Kuranji

Kuranji

Oleh:  Lathifah Nur  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
24Bab
955Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kuranji tumbuh besar di Perguruan Pedang Emas yang tersohor, tetapi diperlakukan tidak manusiawi oleh saudara-saudara seperguruannya. Dia diperlakukan layaknya pesuruh dan siksa hingga sekarat dengan tulang-tulang yang patah dan mata dalam kondisi buta, kemudian di buang ke gua angker. Lima tahun kemudian, Kuranji kembali dengan Runduih Ameh yang tak tertandingi—sebuah pusaka misterius yang diburu dan diperebutkan oleh para pendekar di dunia persilatan. Disclaimer: Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa sejarah, itu hanya sebuah kebetulan, bukan unsur kesengajaan.

Lihat lebih banyak
Kuranji Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Lathifah Nur
Hi, Sobat readers! Gimana liburan lebarannya? Menyenangkan pastinya ya. Meski rada telat, dengan kerendahan hati, Iffah mengucapkan mohon maaf lahir dan batin kepada sobat readers semua. Semoga kalian sehat selalu dan terhibur dengan karya perdana Iffah yang bertema pendekar. Mohon dukungannya ya ...
2024-04-13 22:35:21
1
user avatar
Raff
Mulai aktif lg, Thor? Intip ah. Kayaknya bagus nih
2024-04-02 11:22:24
1
24 Bab
Bab 1
“Berhenti!” Lima orang pria bertopeng melompat dari pepohonan yang berdiri di kedua sisi jalan, mengadang kereta kuda yang dinaiki Kuranji dan Puti Tan. Dua di antara mereka menyerang Kuranji dan Puti Tan. Tiga sisanya menghentikan laju kereta kuda. “Aakh!” Kuranji jatuh terjengkang akibat tendangan yang menghantam dadanya. Puti Tan, dengan kemampuan bela dirinya yang mumpuni, melesat tinggi dan mendarat di atas atap kereta. “Siapa kalian!” hardik Puti Tan. Matanya yang bulat memancarkan hawa dingin. “Hehe … cantik! Aku akui kau cukup hebat—” “Berhenti basa-basi! Katakan, siapa kalian?! Dan apa mau kalian mengganggu perjalanan kami?!” “Wah, wah! Jangan galak-galak, Nisanak!” Lelaki yang menyerang Puti Tan berdiri di atas punggung kuda dengan bersedekap tangan, seolah-olah ia tegak di atas permukaan datar. Matanya memicing, memindai sekujur tubuh Puti Tan. “Kelihatannya Nisanak bukan dari keluarga sembarangan. Kami tidak akan cari masalah, asal … kalian menyerahkan semua perbeka
Baca selengkapnya
Bab 2
“Biarkan mereka pergi!”Teriakan Kardit Masiak sambil melompat turun dari kereta kuda menghentikan langkah anak buahnya yang tengah memburu Puti Tan.Gadis itu berhasil merebut Kuranji dari tangan mereka setelah melakukan pertarungan sengit.“Sayang sekali,” timpal lelaki paling depan, kemudian berbalik lesu. “Walau tenaganya tidak terlalu kuat, setidaknya pemuda itu masih berguna untuk kita.”Kardit Masiak tak menyahut. Matanya menatap lurus ke depan, memancarkan kilat misterius yang luput dari pengamatan anak buahnya. Sementara jemarinya mengelus lembut sepotong sobekan kain berwarna merah. Kain itu dipungutnya dari permukaan tanah, tempat di mana Puti Tan bertarung.“Ayo kembali! Bawa pulang semua hasil rampasan hari ini!” titah Kardit Masiak kepada anak buahnya, lalu melesat tinggi tanpa menunggu tanggapan dari mereka dan mendarat di atas sebuah cabang pohon besar.Terseok-seok Puti Tan menyeret Kuranji. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan anak buah Kardit Masiak tak lagi
Baca selengkapnya
Bab 3
“Turunkan dia!” titah Kavland. Netranya berkilat sadis.Bunyi bergedebuk segera terdengar begitu perintah Kavland berakhir. Dua lelaki yang menggotong Kuranji mengempaskan tubuh benyai Kuranji tanpa rasa belas kasihan. Mereka bahkan tertawa kala Kuranji merintih kesakitan.“Kita apakan bocah ini?” tanya salah satu penggotong yang usianya tak jauh berbeda dengan Kuranji, tetapi ia selalu merasa Kuranji hanya anak ingusan yang tidak tahu apa-apa.Kavland memutar badan. Berdiri dengan kaki setengah terbuka dan bersedekap tangan, ia mengamati sebuah lubang yang menganga lebar di depannya. Matanya sedikit memicing memperhatikan rumpun tanaman rambat yang menutupi sebagian celah lebar itu.“Kau yakin ini guanya?” tanya Kavland pada si mata licik yang berdiri di sebelah kirinya.“Tidak salah lagi! Pasti ini gua yang dihebohkan oleh orang-orang di dunia persilatan.”“Kelihatannya biasa saja. Tidak ada yang istimewa,” timpal Kavland. Sebelah tangannya bergerak mengusap dagu. “Tidak ada jejak o
Baca selengkapnya
Bab 4
Lantai dan dinding gua bergetar hebat. Sebagian langit-langit gua bahkan runtuh, menjatuhkan hujan kepingan batu kapur.Kuranji terhuyung, terombang-ambing seperti batok kelapa yang mengambang di lautan.Ketika guncangan itu berhenti, Kuranji tersungkur dalam posisi merangkak.“Hati-hati dengan kekuatan suaramu, Anak Muda!”Seorang kakek berjubah putih berdiri sejauh dua meter dari Kuranji. Sekilas ia melirik pedang yang tergeletak di lantai, lalu kembali mengalihkan pandangan pada Kuranji. Tangan kanannya menggenggam seuntai butiran tasbih. Sementara mulutnya tak henti komat-kamit. Entah kapan kakek petapa berjanggut panjang itu muncul. Refleks Kuranji menyambar pedang yang tadi dilemparnya. Ia bangkit seraya mengacungkan pedang itu kepada si kakek.“J-jangan mendekat!”Petapa tua itu tersenyum. “Jangan takut! Akulah yang telah merawat luka-lukamu.”Suara yang hangat dan tatapan mata yang teduh mengikis kecemasan Kuranji. Perlahan ia menurunkan pedangnya.Sesaat Kuranji memindai pen
Baca selengkapnya
Bab 5
Semburat berwarna jingga mulai membias di ufuk Barat. Semilir angin senja membelai lembut helai dedaunan yang menaungi Puti Tan.Puti Tan mendesah lesu. Duduk bersandar di bawah sebatang pohon yang tegak menjulang di tepi sungai. Sebelah kakinya terlipat, menyokong lengannya yang sibuk bermain-main dengan sepotong ranting di ujung jari. Tatapannya kosong, menyusuri liku sungai. Arusnya yang tenang seakan enggan bermuara menuju laut lepas, sama seperti hati Puti Tan yang terasa berat untuk beranjak dari tempat duduknya.“Puti Tan!”Suara seseorang yang memanggil namanya tak digubris oleh Puti Tan.“Aku mencarimu ke mana-mana. Syukurlah kau baik-baik saja. Ayo, pulang!”Puti Tan memutar bola mata dengan malas, melirik sekilas pada sosok lelaki yang berjalan mendekatinya.“Kembalilah, Kavland! Aku masih ingin di sini.”Kavland menyembunyikan kekesalannya karena penolakan Puti Tan di balik seulas senyum ramah yang dipaksakan.“Puti, Tuan Guru memintaku untuk mencarimu walau ke ujung dunia
Baca selengkapnya
Bab 6
“Jangan bergerak! Aku akan mengobatimu.” Kuranji menahan Puti Tan yang berniat untuk bangkit setelah siuman. “Aku—” “Kau terluka dan pingsan.” “Siapa kamu? Di mana ini?” “Kau tidak perlu tahu siapa aku. Kau aman di sini,” sahut Kuranji, meraih lengan Puti Tan. Saat wanita itu tidak sadarkan diri, ia mengumpulkan ramuan herbal dan menghaluskannya. “Aku ingin duduk.” Melihat raut canggung yang membias pada wajah cantik Puti Tan, Kuranji akhirnya membantu gadis itu untuk duduk dan bersandar pada dinding kayu yang berlubang. Ya. Kuranji beruntung menemukan pondok terbengkalai, bekas per
Baca selengkapnya
Bab 7
Runduih Ameh seakan menyatu dengan sarungnya. Berulang kali Puti Tan mencoba menariknya, tetapi pedang itu tidak bergerak sama sekali. Dengan wajah cemberut, Puti Tan mengembalikan pedang itu kepada Kuranji. “Ini, kukembalikan,” kata Puti Tan, menjejalkan Runduih Ameh ke tangan Kuranji. “Pedang ini hanya mengenali tuannya.” Kuranji menyeringai canggung. “Memang belum pernah ada orang lain yang menyentuhnya.” Melihat ekspresi bersalah Kuranji, Puti Tan merasa tidak enak hati dan berusaha menghiburnya. “Hei, Kuranji! Kamu beruntung! Cepat cabut! Aku ingin melihatnya. Pasti pedang itu luar biasa sampai-sampai ia tak mengizinkan orang lain untuk menjamahnya.” Seberkas cahaya menyilaukan memancar ketika Kuranji menarik gagang pedang. Puti Tan menyipitkan mata. Ia baru membuka lebar matanya tatkala bias sinar dari pedang Kuranji perlahan memudar. Tangan Puti Tan terulur, ingin merasakan kehalusan ukiran yang menghiasi gagang dan permukaan pedang milik Kuranji. “Runduih Ameh! Kuranji,
Baca selengkapnya
Bab 8
Lawan merangsek maju. Pedangnya membelah udara laksana busur panah. Ujung pedang yang tajam mengarah tepat ke jantung Kuranji. Kuranji berkelit dengan mencondongkan badan ke belakang. Mata pedang lawan menebas udara kosong, hanya beberapa senti di atas badan Kuranji. Sebuah tebasan kini mengarah ke kaki Kuranji. Kuranji melompat. Selama beberapa waktu Kuranji hanya terus bertahan, membuat lawan merasa diremehkan. “Pengecut! Lawan aku! Jangan terus menghindar!” “Baik. Kau yang minta.” Swuush! Embusan angin mengiring helaian daun yang meluncur deras dari genggaman Kuranji. Seketika lawan sibuk memapas daun-daun yang telah menjelma bagai helaian timah itu. Sehelai daun berhasil menggores lengan kanan atas lawan. Tatapan matanya berkilat marah. Ia tidak terima Kuranji berhasil melukainya hanya dengan sehelai daun. “Keluarkan pedangmu, Pengecut!” “Tidak perlu!” Kuranji tidak akan pernah menggunakan pedangnya jika tidak terpaksa. Penolakan Kuranji semakin membakar kemarahan di dad
Baca selengkapnya
Bab 9
Matahari sepenggalan naik. Kuranji dan Puti Tan telah meninggalkan hutan, memasuki sebuah perkampungan. Suasana tampak lengang. Rutinitas pagi yang biasanya penuh dengan hiruk pikuk petani tidak terlihat sama sekali. Perkampungan itu seperti sebuah desa mati yang diselimuti kabut horor. “Kuranji, apa yang telah terjadi dengan kampung ini? Lihat!” Kuranji mengedarkan pandangan. Jalan kecil yang mereka lalui menyimpan keanehan. Bakul dan cangkul berceceran. Bahkan, bungkusan bekal makanan memamerkan isinya yang berhamburan. “Aku juga tidak tahu.” Mereka terus berjalan, memperhatikan segala kejanggalan yang ada dengan tatapan awas. “Tunggu, Kuranji!” Puti Tan menahan langkah Kuranji kala netra cokelat terangnya mendarat pada sebuah pekarangan rumah panggung. “Pintu rumah itu sampai lepas dan berserakan di halaman.” Puti Tan menunjuk daun pintu kayu yang tergeletak di atas rerumputan. “Itu juga. Menurut kamu … ini … penjarahan kampung?” Netra kelam Kuranji mengikuti ke mana pun jar
Baca selengkapnya
Bab 10
“Ampun! Ampun!” “Cepat ikat mereka semua!” Bugh! Jerit kesakitan saling bersambut dengan perintah bernada sangar dan tendangan. Bahkan, tak jarang diiringi pula dengan hantaman senjata tumpul. Sekumpulan lelaki muda, berusia di bawah empat puluh tahun, tak kuasa melawan keganasan sekelompok pria bertopeng. Siapa pun yang berani memberontak akan berakhir dengan babak belur. Kedua tangan mereka diikat ke belakang, dipaksa melangkah mengikuti perintah gerombolan penjahat itu. Drap! Drap! Terdengar derap langkah kuda berlari kencang. Debu jalanan berterbangan ketika kuda-kuda itu berhenti dengan kaki depan terangkat tinggi. “Naikkan mereka!” perintah lelaki bertopeng yang berada di posisi paling depan. Para penduduk kampung itu pun dilempar ke atas kuda dalam posisi menelungkup, melintang di depan sang joki. Kedua kaki mereka juga diikat, disusul dengan mata yang ditutup rapat. Dua orang dari pemuda kampung itu mencuri kesempatan untuk melarikan diri di saat gerombolan penjahat
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status