Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe
"Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad
"Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha
London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber
"Selamat siang, Pak Alva Alexander.” Setelah keterdiaman beberapa menit, wanita itu membuka suara lebih dulu. “Perkenalkan, saya Nadine Arzetta. Sekretaris baru yang akan bekerja mulai hari ini. Mohon bantuan dan bimbingannya.”Zetta mengeryit ketika calon bosnya—Alva, tidak menanggapi sapaannya malah nampak menikmati menyesap kopi di tangannya.Rumor buruk perihal bosnya sudah khatam dia pelajari. Siapa yang tak mengenal Alva Alexander—CEO yang wajahnya hilir mudik di majalah-majalah gosip dan bisnis. Tentang ketampanan, kepintaran dan pengangkatannya menjadi CEO muda menggantikan Papinya. Zetta muak melihat sosoknya yang terlihat begitu sombong, semaunya sendiri dan merasa dirinya adalah pusat dunia.Bahkan, beberapa hari lalu skandalnya mencuat dan menjadi bahan omongan dan incaran paparazi karena dia kedapatan menggoda sekretarisnya sendiri yang sudah bersuami. Itulah asal usul keberadaan Zetta di sini, menggantikan posisi kosong sekretaris. Itupun dia lakukan setelah ada tawaran
"Biar kutebak, pasti dari laki-laki playboy itu!"Zetta yang baru saja keluar dari kamar setelah bersiap untuk hari pertamanya bekerja melihat sahabatnya, Elliana, duduk di sofa sembari memeluk sebuket bunga mawar merah. "Siapa yang kau sebut playboy?" tanyanya balik sembari cemberut."Siapa lagi kalau bukan Alva Alexander," jawabnya seraya memutar bola mata. Berjalan mengarah ke dapur melewati Eliana yang terus menciumi bunga mawar itu dengan mata berbinar. "Bayangkan, sudah berapa banyak wanita yang dia berikan bunga seperti itu!""Yang penting saat ini dia sedang fokus denganku."Zetta berdecak, mengambil sebotol susu dan menuangkannya ke gelas. Kemudian mengambil roti tawar dan mengoleskan selai coklat untuk sarapannya pagi ini. "Jadi, kalian akhirnya bertemu tadi malam?" tanya Zetta seraya duduk di samping Eliana sembari menghabiskan sarapannya."Ya, dia menggodaku. Tentu saja aku menyambut godaannya itu.” Mata Eliana semakin berbinar, seolah begitu terpana oleh pesona Alva. “Te
"Pak, satu jam lagi ada rapat manajemen."Setelah tragedi menendang tumit bosnya, Zetta tetap berusaha bersikap professional. Sebagai seorang sekretaris, sudah sewajibnya dia mengingatkan Alva mengenai jadwal kerja. Dia pun mulai membacakan agenda Alva."Siang nanti ada undangan makan siang dengan perwakilan Ratser Corp., bertemu dengan Ibu Diana Raster.""Diana?"Alva menatap Zetta yang mengangguk. "Iya, Pak. Bapak kenal?" tanya Zetta sok ingin tahu.Alva tersenyum miring, "Dia salah satu wanita paling liar di ranjang yang pernah aku taklukan."Zetta langsung mencelos dan ingin muntah mendengarnya, tapi cepat-cepat dia ganti ekspresinya dengan lebih ceria. "Wah bagus itu Pak, bisa sekalian reunian atau mau saya sewakan hotel sekalian?"Alva menatap tajam dengan tangan mengambil black coffee lalu menyeruput pelan. ‘Sok ganteng!’ Zetta jengah. "Tentu saja tidak. kita hanya makan siang.""Syukurlah kalau hari ini Pak Alva lagi sehat. Pasti tadi malam habis dapat belaian ya, Pak?""Apa
"Berhenti kalian berdua!"Zetta dan Jason berhenti dan berbalik lalu kaget melihat Alva Alexander."Kenapa, Pak? Saya mau pulang."Alva mendekat dan berhenti tepat di depan Jason. Tinggi dan postur tubuh mereka hampir sama."Jadi, kau pacarnya Arzetta seperti yang dikatakan Jeremy?"Zetta tersentak kaget, sementara Jason mengerutkan kening lalu kembali menatap Alva ."Kalau iya memangnya kenapa?"Alva nampak mengamati tautan tangan mereka lalu menggertakkan giginya kesal, membuat Zetta bingung."Aku hanya mau memastikan saja. Kenalkan, Aku Alva Alexander bos—""Yeah, aku tahu. Kau yang ketahuan mesum sama mantan sekretarismu di restoranku."Alva menatap tajam Jason, "Restoranmu?""Ya. Terus maumu apa? Kalau tidak ada kami mau pulang!"Alva berdecak, "Ada satu hal yang mau aku minta dari kalian berdua supaya aku yakin. Dan kalian tidak boleh pulang sebelum melakukannya."Zetta mengerjapkan matanya, "Pak, jangan aneh-aneh deh. Saya capek mau pulang. Besok aja ya dramanya."Zetta kesal sa