"Simpan saja maafmu Audrey ... semoga dengan seperti ini kau bisa berubah," gumam Natalie lirih.Sebenarnya Natalie tidak tega melihat putrinya seperti ini. Tapi, semua ini harus dia lakukan demi kebaikannya."Kenapa kamu membiarkan Putri kita pergi Ma? Kasihani dia," ujar Naratama memprotes."Hanya dengan cara ini Putri kita bisa berubah, kamu jangan coba-coba menolongnya." tegas Natalie menatap suaminya.Naratama menggeleng kepalanya, ia tidak tega melihat putrinya harus pergi dari rumahnya sendiri. 'Maafkan Papa Audrey ... Papa tidak berdaya Nak,' batin Naratama menatap punggung putrinya yang semakin menjauh darinya."Kamu kenapa Pah? Inilah hasil dari kebodohanmu, apa kau tahu gara-gara kamu kehormatan Keluarga ini, dan Putri kita jadi korbannya." Natalie menyalahkan Naratama. Namun, Naratama sama sekali tidak memprotes istrinya lagi. Lantaran, yang di katakan Natalie memanglah benar kalau dirinya bersalah dalam hal ini.Sedangkan
"Aku bahagia seperti kau saat ini istriku," Danu mengecup kening Radisha, tiada kabar yang paling membahagiakan baginya selain kabar kehamilan istrinya, sudah sejak lama sekali menantikan kehadiran bayi dalam kandungan Radisha."Bisakah kita pulang?" pinta Radisha terhadap Danu."Jangan dong, wanita hamil sepertimu harus jaga kondisi kesehatan, apalagi kehamilan kamu ini rentan." larang Danu, ia tidak membiarkan istrinya pulang ke rumah sebelum memastikan kalau dia baik-baik saja."Aaaaa... pokoknya aku mau pulang, aku sudah tidak betah berada di sini Suamiku, plish." rengek Radisha tetap bersikukuh ingin pulang ke rumah.Danu kelabakan saat istrinya merengek ingin pulang ke rumahnya, sedangkan di sisi lain Danu sangat mengkhawatirkan kondisinya saat ini."Baiklah, kalau kau ingin pulang saja. Aku akan mencoba bertanya pada Dokter, semoga Dokter mengizinkan kamu untuk pulang ya," bujuknya agar Radisha bersikap tenang."Ya sudah c
“Radisha,” panggil perempuan paruh baya yang sedang memetik pucuk teh dari pohonnya.Radisha menolehkan kepalanya, lantas menghampiri orang yang memanggil namanya. “Iya Bude ada apa?”“Kamu harus pulang secepatnya Nak, Ayahmu—.” Perempuan itu bingung harus memulai dari mana, ia kembali menelan ucapannya.Namun, Radisha terlihat sumeringah dalam benaknya sang ayah telah kembali dari ibu kota, dan membawa oleh-oleh yang banyak. “Ayah pulang ya Bude?” tanyanya dengan tawa riang.“Ya, Ayahmu sudah pulang,” ucap perempuan itu menyampaikan. Namun, ada raut kesedihan yang terselip di wajah perempuan paruh baya itu.Dengan gerak cepat Radisha berlari di jalanan aspal sepanjang perkebunan teh itu. Ingin rasanya ia cepat sampai ke rumahnya.Sesampainya di halaman rumah, Radisha terbingung lantaran banyaknya orang-orang di sana, juga bendera kuning terlihat menghiasi pelataran halaman rumahnya itu.Langkah demi langkah, ia mengayunkan kakinya dengan gemetar. Suara tangis memecah ketenangannya.“
Radisha mempercepat langkahnya, hingga tiba sampai rumah 5 menit lebih cepat dari biasanya.Namun, dia begitu terkejut begitu melihat dua anak buah juragan terkaya di kampungnya terlihat di depan rumah sambil berbisik-bisik."Ada apa ini?" batin Radisha panik.Dia pun buru-buru masuk ke dalam rumah untuk memastikan pada Ibunya tentang apa yang terjadi. Bahkan, gadis yang biasanya sopan itu, tak menyapa sama sekali "anak buah sang juragan".“Ibu,” panggil Radisha melihat ibunya sedang menangis di ruangan keluarga sambil menatap pada selembar kertas.“Ibu kenapa, Buk?” Radisha mengulang kalimatnya.Namun, Prasasti sepertinya tidak menyadari keberadaan Radisha. Dia masih saja menangis sambil bergumam. “Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak ini, Mas?” gumam Prasasti lirih.“Uang?” Perlahan Radisha menghampiri ibunya, dan duduk di sampingnya. “Uang untuk apa Buk?”Prasasti mendongakkan kepalanya menatap pada sang putri, ia buru-buru menyembunyikan kertas tagihan itu dari Radisha.“Radis
“Ju-Juragan?” ucap Radisha terbata-bata. Ia tahu sekarang, bahwa keselamatan dia dan ibunya sedang terancam. “Mau apa Juragan datang kemari?” tanya Radisha memberanikan diri. Raut wajah ketakutan terlihat sangat jelas dari aura wajah gadis desa itu. Sementara juragan Komar menatapnya dengan teliti dari bawah hingga ke atas, sambil menyeringai menyesap cerutu di tangannya. “Mau ke mana Dek Radisha manis? Jangan coba-coba pergi dari kampung ini ya! Jangan sekali-kali menghindar dari pernikahan kita!” ujar Komar menatap gadis cantik yang kini berdiri di hadapannya. Mata Radisha membulat sempurna, setelah mendengar penuturan dari Komar, bulu kuduknya berdiri seperti sedang menyaksikan hantu. “Me-menikah?” Radisha sangat gugup dan ketakutan setelah mendengar ucapan juragan Komar yang terkenal sadis dan bengis. “Iya sayang ... sebentar lagi kita akan menikah!” balas Komar menyeringai.DEG.Sementara dua orang berkepala plontos dan yang satunya berambut gondrong tertawa terbahak-baha
Tifany bergidik merasa jijik ketika dirinya dipeluk oleh Radisha, gadis udik yang baru saja datang dari desa.Namun, Radisha tidak sadar. Dia masih tersenyum lebar. “Eh-iya maaf Mbak, saking senangnya saya bisa bertemu Mbak!” “Kamu serius yang lamar jadi Asisten saya?”“Iya Mbak serius! Mbak tidak percaya?” tanya Radisha, dan meyakinkan.Tifany menggeleng kepalanya, dan meminta Radisha untuk cepat masuk rumahnya. “Aduh ... kenapa aku harus dapat Asisten yang bentukannya kayak begini,” gumamnya sambil melangkah masuk.“Eh-iya siapa yang datang Nak?” Stevani bertanya pada putrinya, dan menyapa Radisha. “Kamu siapa?” tanyanya ramah.“Sa-,” belum sempat Radisha membuka mulutnya, untuk memperkenalkan dirinya. Tifany menyela ucapannya.“Dia ini Asisten baruku Mom’s ... pesan yang cantik, eh yang datang bentukannya kayak begini!” remeh Tifany, memandang Radisha sebelah mata.Meskipun perkataan Tifany sangat menyakitkan, tetapi Radisha berusaha tidak mengambil hati atas ucapan bos besarnya
Sejak semalam Tifany tidak bisa tidur dengan nyenyak. Lantaran tidak berhenti memikirkan perjodohan antara dirinya dengan pria bernama Kamandanu, pria itu adalah putra dari rekan bisnis papanya.Pagi sekali Tifany bersiap-siap akan melakukan shooting seperti yang dilakukannya tiap hari, begitu pun dengan Radisha telah bersiap dengan segala barang yang diperlukan oleh bosnya."Kamu sudah siap, kan?" Tifany bertanya pada Radisha meski malas."Saya sudah siap, Nona!" Radisha mengangguk."Ya sudah, cepat kamu masukkan barang-barang saya ke mobil," perintahnya pada Radisha.Radisha pun menyanggupi perintah dari Tifany, ia segera memasukkan tas berukuran besar, serta alat-alat make up lainnya ke bagasi mobil.Radisha rela melakukan apa pun demi membantu keuangan ibunya di kampung halaman, jika ia sudah mendapatkan uang lebih ingin membawa ibunya tinggal di kota.Beberapa menit kemudian, Tifany bergerak menghampiri Radisha yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Ayo kita berang
Tatapan menyelidik Danu menyadarkan Radisha akan kesalahannya.Tidak mau penyamarannya terbongkar, Radisha pun buru-buru mengalihkan percakapan, "Sudah jangan dibahas, lupakan saja perkataan saya yang tadi!" "Oke baiklah! Jika kau tidak mau membahas, saya juga tidak mempermasalahkannya!" balas Danu tidak melanjutkan.'Huh ... hampir saja!' batin Radisha menghela nafasnya."Kenapa kau menghela nafas? Apa kau memiliki riwayat asma?" Radisha berusaha menahan diri, untuk tidak tersinggung dengan ucapan Danu.'Sabar-sabar Radisha, kau jangan terpancing emosi oleh Pria ini,' ucapnya dalam hati, dan memijat kepalanya yang tidak terasa pusing.Radisha mengerucutkan bibirnya, dan menatap tajam pada Danu."Owh ... santai Nona, kau jangan marah. Saya hanya bercanda!" ujar Danu membujuk Radisha agar tidak marah lagi.'Huh ... dasar Orang kaya, mana ada bercanda mengatai Orang lain punya riwayat asma!' gerutunya dalam hati.Perlahan Danu bangkit dari tempat duduknya, dan melambaikan tangannya me