Share

03. Masalah Kecil

Sementara itu, Leon baru saja selesai meeting. Ia segera masuk ke ruangan pribadinya. Rasa rindu dengan Kanaya tiba-tiba hadir menyapa relung hati si cowok arogan. Rindu membuat gadis itu ketakutan. Bagi Leon, sesuatu yang menggemaskan jika sudah melihat wajah cantik Kanaya takut dan tertekan karena ulah dirinya.

"Kanaya, kamu di mana?" teriak Leon saat tiba di dalam ruangan. Namun tak ia jumpai gadis cantik tersebut. Leon bergegas membuka pintu kamar mandi, tetapi tetap tak ada gadis yang ia cari. Entah kenapa, Leon mendadak cemas menyadari adik bungsunya tidak ada di sana.

Leon menekan tombol telpon yang ada di ruangannya bermaksud memanggil Rendy untuk menanyakan Kanaya. Karena tadi pagi dia meminta hanya Rendy yang boleh masuk mengantar makanan untuk Kanaya adik tercinta. Sedangkan Leon sudah berpesan pada Kanaya agar tidak kemana-mana tanpa seizin dirinya.

"Awas ajah kalau kau pergi tanpa izin aku, Nay," gumam Leon mengancam Kanaya yang orangny tak ada di sana.

Rasa rindu, cemas dan benci kini menyatu dalam hati si pria dingin nan arogan bernama Leon.

"Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rendy saat sudah masuk menemui Leon.

Wajah Rendy sedikit pias sebab takut Leon mengamuk seperti biasa. Di mana kalau ada masalah yang tak sesuai keinginan, pria arogan itu tak segan-segan memaki dan memecat siapa saja yang dibenci.

"Ren, kamu tahu Kanaya kemana?" tanya Leon to the point.

Rendy mengangguk seraya menundukkan kepala. Ada rasa cemas menjelajah di hati sang asisten pribadi Leon itu. Rendy takut atasannya akan murka mengingat sebuah kesalahan yang tanpa sengaja dia lakukan yaitu membiarkan Fardan masuk saat Kanaya ada di dalam ruangan Leon.

"N - non Kanaya tadi pingsan dan dibawa Tuan Fardan ke rumah sakit, Tuan," jawab Rendy terdengar bergetar.

"Hah? Pingsan? Kok bisa? Leon terhenyak mendengar Kanaya pingsan. Wajah Leon seketika cemas mendapat kabar itu.

"Rumah sakit mana, Ren?" sambungnya.

Tanpa mau menunggu jawaban Rendy, Leon lekas berlari keluar menuju lift. Semua karyawan menatap heran sang atasan. Pria itu seperti dalam keadaan panik hingga beberapa orang tertabrak Leon yang berlari cepat menuju mobilnya.

Setelah masuk ke dalam mobil, Leon lekas memasang seat belt kemudian melesat menuju rumah sakit. Dia tahu rumah sakit mana langganan keluarga besarnya biasa berobat.

Tak membutuhkan waktu lama, mobil Leon sudah tiba di pelataran rumah sakit yang masih di bawah naungan perusahaan milik keluarga Arga sang papa.

"Dokter Eva ada, Sus?" tanya Leon ketika sudah tiba di depan ruang praktek Dokter Eva.

"Ada, Tuan. Silahkan masuk! mumpung lagi nggak ada pasien," kata asisten Dokter Eva yang sudah cukup mengenal siapa Leon.

Leon segera masuk ke ruangan Dokter Eva. "Sore, Va. Sudah mau balik lo?" tanya Leon ketika dia melihat Eva sedang berkemas.

Eva dan Leon adalah sahabat sejak kuliah. Leon juga tahu jika Eva sempat menyukai dirinya. Namun Leon tidak pernah menanggapi hal itu.

"Ngapain lo kesini, Leon?" tanya Eva bernada sinis.

Leon berjalan kian mendekati Eva. Seulas senyum nampak di bibir Leon. Dan ini pertama kalinya Eva melihat pria angkuh itu tersenyum. Yang Eva tahu, Leon mahal bicara serta nyaris tak pernah tersenyum. Para wanita yang mendekati Leon mundur dengan sendirinya melihat sikap menyebalkan pria arogan seperti Leon.

"Emang ada undang- undang yang larang gue datang ke sini?" desis Leon menatap tajam wajah Eva.

"Ya, nggak ada sih," singkat Eva membalas.

Leon mendesah, ia kesal melihat wajah jutek wanita yang kini ada di hadapannya. "Va, gue dapat kabar dari asisten gue kalau Kanaya adik gue pingsan. Pasti Fardan bawa kesini, kan?" tanya Leon masih dengan tatapan tajamnya.

"Iya ... lo mau tahu penyebab adik lo pingsan?" ketus Eva menjawab, membuat rahang Leon mengetat seketika. Pria itu paling tidak suka ada yang berani angkuh di hadapannya. Egois bukan?

"Apa? Cepat lo ngomong ma gue," tekan Leon datar.

Eva terdiam beberapa saat lamanya. Dokter cantik itu santai saja menanggapi pria yang menurutnya terlalu angkuh dan sombong. 'Ck, kama lo bisa ngertiin perasaan gue, Leon,' batin Eva berkata.

Lalu kemudian, "adik lo hamil."

Deg!

'H - hamil,' batin Leon bertanya namun mulut dia tenganga. Detak jantung Leon serasa tak beraturan. Wajahnya terlihat tegang menunjukkan sebuah ketakutan juga keterkejutan.

"Jangan bercanda lo, Va," tegur Leon tak percaya.

"Ck, ngapain gue becanda. Lo pikir kerjaan gue hanya untuk bercanda memerikasa pasien- pasien gue? Kalau lo nggak percaya, tanyakan saja sama kedua adik lo di rumah."

Mendengar kata di rumah, Leon segera lari keluar meninggalkan Eva tanpa banyak kata. Entah kenapa, kali ini Leon merasa cemas mendengar Kanaya hamil. Ia tak menyangka, adik perempuan yang selalu ia kasari ternyata tengah berbadan dua. Meski belum percaya sepenuhnya, tapi rasa cemas dan khawatir kini hinggap di relung hati putra sulung Arga.

"Nay, benarkah kamu hamil?" monolog Leon saat sudah berada di dalam mobil.

Setelah itu, Leon kembali melajukan mobil menuju rumah. Karena kurangnya konsentrasi mengemudi, tanpa sengaja Leon menabrak seorang gadis yang sedang berjalan kaki menyeberang jalan.

"Pak, kalau nyetir hati-hati dong!"

"Iya, kaya jalan ini milik nenek moyangnya ajah."

Begitulah umpatan orang-orang yang merasa geram pada Leon yang dianggap mengemudi mobil ugal-ugalan hingga membahayakan nyawa orang.

"Ck, sial. Ada ajah masalahnya." Leon berdecak menahan kesal. Ia menepikan mobil di bahu jalan.

"Mbak, apa ada yang luka?" tanya Leon tatkala sudah turun dari mobil dan mendekati gadis yang terduduk di bibir jalan sembari memegangi kakinya yang nampak berdarah.

"Eh ... Mas. Matamu buta? lihat noh kaki mbaknya berdarah gitu, pake nanya apa ada yang luka," maki salah satu ibu-ibu yang merasa geram pada Leon.

Leon yang terbiasa berhadapan dengan para lelaki, merasa malas menanggapi para perempuan yang menyerangnya. "Berisik banget! Segini gue dah mau turun dari mobil!" umpatnya lirih.

Merasa waktunya akan terbuang percuma, Leon memutuskan untuk menelepon Rendy. Ia segera melakukan panggilan video dengan Rendy, meminta asistennya itu segera datang dan mengatasi masalah yang dihadapi ini. Masalah yang menurut Leon hanyalah sepele dan membuang waktu saja.

Tidak berapa lama, Rendy sudah tiba di lokasi dan langsung mendekati kerumunan.

Menyadari Rendy sudah ada di sana, Leon lebih memilih segera pergi meninggalkan ibu-ibu yang masih berkerumun tanpa memperdulikan teriakan mereka yang mengira jika Leon memilih kabur tanpa ada mau tanggung jawab pada korban.

"Dasar mamak-mamak menyebalkan,'' gerutu Leon sembari menginjak pedal gas dan melesat meninggalkan tempat tersebut.

"Mbak, kita ke rumah sakit ya. Saya asisten Pak Leon yang tadi nabrak Mbaknya," ucap Rendy pada gadis yang masih meringis sebab kakinya benar-benar terluka dan berdarah.

"Oh, jadi kamu anak buah cowok tadi?" tanya sang gadis.

Rendy mengangguk tanpa bersuara. Lalu Rendy membantu gadis itu masuk ke dalam mobil, berniat membawanya ke rumah sakit.

"Kenalin, nama saya, Ayunda," ucap gadis bernama Ayunda seraya mengulurkan tangan pada Rendy.

Rendy terpaksa menyambut uluran tangan Ayunda dan berkata, ''Rendy," ucap Rendy singkat.

Lepas itu, Rendy melajukan mobil menuju rumah sakit setelah berpamitan pada ibu-ibu yang menolong Ayunda. Sepanjang perjalanan Rendy hanya diam membisu sebab laki-laki itu tak ada bedanya dengan Leon yang sangat irit bicara juga mahal senyum.

"Ck, majikam sama bawahan sebelas dua belas," lirih Ayunda yang merasa dicuekin Rendy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status