Share

Part 4 Alexei Yevgeny

last update Last Updated: 2023-07-15 08:25:07

"Auuuh! Sakit, Neng!"

Aruna memekik, saat Isma mengikat rambutnya sedikit kencang. Gadis itu memberengut menatap Isma dari pantulan cermin. Sedangkan Isma, hanya cengengesan tanpa dosa. Setelah selesai mengikat rambut Aruna, Isma membantu sang artis menyapukan alat make-up ala kadarnya.

"Sudah cantik. Setidaknya berilah kesan pertama yang bagus, Mbak. Eh, sudah mandi belum, sih?"

Aruna mendelik gemas dan mencubit paha Isma. "Enak saja. Sudah lah, memangnya kamu, pemalas? Tadi sebelum shalat Dhuhur mandi dulu!" jawabnya ketus.

"Ooh, kirain. Tumben shalat!" goda Isma lagi.

"Diam lho, Neng! Aku tuh sebisa mungkin shalat ya, Neng. Sudah, ayo turun!" ajak Aruna sembari menyingkirkan tangan Isma yang masih memegang lipstik.

Isma menatap miris pada lipstik itu dan mengembalikan ke tempat semula. Aruna mengamati penampilannya sekali lagi di depan cermin. Dress selutut menjadi pilihan gadis itu.

"Ck, cantik Mbak. Berilah kesan pertama yang menggoda!" ledek Isma.

Aruna memutar bola mata malas. "Dia itu cuma mau jadi pengawal aku, itu pun karena keinginan Papa. Bukan jadi pacarku, Neng!" sahutnya gemas.

Isma kembali terkekeh sembari berkata lirih, "Belum tahu dia, kalau bodyguardnya lebih ganteng dari barisan mantan."

Setelahnya, Isma menggaruk kepala salah tingkah ketika tatapan maut Aruna tertuju padanya.

*

Seorang pemuda bertubuh tinggi, berkulit putih, dan rambut coklat gelap berdiri menatap foto keluarga. Dia hanya tersenyum samar, ketika Bagaskara menjelaskan, itu adalah foto Aruna kecil bersama keluarga besar Bagaskara.

Langkah Aruna terhenti di anak tangga terakhir. Dia menatap punggung tegap laki-laki yang masih fokus menghadap dinding itu.

Bagaskara tersenyum menyadari kehadiran putrinya. "Oh, itu Aruna, anak saya!" ucapnya bangga.

Laki-laki muda itu membalikkan badan. Dia bertemu pandang dengan Aruna sejenak. Isma menyenggol lengan Aruna yang membuat gadis itu menoleh.

"Kedip, Mbak! Gimana, ganteng kan?" bisik Isma menggoda.

Aruna melirik tajam Isma, lalu mendengus kasar. Selanjutnya, dia mengulurkan tangan pada pemuda itu. Namun, pemuda tersebut hanya melirik sekilas dan mengangguk samar. Tidak berminat membalas uluran tangan Aruna.

"My name is Alexei, did your father say that?" tanya pemuda itu dengan nada dingin.

Aruna mengangguk samar. Dalam hati, dia memaki sikap arogan Alexei. Melihat sikap Alexei yang kaku, runtuh sudah kekaguman Isma pada laki-laki berwajah tampan itu.

"Ganteng-ganteng, songong," cibir Isma lirih.

Alexei langsung meliriknya dan kembali bersikap tidak peduli. Selanjutnya, Aruna sibuk menjelaskan rutinitas yang dia jalani dari pagi sampai malam hari. Yang tentunya akan melibatkan Alexei di setiap kegiatan gadis itu.

Masih dengan sikap tak acuhnya, Alexei mengangguk mengerti. Juga tidak banyak bertanya. Aruna menggembungkan kedua pipi sembari membuang napas. Baru pertama bertemu dengan laki-laki itu, Aruna sudah dibuat gregetan.

Aruna memang sering berinteraksi dengan beberapa bodyguard. Namun, tidak pernah melihat orang sekaku dan sedingin Alexei. Menurut temannya sesama mantan ratu kecantikan dari Russia, Aruna menjadi sedikit tahu tentang karakter orang Russia.

Orang Russia kebanyakan bersikap kaku, tak acuh, dan dingin. Namun, dia akan sangat ramah jika kita ramah padanya. Akan tetapi, apa ini? Sebagai calon "bos" Aruna justru yang berusaha ramah. Sedangkan Alexei tetap bersikap dingin.

Tanpa sadar, Aruna kembali menarik napas kasar. Alexei meliriknya sekilas, kemudian kembali fokus pada kertas di tangannya.

"Okay, I understand!" Suara baritone itu meluncur singkat dari mulut Alexei.

Aruna melirik Isma yang langsung mendekat. Isma duduk di dekat Alexei sembari menyodorkan ballpoint. Diam-diam, Isma memperhatikan Alexei yang membubuhkan beberapa tanda tangan sesuai arahannya.

Arogan, dingin, kaku, untung ganteng dan wangi. Isma sibuk menilai laki-laki di sampingnya itu. Isma berjingkat kaget, ketika Bagaskara menepuk bahunya.

"Eh, Om. Bikin kaget saja!" sungut Isma kemudian berpindah tempat duduk.

"Apa ada yang ditanyakan atau Anda meminta sesuatu?" tanya Aruna menggunakan bahasa Inggris pada Alexei.

Alexei mengernyitkan dahi tidak mengerti. "What's your mean?" tanyanya.

"I mean, you take once a year off day, is that enough?" tanya Aruna hati-hati.

Alexei mengangguk. "Yes, enough!" jawabnya singkat.

Padahal, bukan itu yang diinginkan Aruna. Dia berharap Alexei meminta waktu cuti setiap enam bulan sekali. Atau lebih cepat dari itu. Tentu, Aruna akan senang bukan main. Dengan begitu, dia bisa terbebas dari pria kaku seperti itu.

Aruna memutar otak. Dia berharap kerja sama dengan Alexei tidak berlangsung lama. Namun, bagaimana caranya? Memutuskan kontrak secara sepihak, jelas menyalahi aturan yang telah mereka sepakati. Aruna harus bersikap profesional meskipun tidak menyukai Alexei.

Alexei menggeleng samar melihat kegelisahan di wajah Aruna. "Jangan coba-coba berbuat licik, Nona!" ucapnya dalam hati sembari tersenyum satu sudut sekilas.

Isma kembali goyah. Dengan antusias, gadis itu mengantar Alexei ke kamarnya yang berada di lantai atas. Ruang tidur besar yang terletak bersebrangan dengan kamar Aruna, dipilih Bagaskara sebagai tempat pribadi Alexei. Hal itu dimaksudkan supaya keamanan Aruna lebih terjamin.

"Papa beri dia kamar di depan kamar aku?" protes Aruna sembari melirik lantai atas.

Bagaskara mengangguk. "Iya. Dia kan pengawal kamu, masa mau tidur di samping kamar tamu," jawabnya santai.

Aruna mendengus kasar. Sekali lagi, ayahnya itu membuat keputusan sendiri tanpa bisa dibantah. Aruna mengerucutkan bibir. Gadis itu menghentakkan kaki, lalu meniti anak tangga menuju lantai dua. Dia sempat melirik ke kamar di mana Alexei akan tinggal.

"Hopefully you like this room!" ucap Isma ramah.

Alexei mengangguk. Laki-laki itu meletakkan koper ukuran sedang di sisi tempat tidur. Lalu, dia melangkah mendekati jendela, menyibak pelan tirai. Pemandangan lahan kosong yang luas di samping rumah, mengingatkan Alexei dengan rumahnya di Kota Astrakhan, Russia.

Senyum penuh misteri tersungging di sudut bibir Alexei. "Ya, uzhe zdes' Papa!"(I'm already here, Papa) gumamnya.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
La Bianconera
Nooo, ikutin terus ya. ...
goodnovel comment avatar
Mha Yanti
jangan bilang itu kakanya aruna
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 97 Tembak Dia, Aruna!

    Tangan Aruna gemetar memegang Glock 17 warna hitam itu. Matanya terpejam rapat, tidak berani menatap objek boneka di depan sana. Bagaskara terus menyemangati. "Jangan tegang, Aruna! Fokus. Konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak! Kamu harus bisa tentukan waktu secepat mungkin, sebelum musuh menembakmu!" Aruna menggeleng pelan. Tubuhnya meluruh di depan Bagaskara, mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara berusaha sabar menghadapi sikap lemah Aruna. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Sekali lagi, Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak menyuruhmu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela diri, ketika orang-orang yang benci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang! Papa menyayangi dan melindungimu dari bayi sepenuh cinta, Runa. Lakukan ini untuk Papa! Papa takut, kalau Papa mati, kamu jadi sasaran manusia-manusia pengecut itu!" lanjutnya lagi. Air mata Aruna tiba-tiba ja

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 96 Aruna Diculik

    "Argh!" Aruna terkejut, ketika seseorang memegang bahunya dari belakang. "Kamu bukan Papa. Kalau kamu papaku, kenapa wajahmu berubah?" tanyanya pada Bagaskara. Bagaskara menarik napas pelan. "Ceritanya panjang. Demi keselamatanmu, ikutlah Papa, Nak! Apa kamu nggak kasihan dengan anakmu, Aruna?" tanyanya lirih. Tangan Aruna bergerak mengusap perutnya. Dia berpikir sejenak. Nasibnya benar-benar konyol. Jika terus lari, Bagaskara akan mengejarnya. Letak stasiun metro masih beberapa ratus meter lagi. Berlari dengan perut besar sangat berbahaya. Aruna takut terjadi sesuatu dengan kandungan yang sudah berusia delapan bulan itu. Di tempat lain, Alexei kebingungan mencari istrinya. Berkali-kali dia menghubungi Aruna, tetapi nomornya sudah diblokir wanita itu. Alexei semakin cemas. "Aruna, pochemu ty eto delayesh'? Gde ty?" (Aruna kenapa kamu lakukan ini? Di mana kamu?) teriak Alexei geram bercampur takut. Ditatapnya miris dua bungkus shawarma pesanan Aruna. Lalu, Alexei melangkah cepat

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 95 Kabur

    Alexei tidak suka diragukan. Meskipun cintanya yang besar pada Aruna kembali menghadapi ujian. Tentangan orang tua. Namun, Alexei tidak akan melepas Aruna. Tekad itu sudah tertanam di hati Alexei sejak dia meninggalkan Aruna dulu. Penjara bawah tanah dan tugas ke perbatasan tidak menggoyahkan perasaan Alexei pada Aruna. Tidak pernah Alexei jatuh cinta segila ini. Dulu dia pernah punya kekasih saat masih kuliah. Namun, hubungan itu berakhir, setelah Alexei aktif di dunia militer. "Maafkan aku," lirih Aruna saat melihat perubahan raut wajah Alexei. Alexei mengusap perut Aruna, lalu merangkul posesif bahu wanita itu. "Aku tidak pernah berpikir untuk berpaling. Jangan membuatku marah karena keraguanmu, Milyy!" Aruna mengangguk. Diciumnya bibir Alexei dengan lembut. Lalu, Alexei memposisikan diri di atas Aruna. Selanjutnya, mereka menghabiskan waktu petang berbagi kenikmatan di kamar itu. "Jangan tidur, Alex! Bukannya nanti kita jalan-jalan?" Mata Alexei yang tadi terpejam, langsung

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 94 Dilema

    "Kenapa, Alex? Kalian pasti menyembunyikan sesuatu!" Alexei tidak menjawab. Tatapannya tak terbaca pada Aruna. Alexei tersenyum kecil, lalu mencium jemari tangan Aruna. "Bukan, Milyy. Dia sangat licin dan licik. Sepertinya, tidak puas membunuh Alenadra dan Dita. Dia juga yang merencanakan pembunuhanmu, Milyy!" Mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. "Ap-apa, maksudnya? Aku dan Alenadra diincar orang yang sama?" Tatapan Alexei berubah sendu. Dipeluknya Aruna sembari menyembunyikan genangan air mata. Alexei tidak ingin membuat Aruna syok. Lebih baik Aruna tidak tahu tentang kejahatan Bagaskara. "Jangan takut! Kamu sudah aman. Aku, Elang, dan Julio akan selalu melindungimu." Mendengar nama Julio disebut, Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir, dia setia padamu dan Elang? Dia memberi informasi pada Tuan Ruslanov hingga mereka tahu, aku pergi ke Russia. Kalau nggak ada Gorgory, mungkin aku masih ada di rumah mega

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 93 Penyamaran

    Mata Aruna terpejam erat. Dia takut hanya mimpi. Aroma maskulin itu masuk ke indera penciuman Aruna dengan familiar. "Chto oni s toboy sdelali, Milyy?" Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Bergegas, Alexei memutari bangku taman dan berdiri di depan Aruna. Keduanya saling pandang beberapa saat. Pandangan Alexei turun ke perut besar istrinya. Tanpa bicara apa-apa, Alexei memeluk dan menciumi Aruna, melepas rindu. Di belakang sana, Kinasih tersenyum haru melihat pertemuan itu. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" Aruna emosional sambil menangis. "Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut, saat menatap perut Aruna. Ada rasa bersalah, tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu?" Alexei melepas pelukan dan memindai penampilannya se

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 92 Buronan

    "Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga. Mohon kerja samanya!" "Satu ... dua ... tiga!" Tetap tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi segera naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Kamar di lantai dua rumah megah itu tampak kosong. Satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!" Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan dan pekik kenikmatan terdengar menggelitik telinga. Tok ... tok ... tok! Pintu diketuk dari luar. Namun, mereka tidak menghiraukan ketukan pintu. Atau enggan mendengarnya karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah! Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda aktivitas panas di siang hari yang terik ini berakhir. Suara desahan masih saling bersahutan. Tidak ingin membuang waktu, salah satu polisi memegang handle pint

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status