Share

Mempermalukan

Part 7

Aku menjatuhkan bobot di kursi kemudi, lalu menarik napas dalam-dalam. Aku merasa jalan ini terlalu gelap, bahkan untuk sekedar bernapas pun aku merasa kesulitan. Aura, kasihan sekali kamu, Nak.

Menghidupkan mesin, aku melajukan mobil menuju toko kue langganan. meski seluruh badanku terasa lemas setelah melihat kelakuan Mas Romi secara langsung, tapi aku harus tetap kuat demi Aura.

Di perjalanan, entah bagaimana ceritanya, tapi hampir saja aku menabrak orang yang mau menyebrang. Aku yang terkejut langsung menginjak rem mendadak hingga tubuhku serasa terdorong dengan kencang ke depan.

Buru-buru aku membuka kaca jendela untuk memastikan keadaannya.

Dengan raut wajah yang merah padam. wanita itu mendatangiku dan menghardik tanpa belas kasihan. tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa selain minta maaf dan memberinya beberapa lembar uang untuk mengobati rasa syok yang dia alami. wajar juga dia marah, karena hampir saja aku menabraknya.

"Heh, Mbak!

Kalau bawa mobil hati-hati dong!

Bisa nyetir gak sih!

Saya hampir mati tau gak!"

"Iya, Bu. Maafkan saya, ini salah saya yang tidak fokus.

Ini uang, untuk Ibu," ucapku sambil menyodorkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan. Aku gak mau masalahnya jadi panjang. Ini semua gara-gara Mas Romi.

Setelah masalahnya selesai, aku melanjutkan perjalanan. kali ini aku membawa mobil dengan lebih hati-hati. karena kalau sampai terjadi apa-apa, aku sendiri yang rugi. sedangkan yang diuntungkan itu Mas Romi, dia pasti akan makin semena-mena.

Aku menghentikan laju kendaraan tepat di depan toko. saking seringnya membeli kue di toko ini, sampai-sampai para karyawan sudah hafal denganku. Mereka akan menyambut, menyapa dengan ramah, sambil menanyakan kabar Aura, jika putriku tak ikut serta bersamaku. Mereka bahkan tahu kalau Aura sering sakit-sakitan dan gadis itu akan bahagia jika mendapatkan chese cake kesukaannya.

Kalau boleh dibilang, orang-orang yang tidak kenal dan hanya tahu Aura sekilas saja, justru lebih perhatian dari pada suamiku dan keluarganya.

Mobil sudah terparkir cantik di depan toko. Aku meraih kunci mobil lalu keluar.

"Selamat pagi, Ibu, Mitha," sapa seorang pegawai toko yang sangat menyukai Aura, begitu aku memasuki toko. Entah suka atau cuma kasihan. Yang pasti, dia baik sama Aura.

"Pagi juga, Yani," sahutku membalas senyuman wanita berkulit langsat itu.

"Sedirian aja, Bu? Nngga sama si cantik?" tanyanya.

"Nggak, Yan, kebetulan saya abis ada urusan, jadi Aura gak ikut," timpalku seraya melihat deretan kue-kue yang terpajang.

"Oh, begitu, gimana kabarnya Aura, Bu?"

"Alhamdulillah, insyaAllah baik-baik saja, bantu doa ya. Saya kasihan kalau lihat Aura bolak-balik Rumah sakit terus!" Bukannya aku ingin mengeluh. Namun, aku juga ingin anakku bisa seperti teman-teman sebayanya yang normal.

"Pasti itu, Bu. Saya juga punya keponakan yang usianya 5 tahun. Kalau lihat Aura, saya jadi ingat keponakan saya di desa. Semoga cepat sembuh ya Adek Aura, tidak lagi bolak-balik rumah sakit," ungkapnya.

"Aamiin ya Allah, terima kasih doanya ya."

"Sama-sama, Ibu."

"Seperti biasa ya, bungkus cheese cake," kataku menunjuk bongkahan kue berbalut keju di seluruh permukaannya itu.

"Siap, Bu.

Oh, iya, ada menu baru nih, barangkali Ibu mau coba," tuturnya menawarkan kue bertoping buah kurma.

"Oh ya, apa itu?"

"Ini salah satu menu baru kami yang terbuat dari kurma terbaik, yang biasanya disebut kurma Nabi," serunya bersemangat menerangkan menu baru itu.

"Kelihatannya enak," ujarku menatap cake berwarna coklat itu.

"Pasti itu, Bu, semua kue buatan Laudya cake and pastry, pasti dijamin bikin ketagihan! Soalnya bikinnya juga pakai bahan-bahan premium," sahutnya mengacungkan dua jempol.

"Iya sih, kamu benar. Saya tidak pernah kecewa beli cake di sini. Apalagi menu baru terbuat dari kurma. Rasanya pasti lebih dari enak."

"Benar itu, Bu, rasanya istimewa lho, Bu.

Dalam sekejap saja sudah jadi best seller, selain itu manisnya juga alami," ungkapnya lagi dengan penuh semangat.

"Ya sudah, kalau gitu, bungkus juga yang itu ya."

"Siap, laksanakan!" Gadis berusia 20 tahun itu sigap memasukkan kue berukuran 15 cm yang aku pesan ke dalam box. Sekalian aku juga membelinya buat Bik Asih.

Dalam sekejap, dia sudah selesai dengan pekerjaannya.

"Besok-besok, kalau ke sini ajak Aura ya, Bu. Aku kangen deh sama si manis," tuturnya seraya menyerahkan plastik berisi kue.

Kalau bertemu Aura, pasti dia selalu memanggilnya si manis atau si cantik. Begitu pun teman-temannya yang lain, sampai ownernya saja aku kenal karena saking seringnya membeli kue kesukaan Aura. Di sinilah toko yang jadi andalan jika Aura keluar dari rumah sakit, dia akan kembali semangat kalau mendapatkan hadiah chese cake yang dibeli dari Laudya Cake and Pastry.

Setelah kue aku dapatkan, aku buru-buru pulang. Aura pasti senang.

Sesampainya di depan rumah, aku memarkirkan mobil di garasi, kemudian masuk.  Di dalam, Aura sedang menonton kartun Omar dan Hana yang menjadi film favoritnya. Aku juga suka dengan kartun yang satu ini, isinya pengajaran islami yang dikemas dengan apik hingga mudah dipahami anak-anak.

"Mamaaa!" seru Aura saat menyadari kedatanganku. Gadis itu berlari menghampiriku.

"Tadaaaa .... Mama tepati janji kan?"

"Iya Ma."

"Ini chese cake kesukaaan kamu," ujarku seraya mengacungkan paper bag berisi kue.

Matanya berbinar karena senang.

"Makan ya sama Bik asih, Mama mau ke kamar dulu."

Aura mengangguk, mengiyakan.

"Bi, aku juga bawain buat kue bolu rasa kurma buat Bibi, dimakan ya Bik."

"Iya, Nyonya, terima kasih banyak," sahutnya senang.

"Sama-sama." Aku menyerahkan plastik kue sama Bik Asih agar dia menyiapkannya untuk Aura.

Sementara itu, aku ke kamar untuk menyimpan beberapa perhiasan yang di lempar mertua tadi.

Setelah aku perhatikan, rupanya masih ada yang ketinggalan. setelah dicek dengan teliti. Benar, cincin permata rubynya hilang. Itukan cicin pemberian Ayah, waktu aku ulang tahun ke 17. Ayah juga berpesan, jangan sampai cincin itu hilang. Ish, bikin jengkel aja.

Cepat-cepat aku ke rumah ibu mertua yang jaraknya sekitar 30 menit di perjalanan.

Begitu aku sampai. terlihat banyak mobil terparkir di luar rumah.

Ada acara apa ini?!

Aku masuk dengan langkah mengendap-endap, mengintip dari celah jendela yang terbuka.

Ternyata acara arisan. Rupanya, dia mau memamerkan berlian mahal itu, karena tidak dapat, jadinya ia ambil perhiasanku yang lain.

Hih, dasar halu!

"Ini, baguskaaan," ujarnya memamerkan cincinku yang ia pakai di jari manisnya.

"Mama, kembaliin cincinku!" ucapku lantang di hadapan semua orang, hingga membuatnya mati kutu.

"Enak aja, ini punya Mama!" sergahnya sambil menyimpan jemari di belakang tubuhnya.

"Mama jangan ngaku-ngaku, mana buktinya kalau itu punya Mama?

Ini surat pembeliannya aja ada di aku!"

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status