Share

Part 8 Posesif

last update Last Updated: 2023-08-02 16:38:22

Alexei menyelonong masuk ke kamar Aruna tanpa permisi. Dia tidak memperdulikan tatapan protes dari si pemilik kamar. Alexei tampak mengecek semua jendela. Memastikan jendela telah tertutup rapat.

"Jangan lupa, setiap malam kunci jendela dan pintu kamarmu, Aruna. Kalau ada apa-apa, panggil saya!" ucapnya datar.

"Apa harus seperti ini, di dalam rumah juga?" tanya Aruna.

Alexei menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Dia tidak menyukai orang yang terlalu banyak protes. Keselamatan Aruna bukan hanya sekadar tanggung jawab demi uang. Namun, juga tentang janjinya.

"Apa kamu tidak bisa bersikap waspada, Aruna?"

"Tapi kamu berlebihan, Alex. Ini rumahku. Aku mengenal setiap jengkal rumah ini beserta isinya. Kenapa kamu berlebihan begini?" protes Aruna dengan suara bergetar.

Alexei menarik napas panjang. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap dalam manik hitam milik Aruna. Aruna mendongakkan dagu, menantang tatapan laki-laki itu.

"Tolong kerjasamanya, Nona Aruna. Menurut apa kata saya. Mungkin menurut Anda, apa yang saya lakukan berlebihan dan menyiksa Anda. Tapi ketahuilah, Nona. Keselamatan gadis-gadis seperti Anda adalah tanggung jawab kami. Tapi kami tidak bisa melindungi kalian, dua puluh empat jam. Jadi, tolong kerjasamanya," ucap Alexei dengan nada pelan.

Aruna tertegun. Kata-kata laki-laki itu begitu sarat permohonan. Aruna bisa melihat ada luka mendalam di manik kebiruan itu. Alexei memalingkan pandangan dari Aruna, lalu mengerjap berkali-kali.

Kedua mata Alexei berkabut. Aruna mengingatkan dirinya pada Alenadra. Sama-sama keras kepala dan suka protes, tetapi sangat ceroboh. Alexei benci hal itu.

"Alex..." panggil Aruna lirih.

Alexei meliriknya sekilas, kemudian kembali berpaling. "Selamat malam, Aruna!" ucapnya kemudian beranjak keluar kamar.

Aruna mematung menatap kepergian Alexei. Gadis itu kemudian bergerak ke pintu dan menutup pintu kayu itu. Dia juga menguncinya, sesuai arahan Alexei.

Di kamarnya...

Alexei meringis menahan perih ketika kapas beralkohol itu menyentuh luka kecil di pahanya. Beruntung, dia mengenakan celana jeans. Jadi, lukanya tidak terlalu dalam.

Alexei melemparkan celana jeans yang terkena noda darah itu ke keranjang pakaian kotor. Namun, beberapa detik kemudian dia kembali mengambil celana itu. Alexei mengambil sebuah benda dari saku celana jeans-nya.

*

Alexei tetap pada sikap tegasnya. Dia melarang sopir pribadi Aruna menggunakan mobil yang biasa digunakan. Meskipun diwarnai debat dan protes, Alexei tetap bergeming.

Dia membuka pintu mobil untuk Aruna yang masih memberengut. Di samping Aruna, Isma tidak kalah heran dengan sikap Alexei. Selama hampir satu tahun ini Aruna selalu menggunakan mobil itu untuk beraktivitas. Aman-aman saja.

Tetapi semenjak kedatangan Alexei, selalu saja ada larangan tidak masuk akal dari laki-laki itu. Seperti biasa, Pak Sopir memilih mengalah. Dia menebak, Alexei punya alasan kuat melakukan hal itu.

"Minta bengkel mengambil mobilmu, Aruna!" ucap Alexei dari depan tanpa menoleh.

Aruna langsung mendongak. "Mobilku baik-baik saja. Kemarin Pak Amir bawa pergi kan, Pak?" tanya Aruna pada Pak Amir yang fokus mengemudi.

Laki-laki paruh baya itu mengangguk membenarkan. Namun, kembali Alexei meminta hal yang sama. Hal tersebut tidak lagi bisa dibantah oleh Aruna.

Tatapan mata Alexei tertuju ke luar jendela kaca mobil. Jalanan yang mereka lewati memang berbelok dan naik turun. Alexei menjadi paham mengapa penyusup itu merusak rem mobil Aruna.

Alexei juga semakin yakin jika penyusup tersebut tahu betul jadwal Aruna. Laki-laki itu sedikit menoleh pada Isma yang duduk di jok belakang sopir.

"Isma, mulai sekarang, beritahu saya lebih awal semua schedule yang melibatkan Aruna!" pintanya tegas.

Isma menatap sebentar pada Aruna yang hanya mengangguk menyetujui. Selanjutnya, Alexei melirik Pak Sopir yang masih fokus mengemudi. Dalam perjalanan itu, Alexei juga bertanya beberapa hal pada Pak Sopir.

"Ya dolzhen nayti etogo cheloveka," (Aku harus menemukan orang itu) ucap Alexei dalam hati. Dia semakin yakin akan kecurigaannya.

*

Sebagai "bos" Aruna yang harus menuruti segala aturan anak buahnya. Gadis itu pasrah dan malas berdebat terus dengan Alexei. Karena dia tahu, apa yang dikatakan Alexei adalah bentuk perintah yang tidak terbantahkan.

Aruna pasrah menerima nasib yang mengharuskan bertemu dengan bodyguard kaku seperti itu. Kini dia sudah terbiasa dengan sikap Alexei yang posesif. Tidak hanya Aruna yang dibuat kesal. Para wartawan juga semakin sulit untuk mendekati sang artis.

"I'm just doing my job to protect her!" Begitu jawaban Alexei ketika manager Aruna menegurnya.

"Lagian kamu sih, Run. Kalau perlu bodyguard kenapa nggak bilang ke kita saja, sih? Pakai acara ambil dari agensi luar. Kayak di Indonesia nggak ada pengawal yang bagus. Tinggal pilih!" cibir Ery, manager Aruna.

"Itu bukan kemauan aku, Mas. Papa yang mengurus semua. Kayak nggak tahu sifat Papa saja," balas Aruna kesal.

Ery mengangguk mengerti. "Ya sudah. Selama Alex bersikap profesional, nggak apa-apa. Dia hanya niat melindungi kamu. Ya, meskipun aku lihatnya seperti melindungi pacar!" ledeknya jahil.

"Huuf, bisa mati konyol aku punya pacar seperti Alexei. Kaku dan seenaknya sendiri!"

Aruna melengos ketika bertemu pandang dengan orang yang tengah dibicarakan. Beberapa meter dari tempat duduknya, Alexei dengan sikap tak acuhnya tersenyum satu sudut.

Semakin sore, acara jumpa fans itu semakin ramai. Dengan sabar, Aruna melayani foto bersama. Selain Alexei, ada beberapa pihak keamanan yang siaga di situ.

"Mbak Runa, sekali lagi."

"Minta tanda tangan di sini, dong!"

Aruna cukup kewalahan menghadapi permintaan ratusan fans yang mengantri. Bahkan banyak yang berkerumun. Di sampingnya, Alexei sigap melindungi gadis itu dibantu pihak keamanan yang disediakan panitia.

Tidak semua fans mendapatkan tanda tangan atau bisa berfoto bersama. Alexei menahan napas dengan geram, ketika pandangan beberapa fans laki-laki justru tertuju pada tubuh molek Aruna. Saat itu, Aruna mengenakan blouse dengan kancing rendah di bagian dada.

Alexei menyingkirkan lengan seorang fans yang melewati dada Aruna. Rupanya, fans itu ingin memanfaatkan momen foto berdua.

Setelah acara selesai, tanpa ragu, Alexei melepas jasnya dan memakaikan ke tubuh Aruna. Hal itu jelas membuat Aruna kaget sekaligus menatapnya protes. Seperti biasa, Alexei memilih bersikap tak acuh.

"Kamu membuatku malu, Alex! Apa kamu mengira aku anak kecil yang kedinginan?" tanya Aruna sewot ketika sampai di rumah.

Gadis itu melemparkan tasnya begitu saja ke sofa. Aruna juga melempar jas milik Alexei. Alexei mengambil jas yang tersampir di lengan sofa. Isma segera mengambil tas milik Aruna dan membawanya ke kamar. Di ruang keluarga lantai atas itu, Aruna masih melanjutkan ocehannya.

Alexei menatap wajah yang cemberut itu. "Kamu terlalu sibuk menuruti keinginan mereka semua, Aruna. Tapi kamu tidak menyadari, berapa pasang mata dan tangan yang memanfaatkan momen itu?" tanyanya datar.

"Apa maksud kamu? Mereka hanya fans, Alex. Mereka nggak mungkin macam-macam!" sergah Aruna membela diri.

Gadis itu menatap pada Isma yang mengisyaratkan untuk pamit. Alexei dan Aruna sama-sama mengangguk samar.

"Sudah, Mbak. Nggak capek apa, berantem terus? Daaah, Mbak, bye-bye Alex!" ucap Isma sambil nyengir, lalu menuruni anak tangga.

Aruna mendengus. Sepeninggal Isma, Alexei juga beranjak ke kamarnya. Aruna tidak tinggal diam. Gadis itu mengekor di belakangnya sembari mengeluarkan kata-kata melampiaskan kekesalan.

Alexei membalikkan badan tepat di depan Aruna dan menatap tajam gadis itu. "Apa kamu senang bagian tubuh tertentu kamu dilihat mata-mata lapar dan disentuh tangan jahil, Aruna?" tanyanya sinis.

"Jaga bicaramu, Alexei!" sentak Aruna geram. "Jangan-jangan kamu yang cari kesempatan ingin megang-megang aku!" lanjutnya mencibir.

Alexei merasa tertantang. Laki-laki itu mendorong tubuh Aruna sehingga bersandar di dinding. Alexei meluruskan kedua lengan di kedua sisi tubuh Aruna. Tatapan mata laki-laki itu menghujam dalam ke wajah Aruna yang ketakutan.

"Al-Alex, what are you doing?" tanya Aruna lirih.

Alexei tersenyum miring dan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna. Napas hangat dengan aroma papermint itu menyapu wajah Aruna yang seketika berubah pucat.

Tanpa sadar, Aruna memejamkan mata antara takut dan pasrah.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 97 Ending

    Dor! Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu. "Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar. "Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya. Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya. "Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!"

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 96 Tembak Dia, Aruna....

    Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana. "Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati. Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin j

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 95 Penculikan Aruna

    "Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara. "Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!" Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia. "Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 94 Kabur

    Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama? Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna. "Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau. Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna. "Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Rus

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 93 Penyamaran

    "Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters

  • KEKASIHKU BUKAN BODYGUARD BIASA    Part 92 Buronan

    "Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!" "Satu ... dua ... tiga!" Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong. Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!" Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga. Tok ... tok ... tok! Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah! Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status