Share

Part 5 Manusia Kaku

last update Last Updated: 2023-07-15 08:26:38

"Em, kalau begitu, saya permisi dulu!" pamit Isma karena Alexei justru tertarik menatap luar sana.

Alexei mengangguk samar. Itu pun tanpa menoleh. Benar-benar tipikal pria sombong dan dingin. Sambil melangkah keluar dari kamar, Isma menggerutu seperti lebah boyongan.

Aruna menarik napas lelah mendengar dengungan tanpa henti dari mulut mungil Isma. Gadis itu merebahkan tubuh di tempat tidur sembari menatap langit-langit kamar.

"Sungguh, selama dua puluh lima tahun hidupku, baru kali ini aku bertemu makhluk seangkuh Alexei!"

Aruna menoleh sekilas pada Isma yang ikut merebah di sampingnya. "Memangnya dulu waktu kamu umur lima tahun, belum pernah bertemu orang seperti itu, Neng?" tanyanya malas.

Isma berdecak sebal. "Ya, nggak gitu juga kali, Mbak. Tapi benar lho, si Alexei ini benar-benar bodyguard sombong!" sahutnya gemas. Namun, sejurus kemudian, Isma nyengir kecil. "Tapi ganteng, wangi, dan maskulin banget," imbuhnya.

"Yeee, mata kalau lihat cowok bening. Khilaf!" ejek Aruna.

Isma cengengesan. Dia memiringkan badan menghadap Aruna. Gadis itu menatap dalam wajah cantik Aruna yang masih memandangi langit-langit kamar.

"Mbak, apa kamu nggak kangen sama Kak Diego? Bagaimana kalau di Thailand dia kecantol cewek sana?"

Mendengar pertanyaan itu, kening Aruna berkerut. Gadis itu langsung menatap Isma. "Neng, aku dan Diego nggak ada hubungan khusus. Aku kan sudah jelasin waktu itu di TV!" sahutnya kesal.

"Oh, iya, tapi aku nggak percaya saja, sih, Mbak!"

"Hm, terserahlah, Neng!"

Isma mengangguk-angguk. Namun, sikap jahilnya kembali muncul mengingat keberadaan Alexei. Melihat gelagat aneh asistennya, kembali Aruna mengeryit.

"Kamu kok aneh, sih, Neng. Nggak biasanya bahas laki-laki," selidiknya.

"Alexei ganteng, ya, Mbak?" tanya Isma jahil.

Aruna tidak menanggapi. Meskipun dia akui, Alexei adalah pria tampan dan maskulin. Contoh nyata di depan mata. Alexei menegaskan jika Russia memang gudangnya laki-laki berwajah rupawan. Postur tubuhnya jangkung atletis dan berkulit putih bersih. Alexei juga tidak memiliki tatto. Salah satu hal yang tidak disukai Aruna tentang lawan jenis adalah tatto.

Namun, sikap dingin dan kaku Alexei lebih dibenci oleh Aruna. Melebihi rasa tidak sukanya pada tubuh yang dirajah tatto.

Isma mencolek lengan Aruna. "Hm, pasti terbayang wajah si manusia kaku itu, ya, Mbak?" tebaknya asal.

Aruna berdecih lirih. "Iya, terbayang. Aku mikir bagaimana caranya menyingkirkan dia dariku. Aku bingung, Neng. Feeling aku benar kan, mengenai bodyguard? Kamu sih, ikutan menyetujui ide gila Papa," gerutunya kesal.

Gadis itu segera bangkit dari pembaringan. Aruna melangkah cepat menuju ke pintu. Tepat bersamaan, Alexei juga keluar dari kamarnya. Keduanya saling pandang beberapa saat.

Alexei dengan sikap dinginnya berdiri di depan Aruna. "Hari ini aku nggak ada acara apa pun. Jadi, kamu istirahat saja. Nanti waktunya makan malam kami panggil!" ucap Aruna panjang lebar.

"Aku ingin ambil air minum. Bisa tunjukkan tempatnya?" tanya Alexei datar.

Aruna mengangguk. Dia turun ke lantai satu diikuti oleh Alexei. Beberapa ART menatap keduanya sembari berdecak kagum. Dalam benak mereka membenarkan jika Aruna sangat cocok dengan Alexei.

"Here."

Aruna menunjuk dispenser. Lalu, gadis itu membuka kulkas yang berisi khusus makanan dan minuman ringan. Aruna mempersilakan Alexei mengambil apa pun yang dia mau di situ.

"You can eat and drink anything here!" tunjuk Aruna lagi.

Alexei mengamati beberapa kaleng minuman ringan yang berjejer di pintu kulkas. Lalu, dia menatap Aruna dengan kening berkerut. Sejurus kemudian, laki-laki itu mengambil minuman bersoda tersebut.

Pandangan Aruna tertuju pada kaleng minuman di tangan Alexei. "Em, sorry, we do not provide beer. If you..."

"No, no. I don't need beer!" sahut Alexei cepat.

Laki-laki itu kembali meletakkan kaleng minuman tersebut ke tempat semula. Alexei sedikit menunduk, menatap sekilas pada Aruna.

"Thanks you!" ucap Alexei datar kemudian kembali ke kamarnya.

Aruna menatap sebal pada Alexei sampai laki-laki itu menghilang dari pandangan.

*

Rumah besar berlantai dua itu selalu sepi. Seperti biasa, kebanyakan penghuninya hanyalah beberapa ART dan security yang bertugas dengan sistem shift.

Malam ini, Bagaskara tidak pulang ke rumah. Laki-laki tua itu pamit pada Aruna ada keperluan bisnis ke Singapore. Isma juga pulang sejak sore tadi. Alhasil, hanya Aruna dan Alexei yang berada di ruang makan.

Aruna sengaja menunggu Alexei. Gadis cantik itu sibuk dengan handphone di depannya. Dia mendongak ketika tiba-tiba handphone itu sudah berpindah tempat.

Tanpa rasa bersalah dan masih dengan sikap tak acuhnya, Alexei menggeser benda pipih milik Aruna. Selanjutnya, Alexei duduk di depan Aruna dan menatap sekilas gadis itu.

"Apa kebiasaan kamu begitu? Makan dengan bermain ponsel?" tanya Alexei ketika mendapatkan tatapan protes dari Aruna.

Aruna melengos. "Apa Anda tidak punya sopan santun?" balas Aruna sewot.

Alexei menggeleng samar. Laki-laki itu mengaitkan jari-jarinya di atas meja. "Dengar, Nona. Melakukan sesuatu sambil bermain handphone, akan memecah konsentrasimu. Bagaimana kalau misalnya ini di tempat lain? Kamu sibuk bermain handphone dan ada waiters yang menaburkan garam ke makananmu, bahkan racun?" tanyanya datar.

Tawa Aruna pecah mendengar ucapan Alexei yang menurutnya sangat berlebihan. Alexei tidak terpengaruh dengan tawa mengejek gadis itu. Dia justru menatap lekat pada gadis di depannya. Tatapan mata penuh arti.

Aruna menutup bibirnya dengan telapak tangan. Dia benar-benar merasa geli dengan jalan pikiran Alexei.

"Anda terlalu berlebihan. Mana mungkin ada orang seperti itu?" tanya Aruna mengejek.

Alexei tersenyum miring sekilas. "Nama saya Alexei Yevgeny, Nona. Bukan Anda," sahutnya datar. "Oh, ya, kamu jangan terlalu polos akan kebaikan orang di sampingmu, Nona. Saya datang ke sini untuk menjagamu! Tolong hargai usaha saya!" lanjutnya tegas.

Aruna terdiam. Dia menatap manik kebiruan itu sekilas. Alexei langsung membuang pandangan dan mulai menikmati makan malamnya.

"Aku harus melindungi kamu, Aruna Fathiyah," janji Alexei dalam hati.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 97 Ending

    Dor! Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu. "Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar. "Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya. Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya. "Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!"

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 96 Tembak Dia, Aruna....

    Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana. "Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati. Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin j

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 95 Penculikan Aruna

    "Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara. "Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!" Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia. "Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 94 Kabur

    Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama? Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna. "Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau. Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna. "Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Rus

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 93 Penyamaran

    "Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 92 Buronan

    "Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!" "Satu ... dua ... tiga!" Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong. Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!" Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga. Tok ... tok ... tok! Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah! Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status