Setelah terbuka, baru aku tahu siapa yang dari tadi memanggilku. Rupanya Andre yang melakukannya dan ia belum pergi dari kantor Papa, atau mungkin juga sengaja sedang menungguku. Eh aku kege'eran, hee ..."Ada apa? Kenapa kamu terus memanggilku? Pakai embel-embel anak manja lagi, tau dari mana kamu?" tanyaku kepada Andre."Memang kenyataannya 'kan, kalau kamu itu anak yang manja?" Ia malah bertanya, serta berkata dengan enteng."Ih ... dasar nyebelin! Kamu itu sebenarnya mau apa sih? Apa kamu mau bikin gara-gara sama aku?" tanyaku lagi dengan sedikit emosi.Aku memang tidak suka, jika aku dibilang anak manja oleh orang lain kecuali Papa. Makanya aku tidak mau dijodohkan sama Andre, selain dia jutek mulutnya juga julid seperti itu."Terserah kamu, kalau kamu memang merasa aku telah membuat gara-gara. Dadah anak Papa yang manja," ucap Andre, sambil melajukan mobil dan membunyikan klakson sekeras mungkin. Membuat aku melongo dan dibuat jengkel olehnya."Andre, kamu itu dasar nyebelin!" t
"Kenapa emangnya, Bi?" tanyaku heran."Ya karena makanannya 'kan beracun, otomatis bisa membuat Bibi meninggal dong, Non. Kalaupun nggak sampai meninggal, setidaknya mungkin Bibi sakit. Terus kalian pasti tidak akan Bibi urus makannya," sahut Bi Inah, membuatku tertawa.Asisten rumah tangga Papa yang satu ini memang kocak, ia suka sekali berguyon. Sehingga membuat aku dan Papa sering sekali mentertawakannya."Oh iya ya, ternyata Bibi memang pinter. Lagian jangan sampai makanan yang kita makan mengandung racun dong, Bi. Makanya Bibi harus terus menjaga kesehatan, biar Bibi bisa terus memasak makanan enak untuk kami. Bibi bukan hanya seorang asisten rumah tangga di rumah ini, tapi Bibi sudah Anisa anggap, sebagai pengganti Mama." Aku mengungkapkan isi hatiku kepada Bi Inah, bahwa aku sudah menganggapnya sebagai pengganti Mama yang telah tiada."Ya ampun Non, terima kasih," ucap Bi Inah, sambil memelukku. Iya menangis di pelukanku, aku pun membalas pelukannya kami menangis bersama."Sud
Selesai mencuci muka, aku kembali ke kamar dan ternyata Ratna juga sudah ada di kamarku. Ia duduk di sofa, sambil melihat album foto yang biasa di simpan di laci meja."Hai, Ratna, maaf ya kamu nunggu lama," ucapku"Santai aja, Nisa, seperti sama siapa saja. Memangnya kamu ada apa sih, sampai menyuruhku datang?" Ratna bertanya, tentang maksud dan tujuanku menyuruhnya datang ke rumah Papa."Begini lho, Rat. Tadi saat aku di jalan, setelah ketemuan sama kamu dan Mas Bagas. Aku di telpon sama Papa, supaya aku datang ke kantornya. Aku pun datang dong ke kantor, Papa. Aku kira, ada apa aku di suruh kesana? Rupanya ... Ratna, Papa mau menjodohkanku, dengan orang yang bernama Andre. Andre adalah seorang pemuda, yang merupakan rekan bisnis Papa." Aku menjelaskan, awal mula aku menyuruhnya datang saat ini. Aku berterus terang sama Ratna, kalau aku di mau dijodohkan okeh Papa dengan pria bernama Andre. Supaya Ratna memberikan solusi tentang masalahku ini."Ya terus," ucap Ratna, ia memotong uc
"Anisa, bukanlah uang segitu tidak ada apa-apanya buat kamu? Masa Iya sih, kamu nggak mau modalin calon kekasihmu? Lagian juga ini semua untuk penampilan calon suami kamu, biar lebih pede ketika bertemu dengan Papamu." Ratna mendesaknya, supaya aku memberi uang tersebut.Ia juga memberikan alasan, kalau uang yang ia minta itu untuk menunjang penampilan Bagas. Supaya Bagas tidak minder lagi saat bertemu Papa. Namun tetap saja aku juga mesti tahu, kemana saja uang sebanyak itu."Iya, Ratna, tapi untuk apa saja uang dua puluh juta itu?" Aku bertanya kembali kepada Ratna, tentang fungsi uang dua puluh juta tersebut."Begini ya, Anisa. Bagas itu tidak mempunyai pakaian, serta sepatu yang bagus untuk menunjang penampilannya. Dia juga harus pergi ke salon, supaya kelihatan lebih tampan dan terawat. Jangan sampai Papa kamu melihat Bagas, hanya dengan sebelah mata. Walaupun Bagas bukan orang kaya sepertimu, tetapi jika melihat penampilannya berkelas. Bukankah akan kelihatan berkelas juga nanti
"Iya dong, Nisa. Aku memang ikut seneng, soalnya kamu sudah tidak jomblo lagi, selamat ya sahabatku," ujar Ratna, sambil memelukku"Oh ... begitu, terima kasih ya, Ratna. Kamu emang teman terbaikku," timpalku. Aku pun membalas pelukan Ratna, kami berdua saling berpelukan saling bahagianya."Nis, mana uangnya? Aku mau segera pulang, aku juga akan segera mengabari Bagas. Pasti dia seneng banget, saat mendengar kamu menerima cintanya." Ratna meminta uang untuk merubah penampilan Bagas. Ia pun mengurai pelukan kami."Oh iya, Ratna, sebentar ya." Aku berdiri untuk mengambil dompet, dari tas yang tadi siang aku pakai."Ini, Rat, pakai aja kartu debitku. Soalnya aku nggak punya uang kes sebanyak itu di rumah, jadi harus narik dulu. Saldonya juga kalau gak salah, masih sekitar lima puluh jutaan. Masih ada sisa, dari yang kamu minta." Aku menyerahkan kartu ATMku kepada Ratna."Kenapa kamu nggak pakai kartu kredit saja, Nisa? Kalau pakai debut 'kan, nanti uang tabungan kamu habis." Ratna ber
Setelah Ratna menghilang dari pandangan, aku pun kembali ke dalam rumah. Aku mau makan karena perut sudah berbunyi, minta diisi dari tadi. Semoga saja Ratna amanah, dia tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan.*****Setelah salat Isya, aku tidak keluar kamar lagi Aku menonton televisi di kamar, sambil menunggu mata ngantuk. Aku menonton sinetron kesayanganku, yang sedang viral saat ini, yaitu sinetron ikatan cinta. Pada saat aku sedang asyik menonton film Andin, suara handphone-ku berbunyi. Aku pun segera mengambil benda pipih tersebut, yang berlogo apel digigit. Benda pipih itu tergeletak, di atas meja depan sofa yang sedang aku duduki. Aku juga segera membuka kunci layar, untuk melihat siapa yang menghubungiku. Rupanya notifikasi tadi, chat dari nomer yang tidak aku kenal. Aku penasaran siapa orang ini, lalu segera aku baca chat tersebut.[Assalamualaikum, Anisa. Mungkin kamu heran ya, kenapa ada nomer baru mengirim chat kepadamu. Ini nomerku, Nis, Mas Bagas. Begini, Nisa, Ma
Lama menanti balasan, yang tidak kunjung ada, sampai akhirnya kantuk pun datang. Aku pun mematikan televisi dan naik ke atas spring bed king size milikku. Lampu kamar pun di ganti dengan lampu tidur, serta tidak lupa memakai selimut super tebal, tetapi bahannya tidak panas. *****"Nis, kapan calonmu, akan menemui Papa?" Papa kembali bertanya kepadaku, tentang calon suamiku kapan akan menemuinya. Papa bertanya kepadaku, pada saat kami akan sarapan bersama."Nanti Nisa akan menanyakannya dulu ya, Pah. Kapan waktunya dia bisa menemui Papa," jawabku.Aku menjawab pertanyaan Papa dengan perasaan yang lumayan lega, soalnya aku merasa yakin, kalau Mas Bagas telah siap menemui Papa."Ok, Nisa, Papa tunggu ya," ujar Papa, sambil menyendok nasi."Iya, Pah, pokoknya Papa tenang saja ya. Anisa pasti akan membawa calon suami Anisa ke hadapan Papa," sahutku."Iya, Anisa, Papa akan tetap menunggu kapanpun itu. Ayo kita sarapan dulu," ajak Papa.Setelah itu kami pun makan dengan tenang, selesai maka
[Iya silahkan, Nisa! Kebetulan sekali, Mas juga belum ada kegiatan di kantor.] balasan dari Mas Bagas. Rupanya ia sudah berada di kantor saat ini.'Anak, yang baik," gumamku. Aku pun menganti chat dengan vidio call dan panggilan pun berdering. Mas Bagas pun menerima sambungan vidio dariku, wajah Mas Bagas kini berada di layar handphone milikku. Ternyata betul apa kata dia, kalau kini dia sedang berada di kantor, tepatnya berada di depan meja kerjanya."Ada apa, Nis? Kamu kangen ya sama, Mas?" tanya Mas Bagas, saat vidio kami telah tersambung."Ih ... apaan sih kamu, Mas?" tanyaku. Aku berpura-pura tidak kangen dengannya, padahal sebenarnya aku juga sedang merindukannya.'Kok dia tau saja sih, kalau aku sedang kangen sama dia,' kataku dalam hati."Kamu jangan bohong deh, Nis. Soalnya Mas tau kok ekspresi orang yang sedang kangen," ujarnya.Perkataannya membuat aku tambah malu, aku menjadi salah tingkah, sebab malu dibilang begitu oleh Nas Bagas. Dia juga pasti melihat wajahku langsun