," ucap Adnan. Aruna mengangguk pelan. Dia ikut berdiri dan mengantarkan Adnan sampai pintu depan. Adnan masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan pada Aruna. Aruna hendak membalas lambaian tangan Adnan, namun tubuhnya mendadak kaku saat Arkan menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan tajam.
Tak lama, mobil yang ditumpangi oleh Arkan dan Adnan pun melaju di keheningan malam, meninggalkan rumah Aruna.
Saat Adnan memperlihatkan foto seorang gadis yang menurutnya cocok jadi istriku, aku benar-benar tidak tertarik. Dia terlihat seperti gadis kuliahan biasa dan tak ada istimewanya sedikit pun bagiku. Saat Adnan menceritakan semua kesusahan Aruna, aku bahkan tak merasa kasihan juga. Karena ya, setiap orang punya masalah kan? Hanya saja masalah setiap orang berbeda-beda.Yang awal menarik perhatianku adalah saat Adnan bercerita tentang Aruna yang dikhianati teman-temannya. Cukup menyakitkan, karena aku tahu bagaimana rasanya. Apalagi Aruna yang memang sudah tak punya orang tua lagi.Malam itu, Adnan datang ke kamarku dengan tergesa-gesa sambil memakai jaket. Dia terlihat sangat panik saat berkata kalau Aruna sedang dalam bahaya. Sedangkan aku, biasa saja. Kadang aku heran. Apakah sebenarnya Adnan menyukai Aruna? Sampai segitu paniknya.Walau malas, pada akhirnya aku tetap mengantar Adnan ke rumah Aruna. Selama aku menyetir, Adnan sibuk menghubungi polisi dan meminta mereka untuk langsung
Pukul empat sore lebih beberapa menit, Arkan kembali menemui Adara dan Tanti di lobi. Tidak sendirian, karena di sana Arkan bersama dengan Aruna dan Kenzi yang tidur dalam gendongan Aruna. Sedangkan Tio dan Hana sudah pulang lebih dulu sejak tadi.Di lobi, masih ada beberapa karyawan lain yang belum pulang. Sebagian ada yang memilih langsung pergi, sebagian ada yang tetap di sana karena penasaran apa yang akan Arkan lakukan pada dua karyawan baru, Adara dan Tanti."Kami sudah bicara pada semua orang, Pak. Kami mengaku salah karena sudah menyebarkan fitnah." Adara berbicara dengan kepala menunduk. Mereka tak berani menatap Arkan, bahkan untuk melihat ke arah Aruna pun mereka tak berani."Apakah dengan kalian bicara gosipnya akan mereda?" tanya Arkan. Arkan terlihat masih marah pada dua karyawannya tersebut. Dan yang lain hanya bisa menyaksikan saja saat Adara dan Tanti diintimidasi oleh bos mereka."Sudah, Mas. Tak apa." Aruna mendekati Arkan dan menyentuh bahu pria itu, berusaha menen
Gosip tentang Aruna yang dituduh sebagai selingkuhan Arkan langsung menyebar dengan cepat ke setiap divisi. Karena itu, tentu saja Aruna jadi buah bibir para karyawan. Banyak yang mencibir dan mencemooh, juga merendahkan. Hingga akhirnya, berita itu sampai ke telinga Arkan, dan jelas Arkan pun marah besar.Hari ini, jam baru menunjukkan pukul sembilan siang, namun suasana kantor sudah sangat panas. Sekretaris Arkan yang bernama Tania kini sudah berada di ruangan divisi tempat penyebar gosip itu berada. "Adara dan Tanti? Karyawan baru kan?" Tania bertanya pada dua perempuan yang kini berdiri berhadapan dengannya."Pak Arkan meminta saya memanggil kalian berdua ke ruangan beliau." Tania berucap. Semua orang yang mendengar itu jelas panik, dan tak ada yang bisa menyelamatkan mereka berdua sekarang, selain keberuntungan.Selama berada di dalam lift, Adara dan Tanti sangat gelisah. Mereka ingin bertanya pada Tania, namun tak berani saat melihat raut wajah Tania yang kelihatan judes maksim
Karyawan Arkan memang tahu tentang berita Arkan yang sudah menikah, namun tak pernah tahu siapa sosok yang menjadi istri Arkan. Mungkin sebagian karyawan Arkan tahu, hanya orang-orang yang pernah masuk ke ruangannya saja karena Arkan memang memajang foto pernikahannya di sana, salah satunya adalah sekretarisnya.Adara dan Tanti yang tergolong karyawan baru jelas belum mengenal sepenuhnya seluk-beluk dan sejarah pemilik sekaligus pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya tahu kalau Arkan adalah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di perusahaan, dan terkenal sebagai sosok yang dingin dan cuek. Ya, contohnya tadi. Arkan tak menggubris sedikit pun saat Adara dan Tanti menyapanya dengan hormat.Adara dan Tanti jelas syok dan kaget saat melihat pemandangan di mana bos mereka bicara pada Aruna, bahkan sampai menggenggam tangan Aruna. Bukan hanya mereka, karyawan lain yang melihat pun sama kagetnya. Akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah itu istri bos mereka?Pada akhirnya
Hukum tabur tuai di dunia itu memang sepertinya ada, dan Arkan mempercayainya walau tak pernah mengharapkan. Satu persatu orang-orang yang mengkhianati dan menyakitinya mendapatkan balasan yang bahkan tak pernah Arkan duga.Seperti yang disampaikan oleh Wulan, Andres mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Vani dan Chiko. Kecelakaan yang parah hingga dia harus kehilangan kedua kakinya. Selain mendengar itu, Arkan pun mendengar curhatan dari Chiko tentang kelakuan Andres sebelum kecelakaan. Ternyata Andres memang datang ke rumah Vani dan Chiko, untuk meminta maaf pada Vani. Salahnya dia malah memaksa ingin Vani kembali padanya, padahal dia juga tahu kalau posisi Vani sudah memiliki suami. Dan Chiko bercerita juga katanya dia dan Andres sempat baku hantam.Arkan memaklumi jika Chiko memulai perkelahian. Siapa suami yang tak marah dengan kelakuan mantan pacar dari istrinya yang gila seperti Andres? Wajar jika Andres di hajar oleh Chiko.Lalu Salsa, Arkan tak lagi mendengar kabarny
Benar yang Tio katakan pada Arkan semalam tentang Salsa yang mungkin belum menyerah untuk berusaha menemui Arkan dan berusaha mendekati pria itu lagi. Perbedaannya sekarang mungkin Salsa sudah tak lagi mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. Handi sudah repot-repot mencari tahu latar belakang Aruna, berusaha membuat Tio goyah. Nyatanya Tio sudah tahu seluk-beluk keluarga Aruna, dan dia sudah menyetujui pernikahan Aruna dengan Arkan sejak awal.Hari ini, Arkan kembali bekerja seperti hari-hari biasanya. Dia terlambat datang ke kantor hari ini karena harus mengantarkan Aruna dan Kenzi dulu ke rumah orang tuanya. Aruna meminta untuk tetap di sana saja dan bisa pulang ke rumah mertuanya di siang hari nanti. Namun Arkan menolak dengan tegas. Dia tak akan mau meninggalkan Aruna hanya berdua saja dengan Kenzi di sana. Arkan hanya khawatir saja jika sesuatu yang buruk terjadi.Dan seperti yang dibahas semalam oleh Arkan dan ayahnya, Salsa memang belum kapok untuk menemui Arkan. Hari ini