Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.
Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****
"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.
Bugh!
"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s
"Iya, Nis. Ayo kita pergi ke kamarmu, sebab Papa mau pamit sama suamimu," sahut Papa, sambil menutup pintu kamarnya, kemudian mengajakku kembali ke kamarku.Aku dan Papa pun berjalan menuju kamarku, yang tidak berada jauh dari kamar Papa. Hanya perlu berbelok saja. Kami berdua berjalan berdampingan. Aku berjalan, sambil bergelayut manja di tangan Papa, kepalaku pun aku senderkan ke pundaknya Papa. Perlakuan seperti itulah, yang selalu membuatku nyaman, bila sedang bersama Papa.Aku memang sangat manja kepada Papa. Makanya, Mas Andre selalu bilang, kalau aku adalah seorang anak manja, yang hanya bisa berada di bawah ketiak Papa. Aku hanya memiliki Papa, jadi aku hanya bisa bermanja kepadanya. Andai Mama belum meninggal, mungkin aku juga akan manja kepada Mamaku."Nis, kamu yang baik ya, ladenin suamimu. Ia adalah imammu sekarang," pesan Papa, saat kami menuju kamarku."Iya, Pah, tapi Mas Andrenya saja yang suka n
Mendengar perkataan, Mas Andre dan Papa membuatku kesal dan juga malu. Saking kesalnya, aku pun tidak lagi berkata apapun. Aku tidak ikut berkomentar, dengan apa yang sedang dibahas Papa dan Mas Andre.'Ih lagian salah, Papa juga. Kenapa dia nikahin aku sama manusia dingin dan jutek macam begini? Coba kalau Papa cari orangnya yang lebih seru, mungkin akan asyik menikmati malam pertama tadi. Ini boro-boro berbuat yang asyik-asyik, tapi Mas Andre malah bikin aku naik darah melulu. Bagaimana aku mau punya anak, kalau suaminya saja jutekin aku melulu,' gumamku."Ya sudah, Papa pergi dulu ya! Kalian baik-baik di sini, yang akur-akur ya, biar cepet punya dede bayi." Papa pamit, sambil kembali berpesan tentang keinginannya untuk memiliki cucu."Iya, Pah. Papa nggak usah khawatir, Andre akan menjaga Anisa kok, Pah." Mas Andre menyahut ucapan Papa.Setelah pamit, Papa pergi dari kamar kami. Mas Andre pun, kembali memainkan
"Cantik," lirihnya, ucapan Mas Andre hampir saja tidak terdengar olehku saking pelannya."Apa, Mas, kamu barusan bilang apa?" Aku bertanya kepada Mas Andre, barangkali saja telingaku salah mendengar, dengan apa yang diucapkan oleh suamiku itu."Oh, ng ... nggak kok, aku nggak bilang apa-apa. Kamu salah dengar kali, Nis. Sudah ah, ayo kita turun mumpung masih pagi! Setelah sarapan, nanti sekalian kita jalan-jalan ketaman," ajaknya.Mas Andre pun mengajakku untuk yang kedua kalinya, tapi menurutku ada yang aneh, dengan nada bicaranya. Ia tidak sejutek dan sesinis seperti tadi, malahan kedengarannya terasa lembut di telingaku.Setelah mengajakku, Mas Andre pun duluan melangkah, kemudian aku mengekorinya dari belakang. Namun, setelah berada di luar, ia memintaku untuk menggandeng tangannya. Rasanya aneh banget, dengan permintaannya ini. Biasanya juga ia selalu mengejekku, tapi kali ini Mas Andre malah memintaku, supay
"Sedang ngapain, kamu disini?" tanya Mas Andre. Sepertinya, ia juga mengenali perempuan ini.Perempuan itu bertanya kepada Mas Andre, sambil cipika-cipiki. Mas Andre pun diam saja saat perempuan itu melakukannya. Perempuan itu bahkan tidak merasa risih saat melakukannya, walaupun dengan lawan jenis. Perempuan itu juga memeluk Mas Andre, dengan begitu mesra dan juga manja. Sedangkan Mas Andre sudah seperti patung, yang diam saja saat diapa-apain oleh perempuan itu.'Apakah itu pacarnya ya? Kok si Harimau ini diem saja, mau diapa-apain juga oleh perempuan ini. Bikin keki aku saja nih orang, aku sudah mirip seperti obat nyamuk saja di sini.' Aku, berkata dalam hati menanyai diri sendiri, tentang siapa perempuan ini.'Sebenarnya siapa sih orang itu? Awas saja kamu, Mas, kalau sampai kamu membuat aku kecewa. Aku nggak bakal maafin kamu! Baru juga satu hari kita menikah, kamu sudah belaga, Mas. Apa jangan-jangan, ini memang sifat asli kam
Sebenarnya Sonia ini orangnya cantik, tapi aku merasa tidak sreg saja sama dia. Apalagi saat melihat gayanya yang terlalu agresif kepada suamiku. Sonia bahkan menyangka, kalau aku ini adalah adiknya Mas Andre. Memangnya, wajah dan penampilanku kelihatan seperti anak kecil? Sehingga, aku dianggap adiknya Mas Andre oleh Sonia. Padahal, umurku dan Mas Andre hanya berbeda dua tahun. Bahkan sepertinya umurku sama sonia sepantaran, bisa jadi juga umur Sonia berada di bawahku."I ... ini," Mas Andre menggantung ucapannya, sebab ia keburu disela oleh Sonia."Ya sudahlah, Mas. Kamu nggak perlu menjelaskan siapa dia, sebab itu nggak penting juga buat aku. Aku hanya minta sama kamu, mumpung saat ini kita ketemu. Aku mau, kita membahas masalah kita. Karena waktu itu sempat tertunda, apalagi aku lihat, kalau kamu sepertinya sedang bersantai saat ini. Benar 'kan, Mas, apa yang aku katakan?" Sonia bertanya kepada Mas Andre, sambil bergelayut manj
Daripada aku menjadi brutal dan kemungkinan juga aku bisa mencakar muka Sonia, yang pasti bisa menjadi, memperbaiki aku yang mengalah. Aku akan pergi dari hadapan mereka, daripada aku harus melihat kemesraan mereka berdua. Apalagi, jika harus berbicara dengan mereka, yang mungkin isinya tentang apalah-apalah. Aku lebih baik pergi dan menghindari emosi ini memuncak. Aku pun berdiri dan meminta izin kepada Mas Andre. Aku bilang itu, kalau aku akan pergi ke toilet."Mas, aku mau pergi ke toilet dulu!"
"Maaf mengganggu waktunya, Mbak. Jadi begini, Mbak. Aku cuma mau kasih ucapan selamat sama, Mbak. Soalnya waktu acara pesta pernikahan Mbak kemaren, aku tidak sempet hadir, Mbak. Karena aku pulang kampung dan baru pulang semalam, jadi aku minta maaf ya, Mbak. Aku telat ngasih ucapan selamat nya," ungkap Roni."Oh, kamu mau mengucapkan selamat padaku, terima kasih ya, Roni. Aku kira kamu mau ngomong soal apa? Ya sudah, maaf ya, aku lagi buru-buru nih, Ron. Aku kebelet," sahutku, sambil memegang perutku, berpura-pura sakit perut."Oh iya silahkan, Mbak Mira. Maaf ya, Mbak. Karena aku telah mengganggu, Mbak Mira." Roni meminta maaf kepadaku.Setelah itu, aku pun kembali membuka pintu, kemudian aku segera masuk ke kamarku. Sesampainya di kamar, aku langsung menangis menumpahkan air mata kekesalanku. Aku merasa kecewa kepada pria, yang kini telah bergelar suamiku itu. Aku sangat kecewa, terhadap