Share

Aral melintang

Kakek Parmin sudah diatasi. Sekarang, satu masalah lagi datang. Jika ingin menikah, Kamila harus mencari tahu siapa ayah kandungnya untuk menjadi wali pernikahan. Karna seperti yang diketahui, kakek Parmin adalah kakek dari pihak ibu. Tentu saja, kakek Parmin tidak punya andil untuk menjadi wali di pernikahan Kamila.

"Semua yang dikatakan Kakek itu, benar adanya, Setya. Bagaimana mungkin kita bisa menikah, jika Ayah kandungku, tak pernah ada yang mengetahui sosoknya, kecuali Ibu." Kamila membuka suara, dengan sisa tangisan yang baru saja mereda. Dengan suaranya yang lembut, Kamila mengiyakan perkataan kakek Parmin barusan.

"Sementara Ibu, sudah puluhan tahun tidak pulang. Bahkan, dua tahun belakangan ini, Ibu tak pernah memberi kabar," imbuhnya dengan nada sedih mengingat sang Ibu yang tak kunjung terdengar kabar beritanya.

"Tenang lah, Kamila. Aku akan berusaha mencari jalan keluar untuk masalah ini. Aku berjanji padamu." Setya menenangkan Kamila. Tekad lelaki itu sangat kuat. Dia pasti akan berusaha untuk mencari Ibu Kamila.

"Iya, Nak. Kamila jangan sedih, ya. Bapak dan Setya, pasti akan mencari Ibu Kamila." Pak Wiguna membuat Kamila semakin yakin, bahwa mereka benar-benar akan menemukan Ibunya. Diikuti oleh anggukan Bu Indri, yang masih merangkul Kamila dengan penuh kasih sayang.

Suasana hati Kamila terlihat sedikit lega. Begitupun juga dengan nek Sumi. Beliau sangat menginginkan cucunya itu, hidup bahagia bersama lelaki baik, seperti Setya. Nek Sumi tak ingin ada hal yang akan menghalangi pernikahan mereka. 

"Kamila." Setya memanggil nama wanita pujaannya itu, sembari berjalan ke arah Kamila.

Setya memegang tangan Kamila. Yang kembali membuat jantung gadis itu bergemuruh.

Perasaan yang ada dalam hatinya, pada Setya.Perasaan yang selama ini dianggapnya hanya sebatas perasaan terhadap seorang sahabat, kini berubah menjadi berbeda. Rasa cinta yang tak pernah Kamila rasakan sebelumnya, terasa sangat aneh berada di hatinya. Rasa yang sebelumnya selalu ditepis oleh Kamila, kini tak bisa lagi gadis itu pungkiri. 

Setya, lantas memasangkan sebuah cincin ke jari manis Kamila. Cincin pemberian ibunya, yang memang disiapkan sejak lama oleh bu Indri, untuk diberikan kepada calon istri Setya, siapapun pilihannya. Dan, Kamila lah wanita beruntung yang akan jadi pemilik cincin tersebut.

"Ini, sebagai tanda bahwa aku tak akan menyia-nyiakanmu, Kamila. Percayakan hatimu, padaku. Semua akan baik baik saja," ujar Setya setelah usai memasang cincin di jari Kamila. 

"Terima kasih, karna kamu telah menjadi pelindungku selama ini, Setya. Hatimu sangat tulus." Kamila tersenyum pada Setya. Air mata kebahagiaan kini tumpah, diiringi dengan senyuman manis gadis itu.

"Sebentar lagi, kamu akan menjadi menantu ibu, Kamila. Kamu menantu yang selama ini Ibu harapkan, untuk menjadi pendamping Setya." Bu Indri memeluk Kamila, dan tersenyum bahagia. 

Suasana rumah yang tadinya tegang, karna perdebatan antara kakek Parmin, dan Setya, kini berubah menjadi penuh kehangatan. Raut wajah semua orang, terlihat sangat bahagia.

"Kalau begitu, kami pamit pulang dulu, Nek Sumi, Kamila." Pak Wiguna berpamitan pada Nek Sumi dan Kamila.

Begitupun dengan Bu Indri, sembari mencium takzim tangan Nek Sumi, lalu memeluk wanita tua yang sangat disayangi oleh calon menantunya itu. Sementara Kamila, tak ketinggalan menjunjung tangan kedua calon mertuanya itu, meletakkannya ke dahi, dengan badannya yang sedikit dibungkukkan.

Sungguh, gadis itu sangat berbudi luhur. Didikan dari sang nenek sejak dini, menjadikan Kamila seorang gadis yang sangat sopan santun.

"Nek, Setya juga izin pamit, ya." Setya juga turut berpamitan, dan mencium tangan nek Sumi.

"Terima kasih, Nak Setya. Karna kamu, sudah membuat Kamila bahagia." Nek Sumi mengusap rambut Setya, yang tengah mencium tangannya yang sudah keriput.

Setelah berpamitan, bu Indri dan pak Wiguna berjalan meninggalkan rumah tua nek Sumi, dengan diantar oleh Kamila ke depan pintu. 

Sementara Setya yang masih berdiri diambang pintu, kembali menggoda Kamila.

"Kamila. Calon suami izin pamit, ya. Jangan nakal dirumah," ujarnya mencuil pipi Kamila, dan tersenyum jahil.

"Setyaa, kamu ini jahil banget sih. Jangan pegang pegang pipi aku, bukan mahrom." Kamila mengusap pipinya, dan mencebik kesal pada Setya. 

"Tunggu saja, kalau sudah mahrom. Hehehe." Setya malah terkekeh geli melihat raut wajah Kamila yang sangat menggemaskan, dan kembali menggoda gadis beralis tebal itu lagi.

"Setya, tunggu apalagi. Ayo pulang. Masih banyak tugas yang harus kamu lakukan. Jangan kamu mengganggu Kamila terus. Biarkan dia istirahat." Pak Wiguna yang sudah keluar dari pekarangan rumah Kamila, memanggil Setya yang tampak masih berdiri di depan pintu rumah nek Sumi.

"Tuh, sudah dipanggil Bapak. Pulang sana," ujar Kamila pada Setya.

"Baiklah, sayang. Jaga diri kamu baik-baik, ya." Setya menarik hidung bangir Kamila, lalu berjalan cepat mengikuti ayah dan ibunya.

Dan Kamila, hanya bisa mendengkus kesal mendapati kelakuan lelaki yang sebentar lagi, akan menjadi suaminya itu. Meskipun, Kamila tidak begitu yakin, apakah Setya akan menemukan ibu dan ayah kandungnya. 

----

 

Sembari berjalan menuju rumah, Setya dan orang tuanya disambangi oleh beberapa ibu-ibu yang tampaknya akan pergi berbelanja ke warung Bu Itah.

"Eh, Bu Indri, rapi banget, Bu. Habis darimana?" Bu Rima, salah satu dari Ibu-ibu itu, bertanya dengan penuh rasa penasaran pada bu Indri.

"Iya, nih. Tuh Pak Wiguna dan Setya juga rapi banget. Seperti ada acara penting. Tapi, saya lihat, Bu Indri sekeluarga, keluar dari pekarangan rumah Bu Sumi." Bu Sari turut penasaran, dan mencecar bu Indri dengan berbagai pertanyaan, sembari melirik pada kedua temannya yang berjalan beriringan dengan bu Indri.

"Benar, Ibu-Ibu. Saya sekeluarga, baru saja dari rumah Bu Sumi." Bu Indri mulai menjawab satu persatu pertanyaan para tetangganya itu, dengan dihiasi senyuman manis di wajah anggunnya.

"Memangnya, ada perlu apa, toh, Bu?" tanya Bu Desi, yang kini turut menyelidik.

"Kami melamar cucu Buk Sumi--Kamila. Untuk menjadi menantu kami, Ibu-Ibu." Bu Indri menjelaskan pada para warga desa itu, hal apa yang membuatnya datang ke rumah nenek Kamila. 

Dan tentu saja, dibalas dengan kekagetan para ibu-ibu itu, mulut mereka tampak membulat, serta bola mata mereka seperti mau keluar mendengar penuturan bu Indri.

"Wah, beruntung sekali, Kamila itu. Dia kan tak perpendidikan tinggi. Dia juga terlahir dari keluarga miskin. Ayah dan Ibu nya saja, tidak jelas entah dimana. Nasib nya baik sekali bisa mendapatkan suami seperti anak Bu Indri. Apa Ibu tidak malu, punya menantu yang tak jelas asal-usulnya begitu? Lebih baik anak saya, Bu Indri. Cantik, dan jelas asal-usulnya." Bu Rima tampak sedikit kesal, dan memiringkan sedikit mulutnya, mendengar berita yang disampaikan oleh Bu Indri. Karna, bu Rima sendiri berniat mendekatkan anak gadisnya pada Setya.

Beruntung, karna Setya sudah berjalan agak jauh dari para ibu-ibu itu. Jika tidak, maka dia tak akan segan-segan menutup mulut bu Rima, yang sengaja menjelekkan Kamila.

"Yah, tidak apa-apa, toh, Bu Rima. Tidak boleh bicara seperti itu. Yang salah, kan, orang tuanya, bukan Kamila. Kamila itu anak yang baik dan juga sholeha. Dia juga anak yang rajin, serta sangat sopan santun. Wajar saja, jika Bu Indri memilihnya untuk menjadi pendamping Setya. Saya saja, ingin sekali menjadikan Kamila menantu saya. Tapi, sudah keduluan sama Bu Indri. Benarkan, Bu?" Bu Desi tertawa kecil pada Bu Indri, sembari menepis perkataan yang dilontarkan oleh mulut Bu Rima, yang dikenal, memang sedikit tajam itu.

Bu Desi yang memiliki seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Setya, juga merasa, bahwa Kamila layak untuk dijadikan seorang menantu.

"Benar sekali, Bu Desi. Saya tak perduli dengan asal-usulnya. Yang terpenting, Kamila adalah gadis yang sangat baik, serta berbudi luhur. Saya juga sudah mengenalnya sejak kecil. Tak ada alasan saya untuk menolak niat baik Setya, untuk menikahinya." Bu Indri membenarkan kata-kata Bu Desi, seraya tetap tersenyum pada Bu Rima.

"Kalau begitu, saya duluan, ya, ibu-ibu. Saya mau mulai mempersiapkan keperluan untuk pernikahan anak saya," ucap bu Indri, seraya membelok mengarah ke rumahnya. Berpamitan pada para ibu-ibu yang tadi berjalan beriringan dengannya.

"Oh, ya, silahkan, Bu Indri. Kami lanjut jalan ya, mau ke warung Bu Itah. Mari, Bu," ujar bu Desi ramah pada bu Indri, sembari melanjutkan langkahnya menuju ujung desa, tempat dimana Bu Itah berjualan.

Sementara bu Rima, tampak hanya tersenyum palsu pada bu Indri. Sepertinya dia masih kesal, karna Bu Indri secepat ini menikahkan Setya dengan Kamila. Padahal, dia sudah berhayal, ingin menjodohkan Setya dengan anak gadisnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabrina Chaniago
ceritanya bagus dan sangat menarikkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status