Senja mengerutkan dahinya, matanya sedikit menyipit, tidak paham dengan arah pembicaraan itu. “Bukankah jelas karena kamu, sang Managing Director, turun tangan untuk mengurus hal remeh ini?”
Reinaldo mengangguk pelan, masih dengan senyuman yang sama. “Lalu, menurutmu, kenapa Managing Director ini dengan sukarela turun tangan?”
Senja terdiam.
Faktanya, meskipun Mariska Couture memang perusahaan yang besar, tetapi memang belum pernah bermain di runway besar. Meskipun desain pakaian mereka memukau, tetapi rasanya jika dalam langkah normal, tetap akan sulit mendapat persetujuan kerjasama dari perusahaan sekelas United Talent Agency untuk menyediakan model bagi mereka.
“Kamu tak pernah menjadi hal remeh di depanku, Senja,” kata Reinaldo kalem.
Senja semakin mengerutkan kening.
“Kapan kamu akan percaya bahwa kita sudah sepakat berpacaran, Nja?” Reinaldo bicara seolah paham dengan reaksi kebingungan Senja.
“Bukankah waktu itu aku telah mengatakan keberatan dan kamu menyetujuinya? Jadi, aku anggap perkara ‘pacaran’ itu tidak pernah terjadi,” kata Senja berusaha membantah.
Reinaldo kembali mengulas senyum miring. “Aku tidak pernah mengatakan setuju sebelumnya.”
Lagi-lagi Senja terdiam. Ia baru ingat bahwa pria itu hanya menjawab rasa keberatannya dengan ucapan ‘ah, begitu’ bukan dengan kalimat persetujuan atau penolakan.
Sial! Tidak ada lagi yang bisa Senja bantah kali ini.
Senja menatap Reinaldo sejenak. Pria itu sedang bersandar ke sandaran kursi dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dengan senyuman yang menunjukkan kemenangan. Luar biasa tampan mempesona.
Pemandangan itu membuat Senja kehilangan kata-kata sesaat. Tidak bisa dipungkiri, pria itu memang memiliki pesona yang sangat memikat.
“Aku memang lebih tampan dan jauh lebih mempesona dari pria yang akan kau ceraikan.”” Senyum miring terhias di wajah Reinaldo, seolah paham dengan makna dari tatapan Senja.
“Tck! Kamu ternyata tipe pria muda penggoda calon janda, ya?” omel Senja sebal.
“Pria muda memang menyenangkan. Tapi sayangnya, aku tidak semuda itu. Usiaku sudah 36 tahun,” kata Reinaldo sambil menatap Senja sejenak. “Dan aku bukan penggoda janda. Aku mendekatimu karena merasa satu circle. Aku seorang duda.”
Senja terperanga sejenak. Paras Reinaldo di matanya benar-benar seperti pemuda awal 30-an yang masih single. “Bercerai?”
“Istriku meninggal,” jawab Reinaldo dengan senyuman yang tampak sedikit turun.
“Oh beda level ternyata,” sahut Senja pelan. “Tapi, asal kamu tahu, aku sudah 40 tahun. Apa kamu yakin tidak menyesal mendekatiku bahkan sudah menghabiskan malam panas?”
“Jangan menuakan diri, Nona. Akan tiba saatnya menjadi empat puluh tahun, tetapi tidak sekarang,” kata Reinaldo meragukan kalimat Senja.
“Aku serius.” Senja menatap Reinaldo dengan tatapan santai.
“Usia hanya angka,” jawab Reinaldo akhirnya setelah terdiam beberapa saat.
Senja berdecak pelan, merasa kalah. Ia berdiri dan menyambar gelas-gelas wine di atas meja sekalian dengan botolnya. Kemudian ia berderap masuk menuju dapur untuk menyimpan itu semua.
Reinaldo terkekeh pelan, lalu mengikuti wanita yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda.
“Kamu tahu,” ucap Reinaldo tiba-tiba, “Aku tidak suka melihat seseorang sepertimu direndahkan.”
Senja berhenti dari aktivitasnya membuang anggur ke dalam bak cuci piring. Ia meletakkan gelas-gelas kotor di sana lalu membuang botol ke tempat sampah dan berdiri menghadap Reinaldo.
“Apa maksudmu?”
“Aku akan membantumu membalas dendam pada Denta, Nja. Tidakkah kau ingin melihat Denta dan Citra hancur berantakan?” kata Reinaldo penuh keyakinan.
Senja menatapnya lama. Ada ketulusan dalam nada bicaranya. Atau mungkin ia hanya terlalu lelah untuk menganalisis kebohongan?
Reinaldo jauh lebih muda dari Denta. Ia lebih berkharisma. Bahkan, Reinado masuk di jajaran 40 pria muda berpengaruh di majalah Forbes. Itu karena kedekatan bisnisnya dengan seorang billioner dari New York.
Senja ingin berkata tidak. Ia tahu, bermain api dengan Reinaldo bisa berbahaya. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang enggan mengalah. Entah karena gengsi, atau karena dalam hati kecilnya ia ingin sekali melihat Denta dan Citra hancur.
“Hanya jika aku memintamu. Aku tidak mau kedekatan kita membuat proses perceraianku berbelit-belit,” kata Senja pada akhirnya.
“Aku punya sumber daya yang bisa membantumu mendapatkan bukti-bukti nyata perselingkuhan suamimu. Oh, maaf. Segera ‘mantan suami’,” ujar Reinaldo sambil menaikkan satu alisnya.
Sesaat, sinar harapan timbul di wajah Senja. Ia memang merasa akan sulit terlepas dari Denta yang membersamainya selama puluhan tahun. Pengadilan agama akan lebih menyarankan untuk memaafkan dan kembali bersama.
Reinaldo, sepertinya memberi jalan sekaligus harapan ia bisa berpisah dari suami tukang selingkuh!
Namun, yang Senja tak tahu, Reinaldo juga punya rencananya sendiri.
**
Walau pagi ini Senja bangun sendirian setelah 20 tahun terakhir bangun di sisi seorang pria, tidak membuat Senja merasa kesepian. Ia dapat memulai harinya dengan santai dan hanya fokus pada dirinya sendiri. Mandi berendam selama ia mau, tidak perlu pusing memikirkan menu sarapan untuk orang lain, pun repot menyiapkannya.
Ia hanya perlu menyiapkan untuk dirinya sendiri.
Senja tersenyum saat menikmati sandwich dan omelet buatannya sendiri dengan ditemani secangkir kopi yang masih mengepul.
Di tangan kirinya, sebuah tablet tampak menunjukkan berita terkini yang disediakan oleh portal online.
Mendadak, keningnya berkerut. Sebuah notifikasi pesan masuk. Dari Astrimei, sekretarisnya yang baru, pengganti jalang Nana Citra. Senja melirik jam di sudut tablet.
“Jam berapa ini? Belum mulai jam kerja dan dia sudah mengirimkan email?” gumamnya pada diri sendiri.
[Urgent: Undangan Gala Dinner dari Alindra Maheswari]
Matanya sedikit menyipit saat ia membuka email itu.
Pengirimnya: Astrimei Lazuardi.
Senja menghela napas pendek, mengingat betapa cepatnya Astrimei beradaptasi sebagai sekretaris barunya. Sangat berbeda dengan Nana Citra, yang lebih sibuk mencari perhatian daripada bekerja.
[Kepada: Madam Senja Mariska, Saya ingin segera menginformasikan bahwa Mariska Couture telah menerima undangan gala dinner dari Ibu Alindra Maheswari Soedibyo. Undangan ini bersifat eksklusif.
Acara akan diadakan di Maheswari Manor. Terlampir detail acara.
Hormat saya, Astrimei Lazuardi]
Senja mengklik lampiran yang disertakan. Sebuah undangan digital dengan desain mewah muncul di layar, menampilkan logo Maheswari Global serta tanda tangan digital Alindra Maheswari Soedibyo sendiri.
Wanita terkaya di Indonesia!
Alindra Maheswari Soedibyo bukan sekadar miliarder, tapi juga seorang ratu dalam dunia bisnis dan investasi. Namanya adalah simbol kekuatan, dan undangan ini bukan sesuatu yang bisa didapatkan sembarang orang.
Senja duduk tegak di kursinya, merenungkan kesempatan luas yang ditawarkan undangan ini. Ia akan banyak bertemu pebisnis Indonesia, bahkan bisa langsung mendekati circle Alindra yang terkenal penggila mode dan fashion terbaru.
Mariska Couture memang baru saja menembus Paris Fashion Week, sebuah pencapaian yang tidak mudah. Tapi untuk diundang langsung oleh seseorang seperti Alindra? Itu berarti ada sesuatu yang lebih besar di baliknya.
Tangannya reflek mengetik balasan cepat untuk Astrimei agar segera mengkonfirmasi kehadiran mereka.
***
Sementara itu, Reinaldo juga telah berada di dalam kantornya yang luas. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi kulit hitam, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme santai. Di hadapannya, layar laptop menampilkan salinan email yang baru saja dikirimkan Astrimei kepada Senja.
Undangan itu sudah sampai ke tangan Senja. Persis seperti yang ia rencanakan.
Bibirnya melengkung dalam senyum tipis. “Bagus.”
Reinaldo tidak pernah percaya pada kebetulan. Dunia ini bergerak berdasarkan kendali orang-orang yang cukup cerdas untuk menarik benang-benangnya. Ia bukan tipe pria yang duduk diam dan menunggu kesempatan datang. Jika ia menginginkan sesuatu, ia akan memastikan jalannya terbuka.
Dan kali ini, jalannya terbuka berkat Astrimei.
Sekretaris baru itu bukan sekadar pengganti Nana Citra. Dia adalah mata dan telinga Reinaldo di dalam Mariska Couture. Sejak awal, dia memang bukan sekadar pelamar biasa. Astrimei adalah pilihannya. Orang yang ia sisipkan dengan tujuan jelas.
Dan Astrimei bekerja dengan sangat baik.
“Tidak sia-sia aku mempekerjakannya,” kata Reinaldo dengan senyum tipis.
"Kamu terlihat cantik," komentar Reinaldo, mendekat dari belakang dan melingkarkan tangannya di pinggang Senja. Mereka berdua sedang berada di sebuah butik khusus menyediakan pakaian pengantin dari brand ternama. Meskipun Senja seorang designer, tetapi ia mengikuti kemauan Reinaldo untuk membeli gaun pengantinnya, alih-alih men-design sendiri. Selain tak memiliki banyak waktu melakukan itu, Reinaldo juga tak ingin membebani calon istrinya. Senja berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin berpotongan sederhana yang dipilihnya sendiri. Ia menyukai desainnya yang minimalis, tetapi tetap elegan. "Sayang gaunnya...," lanjutnya pelan, jemarinya membelai lembut bahu telanjang Senja, "aku pikir sesuatu yang lebih megah akan lebih cocok untukmu." Senja mengerutkan dahi. Menatap ke arah bayangan Reinaldo pada cermin. "Aku justru suka yang simpel. Aku ingin nyaman saat mengenakannya. Lagipula ini pernikahan kedua kita, Rei. Rasanya tak perlu terlalu tampil luar biasa." Reina
“Semua dokumen pernikahan kita sudah selesai pengurusannya. Wedding Organizer sudah mengirimkan proposal dan menunggu persetujuan kita, aku akan membagi salinannya padamu melalui email.” Senja dan Reinaldo sedang di dalam pesawat yang melintasi samudera. Meninggalkan Barcelona untuk kembali ke Jakarta. “Proposal?” tanya Senja keheranan. Sejak menyetujui lamaran Reinaldo, Senja memang kurang terlibat dengan pengurusan pernikahannya karena disibukkan dengan proyek Milan Fashion week. Kini dia keheranan dengan pemberitahuan Rei. Wedding Organizer malah memasukkan proposal? Bukan mereka yang mendatangi WO dan berdiskusi tentang keinginan mereka? “Oh, Sayang. Kamu public figure. Begitu mereka mendengar kabar rencana pernikahan kita, banyak Wedding Organizer yang tertarik untuk mengurus resepsi yang akan kita gelar, dan banyak memberi diskon!” bisik Reinaldo ke telinga sang kekasih yang duduk di sebelahnya. Senja mendengus geli. Ia masih belum merasa dirinya sebagai figur ternama saat
Plaak!! Tamparan itu mendarat di pipi mulus Nana Citra. Wanita itu terdorong ke belakang dan jatuh di atas tempat tidurnya. “Berani-beraninya dirimu!” dengkus Denta yang telah memerah mukanya. Citra hanya bisa menangis tanpa suara sambil memegangi pipinya yang terasa nyeri menyengat. Untung ia mendatangi rumah Denta tanpa membawa Dewi, puteri mereka. Bagaimana kalau ia sedang menggendong Dewi ketika Denta kalap begini? “Aku hanya meminta hakku, Mas,” ujarnya dengan suara bergetar. “Hak apa, bangsat!” raung Denta marah. “Aku sudah melahirkan anakmu. Aku mau dinikahi secara resmi. Itu saja.” “Omong kosong! Kamu gak bisa ngasih aku anak lakik! Menikah secara resmi? Merepotkan! Toh aku menafkahimu, kan?!” “Apa masih disebut menafkahi kalau kamu hanya memberi ketika diminta, Mas? Sebagian besar kebutuhan Dewi, aku yang memenuhinya. Aku harus bekerja. Dewi jarang melihatku dan lebih sering bersama Ibu.” Citra tak tahan lagi, mulai bersuara keras dan melawan Denta. “Berani kamu!” D
"Akhirnya, selesai juga," gumam Senja, meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah berjam-jam berkutat dengan laporan pertanggungjawaban dana Milan Fashion Week. Kekurangan bekerja keluar negeri tanpa membawa asisten, ya begini. Senja harus bekerja sendiri. Ia sungguh merindukan Astrimei. Untungnya, ada Reinaldo sang tunangan yang menemaninya di sini. Pria itu tersenyum lembut sambil mengusap punggungnya. "Kamu luar biasa, Senja. Semua koleksimu memukau,proyekmu sukses. Begitu juga yang ini," puji Reinaldo, membuat senyum tak pupus dari wajah Senja. Sebenarnya, berkat Reinald jugalah ia mulus menjalankan proyek Milan Fashion Week dan kembali menjadi panggungnya untuk bersinar. "Terima kasih, Rei. Tapi sekarang, aku butuh istirahat," kata Senja, menyandarkan kepalanya di bahu Reinaldo. Mereka sedang duduk di sebuah kafe tepi kanal di distrik Navigli, menikmati sore yang cerah. "Tentu saja, Sayang. Kita punya waktu dua hari di Milan sebelum kembali ke Jakarta," kata Reinaldo, meng
“Selamat, Sayang. Acaranya sukses dan kamu tampak hebat di atas panggung tadi.” Senja yang baru turun dari panggung, kedua tangan memeluk buket besar, kerepotan menerima ucapan selamat dari Reinaldo yang terasa berlebihan. Pria itu memeluk dan menciumnya seolah ingin mempertontonkan pada dunia, bahwa dirinya hanya milik Reinaldo seorang. Meski agak risih, Senja tak mampu menolak. Ia yersenyum bahagia, kesuksesannya malam ini melampaui segala pencapaiannya sepanjang berkarir bersama Mariska Couture. “Terima kasih.” Senja berkata sambil kebingungan saat Reinaldo mengambil buket-buket bunganya dengan satu tangan sementara tangan lain meraih pinggangnya yang ramping dan merangkulnya. Senja sampa berdiri miring-miring karena ia dan Reinaldo berhimpitan nyaris tenggelam dalam buket bunga. “Mengapa aku mendapat sambutan begitu gempita?” tanyanya di tengah keriuhan tepuk tangan dari tim yang ada di belakang panggung. Senja bertanya sambil melempar senyum sana-sini. Reinaldo tetap lekat m
“Mari, kita saksikan busana-busana dari designer kenamaan Indonesia, yang membawa warna baru dalam mode dunia selaras dengan nuansa musim panas yang ceria!” Suara itu menggema di atas runway yang kosong, musik menghentak, sejurus kemudian satu persatu model kelas dunia berlenggak lenggok di atasnya. Berbaris rapi dengan fashion memukau menempel di tubuh mereka. Lampu sorot menari-nari di atas panggung megah Teatro alla Scala, menerangi gemerlap koleksi haute couture yang memukau. Di balik panggung, kesibukan luar biasa dipimpin oleh Senja Mariska sendiri. Ia melakukan supervisi untuk setiap pakaian yang dikenakan oleh model sebelum mereka dilepas berjalan di atas runway. “Madam Mariska!” Beberapa kali teriakan itu akan berkumandang, berasal dari designer-designer muda di bawah pimpinan Madamoiselle Giselle yang khusus mengundang Senja Mariska untuk berkolaborasi dengannya. “Bagaimana dengan ini?” Salah seorang designer muda mendorong model wanita dengan tinggi menjulang ke dep