Share

Bab 8

"Maaf Tante, kenapa kemarin Tante bohong, bilang Kak Murni pinjam untuk usaha dagang?"

Seingat aku, kemarin Tante Lira bilang bahwa Kak Murni minjam uang untuk modal usaha.

"Tante khawatir Mama kamu kepikiran."

"Mama sudah tahu, Tante. Dari aku, saat Kak Murni minjam aku tanya Mama dulu."

"Iya Raya, Tante hanya khawatir Mama kamu mikirin."

"Uang Tante sudah diganti Kak Murni?" 

"Belum, Ray. Katanya malam ini."

"Oh, aku juga belum."

"Kamu juga dipinjam oleh Murni?" Astaga, aku keceplosan. Nanti Tante Lira bilang pada Kak Murni, lalu ia marah padaku, bagaimana?

"Tante jangan bilang pada Kak Murni, ya. Sebenarnya dia minjam 2 juta di waktu yang sama dengan Tante."

"Hem, tuh kan. Dulu aja dia selalu curhat tentang kamu yang ngandelin dia. Sejak kamu menikah dengan Fariz jadi senang ngutang uang Murni. Eh, sekarang ia yang pinjam uang kamu. Roda berputar Raya, sekarang dia ngerasain susah."

"Tante jangan ngomong ini pada Mas Fariz, ya. Aku tidak enak dengan Mas Fariz. Sebenarnya kasihan dengan Kak Murni. Pernah berada di posisi Kak Murni, namun mulut Kak Murni ini yang telah membuat Mas Fariz ingat terus akan ucapannya."

"Tante juga bingung, Murni keponakan. Namun Tante juga butuh uang." Aku terdiam sejenak. Tenggorokanku sedikit tercekat. Bukankah dulu Tante Lira juga sering ditolong oleh Kak Murni?

Sebaiknya aku tak perlu berlama-lama ngobrol dengannya. Khawatir nanti malah jadi runyam urusannya.

"Ya sudah Tante Lira, terima kasih banyak informasinya." Aku menutup teleponnya sebelum Tante Lira menjawabnya. 

Mas Fariz sudah menunggu jawaban dariku. Semoga Kak Murni menepati janjinya. Aku berikan saja alasan pada Mas Fariz. Aku bilang saja padanya besok pagi ditransfer oleh Kak Murni.

"Bagaimana jawaban Tante Lira? Dia sudah dibalikin duitnya?" Mas Fariz datang dan menanyakan hal ini padaku.

"Sudah, Mas. Uangmu paling telat besok pagi," sahutku berbohong. 

"Syukurlah, yang penting balik duitnya." Aku tersedak saat minum. Kalau besok Kak Murni belum ada uangnya, aku bicara apalagi?

Kalau ingat masa lalu memang sangat suram dan menyakitkan sekali. Rasanya aku berada di posisi orang paling hina saat itu. Seringkali orang mencaci-maki bahkan menulis status tentang aku. Tak segan-segan ada yang memblokir media sosial karena utang.

Benar kata orang, utang itu hina di siang hari tersiksa di malam hari. Aku sering merasakan itu. Orang seringkali bertanya-tanya untuk apa aku membayar utang? 

***

Dua tahun lalu.

Aku terlilit utang yang menghabiskan uang gaji suami tiap bulannya. Mertuaku sakit yang harus mengeluarkan uang dengan kocek tak terjangkau tabungan kami. Akhirnya aku putuskan untuk pinjam pada Bank. Hingga gaji suamiku yang terhitung harian lepas harus terpotong juga dengan Bank selama 2 tahun.

"Dek, bapakku sakit. Aku anak yang paling diandalkan. Biaya operasi bapak lumayan."

"Mas, itu terserah kamu. Aku tidak akan melarang," sahutku. Aku tahu Mas Fariz pasti ingin mengusahakan.

Akhirnya Mas Fariz mengajukan pinjaman 20 juta untuk biaya rumah sakit bapak mertuaku. Semenjak itulah hidupku pontang-panting cari pinjaman untuk makan. Padahal masih ada sisa gaji. Namun, entah kenapa uang yang aku miliki tak pernah cukup. 

Teringat ucapan Kak Murni yang setiap kali aku pinjam uang ia selalu menceramahiku. Tanpa ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Kak, aku pinjam uang untuk makan 300 ribu." Ini pinjaman setiap bulan semenjak aku memiliki pinjaman di Bank. Namun setiap kali gajian aku ganti. 

"Ini kenapa tiap bulan elu minjam duit?"

"Iya, Kak. Gajian Fariz nggak gede seperti Mas Aldi." Aku tidak bilang bahwa memiliki pinjaman di bank untuk biaya rumah sakit. Khawatir Kak Murni malah menyalahkan Mas Fariz.

"Halah ... Kamu alasan saja, jangan pinjam terus. Coba elu jualan apa gitu yang menghasilkan uang." Aku menghela napas dalam-dalam. Memang seperti itu tiap kali pinjam uang padanya. 

"Iya Kak, tapi dipinjamin nggak nih?" tanyaku.

"Ke sini. Gue nggak bisa transfer." Akhirnya aku harus ke rumahnya untuk ambil uang 300 ribu. Namun, ini sudah menjadi resiko aku yang tidak punya uang.

Setelah dapat pinjaman. Aku bicara pada Mas Fariz. Benar-benar ucapan Kak Murni itu membuat pacuanku untuk tidak melakukan pinjaman Bank lagi.

"Mas, aku sudah dapat pinjaman untuk seminggu 300 ribu dari Kak Murni."

"Iya, Dek. Kamu jadi susah gara-gara ada pinjaman bank ya, Dek. Maafkan, Mas!" ucap Mas Fariz memohon.

"Setelah lunas, jangan pinjam lagi, ya, Mas!" sahutku.

"Iya, Dek. Utang sedikit namun nggak bisa cukup ya, Dek. Padahal sudah irit-irit."

"Iya, Mas."

Itulah utang. Hina di siang hari dan tersiksa di malam hari. Setiap kali gajian sudah habis untuk bayar bank dan kontrakan. Padahal gaji lumayan, namun habis untuk bayar utang saat tidak punya uang sebelum gajian, gali lubang tutup lubang.

***

Pagi harinya aku tunggu telepon dari Kak Murni. Semalam belum sempat menanyakan namun sudah tertidur gara-gara mengingat masa lalu yang silam.

Kulihat layar ponsel yang berada di hadapanku dan menunggu notifikasi masuk dari Kak Murni.

"Mas, kamu berangkat kerja hati-hati, ya!" Aku mengecup tangan Mas Fariz.

"Jangan lupa kabarin kalau Kak Murni sudah transfer."

"Iya, Mas."

Mas Fariz berangkat kerja dan berharap Kak Murni transfer. Rasanya serba salah sekali, antara menjaga hati kakak atau suami.

Tepat jam 10 pagi, aku mencoba menghubungi Kak Murni. Beruntungnya diangkat olehnya.

"Hallo, Kak."

"Hallo, iya. Bentar lagi gue transfer. Tenang aja."

Kak Murni kok bicaranya ketus dan judes. Meskipun ia memang sering seperti itu tapi kali ini berbeda nadanya. 

"Maaf, ya, kak." Lalu telepon dimatikan oleh Kak Murni. Dadaku sontak berdegup kencang. Tidak biasanya Kak Murni seperti ini. Aku tahu betul jika dia marah-marah padaku itu hanya karena sayang. Namun tidak untuk sekarang. Ia ketusnya seperti tak ingin bicara padaku.

Tiba-tiba notifikasi chat masuk terdengar. Chat masuk dari Kak Murni yang mengirimkan bukti transfer 2 juta rupiah. Ia mengganti uang yang dipinjamnya. Lalu tidak lama kemudian ia kirim chat singkat.

[Terima kasih, sudah bicarakan di belakang gue, sudah gembar-gembor utang 2 juta ini pada Tante Lira.]

Aku menghela napas dalam-dalam. Rupanya Tante Lira yang membuat Kak Murni enggan bicara lama-lama denganku. Bicara apa Tante Lira padanya? Apakah melebih-lebihkan pembicaraan tadi di telepon tentang Kak Murni?

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lie Miang
cerita yang membosankan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status