Angin berhembus menerbangkan daun-daun di tanah kering itu. Seorang wanita bergaun hitam sepanjang lutut dan bermotif bunga ester, berdiri menatap gundukan tanah berselimut rumput yang terpangkas rapi.
Yolanda bersimpuh di samping pusara tersebut menuangkan air mawar yang ia bawa dan menaburkan kelopak bunga mawar merah dan putih diatasnya. Tangannya terulur mengusap dengan lembut nama yang tertera di sana.
Kardi tersenyum di balik kemudi. Kemudian ia memalingkan wajahnya melirik Kamini yang mencondongkan tubuh menyentuh bahu kirinya.“Ada apa Neng?”“Bapak teh kenapa senyum-senyum sendiri. Awas setres lho, serem ih,” kata Kamini seraya meremas lembut bahu pak Kardi.
Yolanda memandang punggung suaminya yang duduk santai di balkon kamar mereka sembari mengisap rokoknya.Dirandra menoleh, menatap Yolanda yang berjalan mendekatinya. Ia tadi sudah sempat mendapatkan info dari pak Kardi kegiatan Kamini esok hari. Ia berencana mengikuti Kamini ke Bandung.Dirandra
Pandangan mata Dirandra tajam menusuk ke arah Tanti.“Duh, teman dia ya Yah. Ganteng-ganteng pisan. Ini teman yang mana lagi
Yolanda menatap suaminya dengan wajah berlinang air mata dan penuh penyesalan.“Maaf, Sayang.” Yolanda meraih tangan suaminya dan menggenggamnya kencang. Raut wajahnya menunjukkan penyesalan.Dirandra melepas genggaman tangan Yolanda dan menyugar rambutnya seraya menghembuskan nafas b
“Aku menjemput sahabatku, Adyatama Alsaki,” jawab Kamini berusaha tampak ceria.Davka mengerutkan keningnya memandang Dirandra menilainya. Namun ia berusaha tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga Kamini. Tampak baginya adalah Dirandra terlihat mencintai Kamini tetapi gengsi. Untuk apa pria itu di sini bukan? Kebetulan yang tampak tidak masuk akal, karena pasti Kamini akan cerita jika sang suami juga sedang berada di tempat yang sama. Davka tidak buta, ia bisa melihat dari gesture Kamini yang tampak kurang nyaman
Setelah pelepasannya Dirandra tanpa menoleh pada Kamini segera mengeringkan tubuhnya dan meninggalkan sang istri sendirian di dalam kamar mandi yang dingin. Ia juga sudah tidak peduli dengan Kamini yang sudah merosot duduk di lantai shower dengan lemas.Nafsu Angkara murka.Hanya akan menjatuhkanmu dalam kubangan dosa tak bertepi.Hanya kebaikkan saja yang bisa menebusnya.
Untung dalam dering pertama langsung diangkat. “Halo Mas, cepat ke rumah sakit ini Si Teteh melahirkan.”“Jan
Di sinilah Kamini berada menatap putra pertamanya, perawat membolehkannya masuk ke dalam dan memeluk putranya sebentar.Kamini dudu