Pergerakan di atas tempat tidur cukup menganggu Byanca. Matanya masih berat untuk terbuka. Tadi malam, ia bergadang untuk mengecek laporan perusahaan. Banyak data yang butuh peninjauan lebih. Ia mengetahui bahwa ia masih baru di perusahaan ritel Mami, tetapi kemampuannya dalam berbisnis tidak perlu diragukan lagi khususnya peningkatan dalam penjualan. Oleh sebab itu, Byanca lebih memokuskan diri dalam marketing.
Ken melihat Mami tak terganggu sama sekali. Ia semakin melompat tinggi. Ini sudah pagi bahkan ia sudah rapi menggunakan pakaian sekolah. Ken menduga bahwa ibunya lelah setelah pergi ke pantai semalam. Ia menyerah dan terduduk memperhatikan wajah pulas ibunya. Dagunya ditopang dengan kedua tangan. Ia menghitung waktu hingga ke berapa ibunya akan terjaga.
Merasa seperti diawasi, kelopak mata Byanca terbuka secara perlahan. Senyum manis Ken menyambutnya. Byanca terkejut dan langsung duduk. “Kenny, kamu sudah rapi?” Byanca merasa malu, di saat ia baru b
Ada pribahasa yang mengatakan bahwa sekeras-kerasnya batu ajan retak juga.. artinya sekerasa apapun pendirian seseorang jika terus-menerus dipengaruhi dapat berubah juga. Itulah yang kini mulai dirasakan Rina. Awalnya, ia sangat menolak kehadiran Dewo walau hanya berkunjung. Namun, seiring berjalan waktu Rina menganggap bahwa kehadiran Dewo bisa diuntungkan, buktinya seperti saat ini untuk menangani kasus Byanca.Untuk masalah ke depan akan bagaimana. Ia memasrahkan seutuhnya pada Sang Maha Pencipta yang mengatur takdir manusia. Rina takut kufur bila menolak secara gamblang.[Apakah kamu masih di sekolah Ken?]Ponsel Rina menampilkan sebuah pesan dari Dewo. Lama ia mempertimbangkan akan balasan jujur atau tidak. Dia memang masih di sekolah Ken dan berencana akan menungguinya di taman terdekat.[Iya.]Ia memilih jujur.[Baiklah aku akan ke sana. Tunggu!]Rina hanya melihat pesan tersebut tanpa harus menjawabnya. Dengan begitu artinya i
Park segera berlari ke dalam. Suara baku hantam terdengar. Ia menyiapkan pistol di tangannya. Tanpa suara, ia berjalan menaiki tangga.“Ahhh…”Suara teriakan Jung menggema kemudian disusul oleh suara orang berlari. Park segera menghampiri Jung dan ia bisa menebak bahwa penculik itu telah pergi.“Sial,” umpatnya ketika melihat Jung tertimbun tumpukan kursi yang terbuat dari kayu.“Park.” Jung mengeluarkan tangannya. Ia berharap Park segera membantunya. Ia telah ditipu oleh penculik tersebut. Awalnya dia mengira bahwa penculik itu telah kabur. Ternyata ia bersmebunyi. Ketika Jung hendak menyelamatkan Ken, ia dihantam dari belakang. Sebuah balok kayu mendarat di kepalanya kemudian secara membabi buta ia ditendang dan dihajar. Ia tak mau kalah, kemudian mencoba bangkit dan melawan. Namun, tenaganya tak seimbang. Lalu ia dilempar oleh kursi-kursi hingga tertimbun di dalamnya. Untung saja ia telah men
Dua detik kemudian, Max telah mengirimkan nomor Bian. Rina langsung melakukan panggilan. Ketika dia hendak menyatukan ponsel ke telinga, dari arah belakang merampas ponselnya. Itu adalah Byanca dengan banjir air mata di seluruh wajahnya.“Biar Byanca saja, Mi.”Rina terkesiap. Sejak kapan Byanca mendengarkan obrolannya.Byanca tampak mengatur napasnya sebelum bergumam, “Kenapa kau sangat jahat? Dimana harga diri dan hati nuranimu sebagai seorang ayah?”Byanca buru-buru memotong ucapan Bian, “Mulai detik ini jangan pernah anggap Ken sebagai putramu lagi dan tolong izinkan kami hidup bahagia.”Byanca benar-benar tak memberi Bian kesempatan untuk berbicara, “Bian, aku memang bodoh telah mempercayakan hatiku untukmu, tetapi sekarang kamu tega menculik Ken. Aku tak akan tinggal diam. Ken trauma. Apakah kau menginginkannya terus menderita?” Byanca setengah berteriak. Ia hampir gila.
Rina melakukan proses penghormatan terakhir pada jasad Jung. Di sisi kanan ruang pemakaman, keluarga Jung berdiri. Mata mereka sembab dengan suara isak yang terdengar. Rina menundukkan kepalanya, hormat. Setelah ia keluar, salah satu anak Jung kehilangan kendali. Ia mendorong Rina hingga terjatuh ke lantai. Sontak beberapa anak buah Rina langsung membantunya untuk berdiri sementara yang lain membawa anak Jung untuk menjauh. Anak itu adalah laki-laki, kira-kira berusia 17 tahun. Ia memberontak dalam cengkeraman anak buah Rina.“Lepaskan aku! Aku ingin menghajar wanita itu. Karena dialah ayahku wafat,” teriaknya dengan kaki menendang angin seolah itu adalah tubuh Rina.Rata-rata yang berada di sana langsung mengerumuni mereka. Beberapa diantaranya menatap jijik pada Rina, tetapi yang lainnya bersimpati padanya. Rina tidak terlalu mengambil pusing hal tersebut. Yang ada dalam pikirannya adalah anak itu. Bagaimana ia menjelaskan bahwa wafatnya Jun
“Apa maksudmu?” Mellisa menatap Dewo dengan keraguan.Dewo duduk di sebuah sofa. Kakinya ia silangkan. Sebuah rokok dikeluarkan dari sakunya. Ia bukan pecandu tembakau tersebut tetapi ia sengaja melakukannya ketika dalam suasana hati buruk. Mata Dewo terus menatap Mellisa sementara mulutnya sibuk mengisap rokok tersebut. Segera asap menggumpal memenuhi wajah Mellisa. Ia terbatuk-terbatuk.“Aku rasa kau yang paling paham maksudku.” Ekspresi yang ditampilkan Dewo seakan menegaskan bahwa ia adalah makhluk yang telah sembuh dari kebutaan.Bulu mata Mellisa bergetar. Jujur ia khawatir. “Dewo apakah kau ke sini hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting?” Mellisa berpura-pura seolah tak ada sesuatu yang disembunyikan. Ia terlihat sedikit genit dengan berjalan kea rah Dewo. Bajunya yang ketat menampilkan lekuk tubuh seksinya.Di mata orang lain, Mellisa mungkin wanita yang cantik dengan rupa dan tubuhnya yang menawan. Namun
Pada malam harinya, Dewo memutuskan kembali ke Busan. Ia merasa tugasnya sudah selesai di tempat ini dan ia yakin bahwa Mellisa tidak akan mengganggunya lagi. Adapun Archi yang tak diizinkan Mellisa untuk dirawatnya, maka secara diam-diam ia meminta anak buahnya menjaga Archi dari jarak jauh. Ia juga akan memantau tumbuh kembang Archi. Bagaimana pun rasa sayang masih melekat pada putranya ituDewo menyandarkan punggungnya ketika menduduki kursi jet pribadinya. Ia cukup lelah. Selama dua hari ini, ia belum tidur dan makannya juga sangat sedikit. Dewo teringat bagaimana lahapnya ia makan ketika bersama Rina di restoran waktu itu.“Berikan ponselku!” Dewo mengulurkan tangannya pada sang asisten. Sejak keberangkatannya ke Singapore, ia menitipkan ponselnya kepada asistennya. Ia juga meminta agar ponselnya dimatikan. Itu dikarenakan ia ingin fokus menyelesaikan permasalahan dengan Mellisa.Nama Rina dan Byanca langsung memenuhi tampilan layar
“Rams, bantu aku!” Mellisa menjelaskan semuanya termasuk Dewo yang sudah mengetahui kebohongan mereka.“Dasar ceroboh!”Emosi Mellisa memuncak. Pria ini sangat lancang mengatainya. Jika bukan karena ia maka Mellisa tak akan jatuh ke titik ini. Mellisa menendang kursi dengan keras hingga suaranya terdengar oleh Rams.“Aku akan ke sana membantumu tetapi jangan beri tahu Rentina.”Meski Mellisa tak mengerti arti peringatan tersebut. Ia tak terlalu memikirkan. Baginya, kini sudah saatnya Rams mengambil tanggung jawab untuk Archi. Rams belum pernah sekali pun melihat Archi. Wajah mereka mirip. Tak akan ada yang tak percaya bila dikatakan mereka sepasang ayah dan anak.***Dewo menggulir layar ponselnya dengan malas. Sudah lebih dari 5 jam pesannya tak kunjung dibalas oleh Byanca. Apakah anaknya itu terlalu sibuk
Rina merasa diawasi. Mata Byanca setajam mata elang. Mata itu menembus organ dalam Rina. Meski mulutnya tak bersuara tetapi Rina mengerti jika Byanca ingin melayangkan protes.Rina tampak tak mempedulikan. Ia masuk ke dalam kamar tidur di sebelah ruangan Ken. Jadi, tempat Ken dirawat rumah sakit ini merupakan ruangan VIP. Ada sebuah kamar tidur, pantry, dua buah toilet hingga perabotan lainnya. Bisa dikatakan mirip seperti apartemen.Byanca hendak mendatangi Rina karena tega mengusir papinya. Byanca tahu bahwa Dewo telah mengecewakan mereka tetapi mengusir secara langsung seperti itu juga terlalu berlebihan. Tadinya Byanca ingin mengajak Dewo berbicara di kantin rumah sakit. Bukan Rina namanya jika mengizinkan. Ia menarik tangan Byanca ke dalam ruangan Ken.“Mi…” suara parau Ken membuyarkan lamunan Byanca.“Iya, Sayang.” Byanca mengambil segelas