Sementara itu, Leon baru saja selesai meeting. Ia segera masuk ke ruangan pribadinya. Rasa rindu dengan Kanaya tiba-tiba hadir menyapa relung hati si cowok arogan. Rindu membuat gadis itu ketakutan. Bagi Leon, sesuatu yang menggemaskan jika sudah melihat wajah cantik Kanaya takut dan tertekan karena ulah dirinya.
"Kanaya, kamu di mana?" teriak Leon saat tiba di dalam ruangan. Namun tak ia jumpai gadis cantik tersebut. Leon bergegas membuka pintu kamar mandi, tetapi tetap tak ada gadis yang ia cari. Entah kenapa, Leon mendadak cemas menyadari adik bungsunya tidak ada di sana.Leon menekan tombol telpon yang ada di ruangannya bermaksud memanggil Rendy untuk menanyakan Kanaya. Karena tadi pagi dia meminta hanya Rendy yang boleh masuk mengantar makanan untuk Kanaya adik tercinta. Sedangkan Leon sudah berpesan pada Kanaya agar tidak kemana-mana tanpa seizin dirinya."Awas ajah kalau kau pergi tanpa izin aku, Nay," gumam Leon mengancam Kanaya yang orangny tak ada di sana.Rasa rindu, cemas dan benci kini menyatu dalam hati si pria dingin nan arogan bernama Leon."Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rendy saat sudah masuk menemui Leon.Wajah Rendy sedikit pias sebab takut Leon mengamuk seperti biasa. Di mana kalau ada masalah yang tak sesuai keinginan, pria arogan itu tak segan-segan memaki dan memecat siapa saja yang dibenci."Ren, kamu tahu Kanaya kemana?" tanya Leon to the point.Rendy mengangguk seraya menundukkan kepala. Ada rasa cemas menjelajah di hati sang asisten pribadi Leon itu. Rendy takut atasannya akan murka mengingat sebuah kesalahan yang tanpa sengaja dia lakukan yaitu membiarkan Fardan masuk saat Kanaya ada di dalam ruangan Leon."N - non Kanaya tadi pingsan dan dibawa Tuan Fardan ke rumah sakit, Tuan," jawab Rendy terdengar bergetar."Hah? Pingsan? Kok bisa? Leon terhenyak mendengar Kanaya pingsan. Wajah Leon seketika cemas mendapat kabar itu."Rumah sakit mana, Ren?" sambungnya.Tanpa mau menunggu jawaban Rendy, Leon lekas berlari keluar menuju lift. Semua karyawan menatap heran sang atasan. Pria itu seperti dalam keadaan panik hingga beberapa orang tertabrak Leon yang berlari cepat menuju mobilnya.Setelah masuk ke dalam mobil, Leon lekas memasang seat belt kemudian melesat menuju rumah sakit. Dia tahu rumah sakit mana langganan keluarga besarnya biasa berobat.Tak membutuhkan waktu lama, mobil Leon sudah tiba di pelataran rumah sakit yang masih di bawah naungan perusahaan milik keluarga Arga sang papa."Dokter Eva ada, Sus?" tanya Leon ketika sudah tiba di depan ruang praktek Dokter Eva."Ada, Tuan. Silahkan masuk! mumpung lagi nggak ada pasien," kata asisten Dokter Eva yang sudah cukup mengenal siapa Leon.Leon segera masuk ke ruangan Dokter Eva. "Sore, Va. Sudah mau balik lo?" tanya Leon ketika dia melihat Eva sedang berkemas.Eva dan Leon adalah sahabat sejak kuliah. Leon juga tahu jika Eva sempat menyukai dirinya. Namun Leon tidak pernah menanggapi hal itu."Ngapain lo kesini, Leon?" tanya Eva bernada sinis.Leon berjalan kian mendekati Eva. Seulas senyum nampak di bibir Leon. Dan ini pertama kalinya Eva melihat pria angkuh itu tersenyum. Yang Eva tahu, Leon mahal bicara serta nyaris tak pernah tersenyum. Para wanita yang mendekati Leon mundur dengan sendirinya melihat sikap menyebalkan pria arogan seperti Leon. "Emang ada undang- undang yang larang gue datang ke sini?" desis Leon menatap tajam wajah Eva."Ya, nggak ada sih," singkat Eva membalas. Leon mendesah, ia kesal melihat wajah jutek wanita yang kini ada di hadapannya. "Va, gue dapat kabar dari asisten gue kalau Kanaya adik gue pingsan. Pasti Fardan bawa kesini, kan?" tanya Leon masih dengan tatapan tajamnya."Iya ... lo mau tahu penyebab adik lo pingsan?" ketus Eva menjawab, membuat rahang Leon mengetat seketika. Pria itu paling tidak suka ada yang berani angkuh di hadapannya. Egois bukan?"Apa? Cepat lo ngomong ma gue," tekan Leon datar.Eva terdiam beberapa saat lamanya. Dokter cantik itu santai saja menanggapi pria yang menurutnya terlalu angkuh dan sombong. 'Ck, kama lo bisa ngertiin perasaan gue, Leon,' batin Eva berkata. Lalu kemudian, "adik lo hamil."Deg!'H - hamil,' batin Leon bertanya namun mulut dia tenganga. Detak jantung Leon serasa tak beraturan. Wajahnya terlihat tegang menunjukkan sebuah ketakutan juga keterkejutan."Jangan bercanda lo, Va," tegur Leon tak percaya."Ck, ngapain gue becanda. Lo pikir kerjaan gue hanya untuk bercanda memerikasa pasien- pasien gue? Kalau lo nggak percaya, tanyakan saja sama kedua adik lo di rumah."Mendengar kata di rumah, Leon segera lari keluar meninggalkan Eva tanpa banyak kata. Entah kenapa, kali ini Leon merasa cemas mendengar Kanaya hamil. Ia tak menyangka, adik perempuan yang selalu ia kasari ternyata tengah berbadan dua. Meski belum percaya sepenuhnya, tapi rasa cemas dan khawatir kini hinggap di relung hati putra sulung Arga."Nay, benarkah kamu hamil?" monolog Leon saat sudah berada di dalam mobil.Setelah itu, Leon kembali melajukan mobil menuju rumah. Karena kurangnya konsentrasi mengemudi, tanpa sengaja Leon menabrak seorang gadis yang sedang berjalan kaki menyeberang jalan."Pak, kalau nyetir hati-hati dong!""Iya, kaya jalan ini milik nenek moyangnya ajah."Begitulah umpatan orang-orang yang merasa geram pada Leon yang dianggap mengemudi mobil ugal-ugalan hingga membahayakan nyawa orang."Ck, sial. Ada ajah masalahnya." Leon berdecak menahan kesal. Ia menepikan mobil di bahu jalan."Mbak, apa ada yang luka?" tanya Leon tatkala sudah turun dari mobil dan mendekati gadis yang terduduk di bibir jalan sembari memegangi kakinya yang nampak berdarah."Eh ... Mas. Matamu buta? lihat noh kaki mbaknya berdarah gitu, pake nanya apa ada yang luka," maki salah satu ibu-ibu yang merasa geram pada Leon.Leon yang terbiasa berhadapan dengan para lelaki, merasa malas menanggapi para perempuan yang menyerangnya. "Berisik banget! Segini gue dah mau turun dari mobil!" umpatnya lirih.Merasa waktunya akan terbuang percuma, Leon memutuskan untuk menelepon Rendy. Ia segera melakukan panggilan video dengan Rendy, meminta asistennya itu segera datang dan mengatasi masalah yang dihadapi ini. Masalah yang menurut Leon hanyalah sepele dan membuang waktu saja.Tidak berapa lama, Rendy sudah tiba di lokasi dan langsung mendekati kerumunan.Menyadari Rendy sudah ada di sana, Leon lebih memilih segera pergi meninggalkan ibu-ibu yang masih berkerumun tanpa memperdulikan teriakan mereka yang mengira jika Leon memilih kabur tanpa ada mau tanggung jawab pada korban."Dasar mamak-mamak menyebalkan,'' gerutu Leon sembari menginjak pedal gas dan melesat meninggalkan tempat tersebut."Mbak, kita ke rumah sakit ya. Saya asisten Pak Leon yang tadi nabrak Mbaknya," ucap Rendy pada gadis yang masih meringis sebab kakinya benar-benar terluka dan berdarah."Oh, jadi kamu anak buah cowok tadi?" tanya sang gadis.Rendy mengangguk tanpa bersuara. Lalu Rendy membantu gadis itu masuk ke dalam mobil, berniat membawanya ke rumah sakit."Kenalin, nama saya, Ayunda," ucap gadis bernama Ayunda seraya mengulurkan tangan pada Rendy.Rendy terpaksa menyambut uluran tangan Ayunda dan berkata, ''Rendy," ucap Rendy singkat.Lepas itu, Rendy melajukan mobil menuju rumah sakit setelah berpamitan pada ibu-ibu yang menolong Ayunda. Sepanjang perjalanan Rendy hanya diam membisu sebab laki-laki itu tak ada bedanya dengan Leon yang sangat irit bicara juga mahal senyum."Ck, majikam sama bawahan sebelas dua belas," lirih Ayunda yang merasa dicuekin Rendy."Pa, terus bagaimana kalau sampai bajingan itu belum juga ditemukan? Perut Kanaya semakin membesar, mau ditaruh di mana muka kita?" tanya Rossa yang mulai cemas memikirkan apa yang terjadi saat ini.Sang putri yang selama ini ia jaga, ia didik dengan baik ternyata membuat aib untuk keluarga. Sebetulnya Rossa sendiri belum bisa terima kenyataan ini, namun dia mau menghindar dan menutupi itu semua rasanya tak mungkin karna faktanya memang Kanaya hamil entah benih siapa."Tenang dulu, Ma. Kita pikirkan lagi apa yang harus kita lakukan untuk menutupi aib ini," jawab Arga seraya memijat pelipisnya yang terasa nyeri.Arga tidak menduga, sepulang dari Swiss karena urusan bisnis disambut masalah Kanaya yang dianggap misterius itu. Ya ... bagi mereka kehamilan Kanaya dikatakan misterius, karena Kanaya sendiri tetap menyangkal jika dirinya sama sekali tidak melakukan hubungan intim dengan siapapun."Apa kita nikahkan saja sama salah satu putra kita, Pa?" celetuk Rossa membuat Arga ternganga me
Beberapa jam yang lalu. "Naya ... cepetan! Lelet banget, sih" teriak Leon menahan kesal."Ya, Kak. Sebentar! Nay lagi cari buku dulu," teriak Kanaya menjawab.Takut Leon lama menunggu, Kanaya membatalkan mencari buku yang terlupakan. Kanaya berlari menuruni anak tangga begitu tergesa-gesa.Fardan melihat adiknya berlari itu menegur karena takut terjatuh dan terluka. "Nay ... jangan lari!"Fardan menatap tajam abangnya. "Leon, lo kenapa sih? Nggak sabaran banget jadi orang," hardik Fardan geram. Leon acuh tak acuh mendengar adiknya protes.Di rumah itu hanya ada Kanaya, Leon, Fardan serta 2 orang ART, satu supir dan dua orang security. Sementara Arga dan Rossa, orang tua mereka sedang ada urusan di Swiss untuk urusan binis.Kanaya sudah berada di lantai bawah. Ia segera mendekati kedua kakaknya yang nampak bersitegang.Tanpa menyimpan dendam dan sakit hati, gadis cantik itu tersenyum ramah pada kedua kakaknya."Ngapain lo, senyum-senyum nggak jelas. Mending kalau cantik," cibir Leon m
"Minta apa, Kak?" tanya Kanaya tak sabar."Gugurkan kandungan kamu!" bisik Leon.Kanaya terhenyak mendengar pemintaan Leon. Gadis itu menggelengkan kepala lalu bertanya, "apa alasan kak Leon meminta menggugurkan kandunganku?""Ck, nggak perlu tahu alasanya. Kamu ikuti saja saran kakak. Kalau nggak -- "Leon menggantungkan kalimatnya. Dia juga berpikir tindakan apa yang harus dia lalukan agar bayi yang dikandung adiknya itu keguguran.Kanaya menunggu Leon melanjutkan ucapan. Namun Leon masih bergeming dan tetap berdiri terpaku di tempat."Kak ... " seru Kanaya membuyarkan konsentrasi Leon yang sedang berpikir sesuatu."Hhmm, " Leon hanya menggeram menanggapi."Kalau nggak? Apa maksudnya?" ulang Kanaya bertanya meski rasa takut pada Leon kian mendera."Karena kamu nggak tahu siapa ayah janin itu, Kanaya. Kamu mau nama baik keluarga kakak tercoreng?" bentak Leon menatap tajam wajah adik angkatnya yang kini tertunduk layu.Meski perih Kanaya rasakan. Namun ia membenarkan perkataan Leon.
Pagi hari telah menyapa dengan pancaran sinarnya yang merekah indah. Arga keluar dari kamar dengan berpakain olah raga. Kebiasan rutin yang Arga lakukan setiap pagi adalah berolah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.Sementara Rossa sendiri kembali ke alam mimpi setelah selesai menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan ke luar negri membuat Rossa ingin istirahat lebih lama dulu.Teringat kemaren, baru saja tiba di kediamannya. Sudah disambut dengan kabar yang membuat seisi rumah merasa terkejut dan tak percaya. Karna hal itupula membuat kepala Rossa tiba - tiba berdenyut nyeri. Maka tadi malam Arga meminta Rossa untuk istirahat saja lebih dulu dan jangan memikirkan banyak hal. Meningat kondisi sang istri yang memang mudah sakit."Selamat pagi, Tuan!" sapa Bi Sari ketika berpapasan dengan Arga yang baru turun dari lantai atas dan kini berjalan menuruni anak tangga."Pagi juga, Bi," sambut Arga tersenyum ramah pada pelayan itu.Arga memang terken
Di sisi lain, Fardan menanyai security yang berjaga. Tapi, Kanaya rupanya telah mengatur rencana kepergiaan dia serapi mungkin. Sehingga tak ada jejak yang mencurigakan."Di mana kamu, Nay? Maafin kakak, Kanaya."Fardan menyesali sikap dan perbuatannya. Ia tak menyangka jika sang adik akan berbuat senekat ini.Sama halnya seperti sang mama. Fardan sangat mencemaskan nasib adik bungsunya di luar sana."Kenapa bisa gini jadinya sih," lirih Fardan mengacak rambut frustasi.Sayangnya, sebulan sudah Kanaya pergi meninggalkan rumah. Tapi, belum ada tanda sama sekali.Padahal, Leon dan Fardan telah melakuan pencarian hingga ke berbagai penjuru kota.Begitu pula dengan Arga. Suami Rossa itu semakin terlihat gelisah dibuatnya. Apalagi Rossa yang tiba-tiba jatuh sakit karena terus terusan memikirkan putri bungsunya.''Pa, kapan papa bisa bawa putri kita kembali ke rumah ini?'' tanya Rossa terdengar parau. Beberapa hari kebelakang wanita itu tak henti-hentinya menangisi Kanaya. Istri dari Arga
''Ngapain kau ke kantorku?'' sentak Leon menatap tajam wajah gadis yang ternyata Ayunda.Ayunda yang tempo hari tak sengaja tertabrak oleh Leon. Gadis itu terluka di kaki cukup parah hingga terpksa cuti kuliah.Rendy memberitahukan kedaan Ayunda yang terpaksa harus rawat inap. Dan Leon bertanggung jawab akan kesembuhan gadis itu.Rupanya Ayunda memanfaatkan kebaikan Leon hingga banyak permintaan yang gadis itu ajukan kepada Leon. Awalnya. Leon tak curiga macam-mcam pada gadis itu.Namun lama kelamaan Leon menyadari kalau ayunda menaruh harapan lebih.Siapa sangka, Ayunda semkain berani saja pada Leon membuat pria arogan itu merasa jengah akan kelakuan gadis itu.''Siapa yang ngizinin kamu ke kantor saya?'' Leon membuang pandangan ke arah lain saat bertanya pada Ayunda.Putra sulung Arga itu tak sudi rasanya membuka hati untuk wanita manapun sebab hatinya telah di tempati seorang gadis yang diam-diam ia cintai.''Aku kangen kamu, Mas,'' ucap Ayunda.''Ck, dasar sinting," desis Leon.Ay
Leon bergeming. Ia kini tak bisa mengelak lagi sebab Fardan sudah mengetahui pengakuannya tadi.''Jawab, bajingan!'' sentak Fardan masih terdengar emosi.''Kamu diam dulu, Fardan! Biar Papa bicara sama abangmu,'' hardik Arga dengan suara yang menggelegar memenuhi ruangan.Siapa yang tak kesal, melihat anaknya saling hajar tanpa tau akar permasalahannya. Belum juga selesai masalah Kanaya, ditambah Rossa yang malah jatuh sakit. Ini lagi di kantor, anak-anaknya malah adu jotos mengeluarkan kekuatan masing-masing.Memijat pelepis yang kembali terasa berdenyut nyeri. Arga tak habis pikir dengan masalah yang terjadi.Pikiran pria paruh baya itu kini semakin bercabang. Semenjak hilangnya kanaya, Arga tiba-tiba mengingat seseorang yang menjadi dewa penolong kala dirinya hampir kehilangan nyawa pada waktu itu.''Cepat katakan sama papa, Leon! Apa yang sudah kamu lakukan sehingga memantik amarah adikmu?'' tekan Arga kemudian.Leon masih diam membisu. Tangannya mengusap sudut bibir dia yang pecah
Leon datang ke rumah sakit untuk menjengkuk Arga. Rasa bersalah sangat kentara di wajah tampan Leon. "Papa, gimana kondisi papa?" Tanya Leon saat sudah berada di ruangan Arga.Arga malah membuang pandangan ke arah lain saat tau Leon yang masuk menemuinya. Kekesalan Arga pada Leon belum sirna. "Mau apa kamu ke sini, Leon? Kamu mau bikin papa mati berdiri?" ucap Arga datar.Leon mendekat. Dirabanya tangan sang ayah, "Pa, maafin aku. Aku akui aku salah," kata Leon dengan menunduk dalam."Sekarang kamu menyesal karena ketahuan adikmu. Kalau Fardan tak mendengar ucapan kamu, apa kamu akan akui kebejatan kamu itu, Leon?" Sentak Arga.Jika saja kondisinya tidak lemah, mungkin suami Rossa itu akan menghajar putra pertamanya ini. Arga merasa sudah gagal mendidik putranya.''Kalau kamu memang benar menyesal, cari Kanaya dan bawa dia pulang kerumah,'' tegas Arga tak ingin dibantah.Leon masih berdiri terpaku di tempat. Ia sendiri bingung harus mencari Kanaya kemana lagi. Anak buah dia sudah ia ke