Share

Bab 5 – Pertemuan Yang Aneh

A Huang akhirnya masuk ke sebuah butik mewah. Di Distrik A, butik itu adalah butik yang menjual pakaian-pakaian mewah dengan brand terkenal dari seluruh dunia. Bisa dipastikan hanya orang-orang menengah ke atas yang mampu membeli barang-barang di sana.

Wajahnya tercengang, dadanya bergetar hebat ketika melihat baju-baju yang ada di dalam butik. Bukan tercengang karena harga, ataupun merk-merk yang ada pada pakaian-pakaian tersebut. Melainkan tak tahu bagaimana memakai pakaian-pakaian yang terlihat kurang familiar bagi A Huang.

“Permisi Nona, apakah Anda mau mencoba pakaian yang sedang Anda bawa itu?” tanya salah satu gadis penjual yang ada di dalam toko.

“Aku tak tahu cara memakai pakaian ini, kau bisa membantuku?” tanya A Huang tersipu malu.

“Ya, aku bisa membantu Anda. Tapi pakaian yang Anda pegang harganya lebih dari 20,000 yuan, Nona.”

A Huang tak tahu berapa harga sepasang pakaian yang dipegangnya. Dia hanya tahu, dia masih memiliki banyak koin-koin emas yang berada di dalam kantong sutera yang dibawanya.

“Aku tak tahu berapa harga yang kau sebutkan, tapi kurasa yang kubawa mungkin lebih dari cukup untuk membayar pakaian yang ingin kubeli,” jawab A Huang.

Dia mengingat kejadian ketika dia makan di restoran sebelumnya, ketika paman pemilik restoran mengatakan satu keping koin emas yang diberikannya lebih dari cukup untuk membayar dari 5 menu yang dimakannya. Pastinya sekarang pun kepingan koin-koin emas yang dibawanya pun lebih dari cukup untuk membayar pakaian yang hendak dibelinya.

Akhirnya pelayan toko itu membantu A Huang untuk mencoba beberapa pakaian.

Ketika A Huang hendak membayar, pelayan itu dibuatnya terkejut karena dia bukan membayar dengan mata uang yang seharusnya melainkan memberikan satu buah emas batangan yang lebih besar nilainya dari yang diberikannya pada pemilik restoran.

“Aku tak punya mata uang yang kalian sebutkan, aku hanya memiliki ini, kurasa lebih dari cukup, kan?”

A Huang meletakkan emas batangan itu di atas meja kasir, membuat beberapa orang yang ada di dalam toko ternganga lebar.

“Nona, apakah emas ini asli?”

“Tentu saja asli, di tempatku kami semua melakukan transaksi dengan koin emas atau emas batangan seperti yang kau lihat,” jawab A Huang yakin.

Beberapa di antara pengunjung toko menahan tawa, mengira gadis yang berpakaian seperti pada jaman kerajaan kuno itu adalah orang setengah waras. “Sepertinya gadis itu kurang waras,” bisik seorang laki-laki pada gadis yang berdiri di sebelahnya.

“Sepertinya saya harus berdiskui dengan manager toko, karena kami tak tahu harus melakukan apa dengan batangan emas yang kau berikan, apa kau bisa menunggu sebentar?” tanya gadis pelayan toko. Sebenarnya dia ingin mengusir A Huang dari butik.

“Kau ingin mengusirku ya?” tanya A Huang tiba-tiba. Dia bisa membaca apa yang ada pada pikiran orang-orang yang berada di dalam butik itu dengan cepat. A Huang juga tahu mereka menertawakan dirinya dalam hati.

“Ti-tidak Nona, tunggu sebentar,” jawab gadis pelayan tokok dengan wajah yang agak tegang. Dia tak tahu kenapa gadis di depannya bisa dengan tepat menebak apa yang ada di dalam pikirannya saat itu.

Di tempat lain seorang laki-laki sedang masuk ke dalam mall, laki-laki itu sangat tampan dan menawan, membuat semua mata memandang kagum ke arah laki-laki itu.

Dia adalah Yan Zheng Shi, laki-laki terkaya di Distrik A Kota Zhen. Tak ada yang memiliki kekayaan setara dengan dirinya, bahkan Zheng Shi menguasai hampir seluruh  Kota Zhen. Dia adalah penguasa di Kota Zhen, tak ada yang tak mengetahui silsilah keluarga Yan di sana.

Zheng Shi adalah pemilik mall tersebut. Tatapan matanya begitu tajam dan menusuk ketika dia membuka kacamata hitam miliknya. Tubuhnya yang tinggi dengan bahu yang kekar terlihat proporsional terbalut sempurna oleh setelah jas yang dikenakannya.

“Lihat itu Tuan Muda Yan, aku baru kali ini melihatnya dengan jelas. Dia sangat tampan,” ujar seorang gadis yang terpesona dengan penampilan Zheng Shi. Aura dingin terpancar jelas dari wajah Zheng Shi saat itu.

Zheng Shi melangkah dengan angkuh, kemudian menuju ke lantai tiga, lalu berjalan ke arah butik di mana A Huang berada dan sedang berdebat dengan pelayan toko saat itu.

A Huang butuh pakaian yang bisa membuatnya terlihat sama dengan warga kota, dia tak mau setiap dia berjalan, setiap menatapnya seperti orang asing yang setengah gila.

“Dengar, sudah kukatakan emas ini asli!” seru A Huang dengan penuh keyakinan.

“Nona, tapi manager menolak pembayaran selain dengan kartu atau uang cash. Kami tidak bisa menerima batangan emas ini meskipun mungkin saja asli, dan—”

“Kau benar-benar membuatku marah,” ucap A Huang dengan nada datar. Kedua sorot matanya berubah, tak lagi hangat seperti sebelumnya, nada suaranya pun terdengar berat. A Huang berusaha menahan emosinya.

“Maaf, jika tak ada keperluan lain, Anda bisa meninggalkan toko atau aku sarankan ada baiknya Anda menjual emas itu terlebih dahulu menjadi mata uang yang sesuai dengan apa yang kami terima, lalu kembali ke sini dan membayar pakaian ini,” saran gadis pelayan yang mulai acuh tak acuh melayani A Huang.

“Aku tahu dalam pikiranmu, kau beranggapan aku orang tak waras, kan?”

Satu tangan A Huang bergerak cepat mencengkram lengan gadis pelayan toko. Kedua matanya berkilat seakan ingin menelan gadis itu bulat-bulat.

Gadis pelayan toko itu meringis, lengannya terasa nyeri dan berdenyut ketika A Huang menyentuhnya.

“No-Nona, maaf bisa tolong dilepas,” pinta gadis itu.

“Gadis ini gila, sepertinya aku harus memanggil keamanan. Tanganku dibuat sakit, sudah tahu tak punya uang, dia memaksa membayar dengan emas bohongan, dipikirnya sedang mengelabui anak kecil?!” batin gadis itu.

“Aku sudah katakan emas ini bukan emas palsu, di tempatku, kami melakukan pembayaran menggunakan emas. Kalau kau masih berpikiran aku ini gila, aku tak segan memberimu pelajaran. Sudah cukup sepanjang jalan orang-orang menertawakanku dan menganggap aku gila!”

“Ka-kau tahu apa yang kupikirkan?!” ujar gadis pelayan toko dengan kedua mata terbelalak tak percaya.

“Sekarang panggil managermu atau siapa pun atasanmu, aku ingin bicara dengannya, atau aku tak segan membuat patah lenganmu!” bentak A Huang yang sudah mulai habis kesabaran.

Sementara di Negara Langit, dua orang masih terlihat khawatir. A Wei dan Nyonya Muda Lee masih saja mondar-mandir tak tenang memikirkan keadaan A Huang. Karena mereka tak tahu kapan kaisar akan kembali.

“A Wei, sebaiknya kita melihat di bokor emas, ke mana A Huang berada sekarang. Tapi jangan sampai ada yang tahu, jika kita ketahuan sedang mengecek sesuatu dan ada yang melihatnya, sudah dipastikan kita pun akan terkena hukuman.”

“Apa kaisar tak memberitahukan kapan dia akan kembali?” tanya A Wei.

Nyonya Muda Lee hanya menggeleng. Kaisar sangat tertutup, dia pergi hanya ditemani orang kepercayaannya. Bahkan isteri dan para selirnya tak pernah diberi tahu ke mana kepergiannya.

“Kaisar hanya memberitahu jika dia harus ke bumi untuk menagih janji pada seseorang, selebihnya dia tak menceritakan apa pun pada kami. A Wei, lebih baik kita melihat ke bokor emas,” ujar Nyonya Muda seraya menarik tangan A Wei.

A Wei tak berdaya, Nyonya Muda Lee berjalan cepat sambil menarik tangannya dan membuat langkahnya terseret.

Selagi A Huang berdebat sengit dengan gadis pelayan toko, seorang laki-laki muda masuk ke dalam toko. Kedua alisnya bertaut menjadi satu, keningnya mengernyit melihat apa yang sedang dilakukan A Huang dan pelayan toko tersebut.

“Ehem, tak ada yang menyapaku?” tanya laki-laki itu sambil berdehem berusaha mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam toko.

“Tuang Muda Yan?” ujar gadis pelayan toko itu dengan agak terkejut.

A Huang memicingkan kedua matanya pada laki-laki yang sedang berdiri di depan pintu masuk butik, perasaannya masih sangat kesal dan amarah begitu menggebu dalam dirinya. Jika saja ini bukan di bumi, mungkin dia sudah mematahkan kedua tangan gadis pelayan toko yang menurutnya benar-benar sangat menghina dirinya.

“Ada apa ini?” tanya Zheng Shi ketika melihat ada seorang gadis dengan penampilan tak biasa di dalam butik miliknya.

“Siapa kau?” tanya A Huang tanpa ada segan-segannya.

“Aku pemilik mall berarti aku adalah pemilik butik ini. Apa yang kau lakukan dengan karyawanku?” tanya Zheng Shi datar. Sorot matanya lebih tajam dari sebelumnya, tapi A Huang sama sekali tak menganggap hal itu adalah hal yang menakutkan.

Ketika melihat Zheng Shi, dia merasa sangat familiar dengan wajah itu. Seperti pernah melihatnya entah di suatu tempat. Rasanya benar-benar tak asing, tapi di mana dia pernah bertemu dengannya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Amik
bagus,cerita nya mengalir
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status