Penjahat makin garang. Mereka menyerang dan mengobrak-abrik kawasan perbelanjaan dan sekitarnya. Orang-orang makin ketakutan dan berlarian. Para polisi kewalahan dan terpuruk. Tak ada yang bisa menghentikan mereka. Sebagian orang nekat melawan, namun mereka dihajar dan terhempas tak berdaya. Yang lain pun kian ketakutan dan berlarian. Panggilan permintaan superhero datang dari aplikasi. Tertera pada layar monitor di ruang kontrol. "Banyak sekali panggilan!" terang salah seorang staf yang mengawasi. Dina hanya bisa menghela nafas. Begitu juga denganku dan bos. "Ada peristiwa lain," ujar pegawai menunjukkan layar pada bagian lain perkotaan. "Itu kantor polisi?!" tanya Dina. "Yah," jawab staf. Terlihat di layar, para perusuh lain menyerang kantor polisi. Para aparat yang berjaga berusaha menghalau merek. Namun berhasil dikalahkan dan terlempar jauh. Pasukan yang berjaga pun menembaki para perusuh itu. Namun hujan peluru tak mampu menembus tubuh mereka. Yah, mereka b
Monitor kami terhadap kelompok Kerbau Merah belum juga membuahkan hasil. Beberapa layar petunjuk belum bisa mencari keberadaan mereka ataupun teman-teman yang diculik. Tiba-tiba salah seorang staf berkata, "Apakah mereka kelompok Kerbau Merah?!" Kami lihat di layar. Hal mengejutkan terjadi. Terjadi penyerangan ke sebuah pusat perbelanjaan. Beberapa orang berpakaian serba hitam pelakunya. Mata mereka merah menyala. "Itu mereka!" kesahku. "Kenapa mereka menyerang pusat perbelanjaan?!" gumam Dina, "Hendak merampok?" "Aku harus menghadapi mereka!" kataku geram. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Terlalu berbahaya!" "Dari mereka bisa kucari tahu dimana teman-teman!" kukuhku. "Kamu satu-satunya superhero yang tersisa!" jawab Dina, "Mungkin ini untuk memancingmu ke sana!" Aku menghela nafas dalam. "Lalu kita harus diam saja?" kesahku. "Sepertinya polisi berdatangan!" ungkap salah seorang staf. Kami lihat di layar. Beberapa mobil polisi memang terlihat berdatangan ke lokasi.
Kami pun beristirahat malam itu. Kumasuki kamar tanpa Tirtasari. Hanya ada dua istri, si kembar Chantrea dan Chanthou. Anginia dan Cahayani yang kemarin turut masuk ke kamar pun juga menghilang. Huf, perasaan galau menyesaki dada ini. Bagaimana keadaan para kekasihku itu?! Juga para sahabatku?! Semoga mereka baik-baik saja! Kelompok Kerbau Merah ini memang kian misterius dan susah ditebak! Bagaimana mereka bisa mengalahkan dan menculik teman-teman?! Segala usahaku sia-sia. Program dalam laptop itu juga membingungkanku. Kenapa target mereka berubah-ubah?! Dan selalu beraksi di saat aku tak berada di lokasi! Chantrea dan Chanthou menangkap kegelisahanku di tempat tidur. Mereka memeluk dan membelaiku mesra. "Jangan khawatir," hibur Chantrea mengusap kepala dan menciumi pipiku, "Kita pasti bisa melewati semua ini." "Yah," dukung Chanthou di sisi lainku, "Kami percaya padamu! Kita pasti bisa mengalahkan mereka!" Aku tersenyum dan membelai keduanya, "Semoga saja!" balasku
Kutelusuri terus jalanan yang mungkin dilalui para penculik itu. Entah jalan yang benar atau bukan. "Masih belum ada petunjuk?" tanyaku pada Dina di kantor. "Belum Kris," jawab sekertaris itu, "kami masih mencoba!" Sial! Kucoba untuk menelusuri dan menghubungi Tirtasari serta High Quality Man. Namun hasil tetap nihil. Hingga akhirnya Dina menghubungiku, "Terlihat dari sebuah kamera cctv Kris! Mereka ke arah timur. Lewat jalan alternatif keluar kota." "Oke!" balasku. "Sempat terlihat di sana!" imbuhnya. "Baiklah! Aku akan ke sana!" Kupacu Motokris untuk menuju arah itu. Sedikit mencari jalan untuk memotong dan mengarah ke sana. Akhirnya setelah melewati beberapa lintasan, aku dapat menuju lajur yang dimaksud. Namun kemana tujuan mereka sebenarnya belum diketahui! "Ada petunjuk lagi?!" tanyaku pada Dina. "Belum Kris! Hanya terlihat melewati jalan itu. Kemungkinan ke arah luar kota!" "Komandan bilang akan mengerahkan polisi menyisir daerah itu," sambungnya. "Ba
"Ada apa?" tanya Anginia dan Cahayani. "Kantor diserang!" jawabku cemas. "Astaga, kita harus bagaimana?" balas Anginia. "Kita harus ke sana!" sahut Cahayani, "Hadapi penyerangnya!" "Jangan," cegahku, "Terlalu berbahaya! Sebaiknya kalian di sini! Aku yang akan ke sana!" "Kami akan membantumu, Kris!" jawab Cahayani. "Terlalu beresiko! Kalian masuk ke dalam daftar!" Mereka berdua menghela nafas bingung. "Berhati-hati dan tetap bersiaga!" pintaku, "Aku yang akan ke sana!" "Baiklah, Kris!" jawab Anginia. "Hubungi aku jika terjadi sesuatu!" perintahku. "Baiklah!" jawab Anginia dan Cahayani. Aku pun segera memacu Motokris. Meluncur menuju ke kantor. "Bagaimana situasi di situ?" tanyaku pada Tirtasari lewat alat komunikasi. "Mereka datang!" jawabnya dengan nada tempur. "Siapa mereka?!" "Sepertinya orang-orang Kerbau Merah! Memakai pakaian serba hitam!" "Bertahanlah! Aku meluncur ke sana!" "Oke, Kris! Mereka datang! Kami hadapi!" Terdengar suara pertarunga
"Yah, sepertinya aku juga pernah lihat," imbuhku memperhatikan layar. "Astaga, mereka kembali?!" sambungku. "Teman-temanmu kan, mereka Kris?!" tanya Anginia. "Yah," jawabku menghela nafas, "kenapa mereka muncul kembali?!" "Karena superhero tak ada yang online!" timpal Cahayani. Terlihat di layar, teman-teman lamaku, Harimau jalanan, juga si Kuda jalanan sedang menghadapi para penjahat. Kukira mereka sudah menyingkir dan tidak akan muncul lagi! Dimana satu, lagi? Dara! Superhero burung merpati itu?! Di bagian kota lain, tertangkap dalam layar. Wanita menawan itu sedang melawan beberapa orang. Yah, dialah Dara! Benar-benar muncul tiga temanku itu. Mantan superhero jalanan yang telah berjanji akan menyingkir dan tidak muncul lagi. "Dan mereka pun juga jadi target Kelompok Kerbau Merah," gumamku. "Bisa jadi," balas Anginia dan Cahayani. Kami ikuti sepak terjang mereka. Setelah mengalahkan beberapa penjahat, mereka terus melesat pergi. Seperti dulu, mereka menghi